Kepolisian Daerah Sumatera Utara hingga Rabu masih melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi kontribusi Pendapatan Asal Daerah (PAD) ke Provinsi Sumut oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi.

"Sampai saat ini masih tahap penyelidikan," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Sumut Kombes Pol Rony Samtana saat dikonfirmasi ANTARA, Rabu.

Baca juga: Polda Sumut usut dugaan korupsi kontribusi PAD PDAM Tirtanadi

Saat ditanya mengenai sudah berapa saksi yang diperiksa dan apakah akan ada pemanggilan kepada direktur keuangan PDAM Tirtanadi Feby Melani atau pejabat lainnya, Rony mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut.

"Masih penyelidikan ya, kalau penyidikan baru kita panggil saksi," ujarnya.

Sebelumnya, Mantan Kepala Direksi Keuangan PDAM Arif Haryadian telah dipanggil sebagai saksi atas adanya dugaan korupsi tersebut.

Baca juga: PDAM Tirtanadi sudah layani 20.123 pelanggan air limbah

Arif mengaku, penyelidikan yang dilakukan kepolisian berkaitan dengan kontribusi PAD PDAM. Dimana, sesuai Perda nomor 3 tahun 2018 dalam pasal 50 disebutkan, bahwasanya apabila PDAM Tirtanadi cakupan wilayahnya sudah mencapai 80 persen lebih atau sama, maka diwajibkan menyetor kontribusi PAD ke Pemprovsu sebesar 55 persen dari keuntungan.

Baca juga: Sumber debit air PDAM Tirtanadi di Tapsel semakin hari kian berkurang

"Namun sewaktu saya masih menjabat hingga pertengahan tahun 2019, saya ada menyetorkan cicilan pertama sebesar Rp 20 miliar. Kenapa menyetorkan segitu, karena saat itu hasil audit belum keluar, jadi masih berdasarkan estimasi keuntungan," jelasnya.

Tetapi kata Arif, berdasarkan hasil audit kinerja 2018 yang diumumkan 2019 beberapa waktu lalu, ternyata keuntungan perusahaan mencapai Rp 74 miliar dan cakupan wilayah pelayanan sudah 82 persen. Namun berdasarkan pernyataan penyidik, sebut dia, diduga Direksi Keuangan yang saat ini menjabat tidak pernah memberikan PAD ke Pemprovsu. 

"Berarti masih ada sisa yang harus dibayar sekitar lebih dari Rp 10 miliar. Saya dipanggil untuk diminta keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi PAD ke Pemprov Sumut," ujarnya.

Arif mengaku, dirinya sudah tidak menjabat lagi sejak Mei 2019. Karenanya, ia sudah tidak mengetahui kenapa kekurangan setoran kontribusi PAD tersebut belum dibayarkan.

Sebelumnya, tambah dia, pada 2018, karena Pemprovsu membutuhkan dana, Arif mengaku juga pernah menyetorkan sebesar Rp 10,6 M. Padahal, cakupan saat itu belum 80 persen.

"Pada tanggal bulan 5 tahun 2019 masa jabatan saya berakhir, sehingga tidak tahu kelanjutannya sampai saya di panggil ke Polda Sumut untuk mempertanyakan itu," tandasnya. 

 

Pewarta: Nur Aprilliana Br. Sitorus

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020