Kehadiran Koperasi Serba Usaha (KSU) Kopi Mandailing di Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal selain untuk menstabilkan harga kopi juga sebagai penolakan terhadap eksplorasi alam oleh perusahaan  pertambangan di kecamatan itu.

Andi Hakim Matondang saat dihubungi ANTARA, Senin (12/8) menyampaikan, sebelum koperasi ini didirikan harga jual gabah kopi petani jauh seperti yang diharapkan meskipun kopi terbaik di dunia telah menjadi incaran penikmat dan para eksportir kopi di seluruh dunia.

Jatuhnya harga jual ini disebabkan karena para petani masih menjual hasil panennya kepada pengumpul (toke) yang ada.

Akibatnya, selain terjadinya harga jual yang tidak stabil juga berimbas terhadap keluarnya beberapa produk kopi di luar daerah yang mengatasnamakan Kopi Mandailing.

"Harga tidak ada standard dari pengumpul sehingga harga jual kopi para petani menjadi jatuh," ujarnya.

Untuk mengatasi tidak stabilnya harga itu para tokoh beberapa kelompok tani
yang ada di kecamatan tersebut menginisiasi dibentuknya sebuah Koperasi yang bernama KSU Kopi Mandailing Jaya.

Pembentukan KSU yang beralamat di Desa Alahan Kae Kecamatan Ulu Pungkut ini untuk menjamin harga jual kopi dari para petani yang ada di kawasan itu.

Di daerah tersebut saat ini terdapat enam desa daerah potensial penghasil kopi yakni Desa Ulu Pungkut, Simpang Banyak, Huta Padang, Habincaran, Huta Godang dan Desa Alahan Kae.

Daerah tersebut saat ini telah mampu menghasilkan kopi sebanyak tujuh ton setiap bulannya. Jumlah ini belum dihitung dari hasil para beberapa pengusaha kopi yang ada di kecamatan itu.

Untuk meningkatkan penghasilan petani ini Koperasi telah menaikkan harga beli gabah dari petani mulai dari Rp. 18.000  hingga mencapai Rp. 35.000/ Kg.

"Ternyata harga yang kita buat tersebut hingga sekarang diikuti para pembeli (toke/pengumpul) dan harganya terus bertahan hingga sekarang," ujarnya.

Hingga saat operasi yang dibina Non Governmnet Organization (NGO) Sumatra Rainforest Institute (SRI) dan Dinas Perkebunan Sumut ini hasilnya sudah menggembirakan.

Saat ini Koperasi tersebut telah mampu menyerap satu ton gabah kopi dari para petani setiap bulannya. Ini setara dengan 400 Kg bubuk kopi yang dijual kepasaran selain permintaan Gren Been dan Roastbean.

Tingginya permintaan pangsa pasar terhadap kopi Mandailing  Banamon membuat KSU tersebut tidak bisa  menyerap semua gabah yang ada.

Hal ini dikarenakan kurangnya peralatan yang dimiliki. Selain kecilnya tempat penjemburan dan peralatan pascapanen juga dikarenakan kapasitas mesin roasting yang masih kecil.

"Mesin roasting kita hanya berkapasitas satu Kilogram. Itu artinya kita hanya bisa proses Roasting 20 Kg setiap harinya," sebut Andi.

Untuk itu dirinya berharap kepada Pemerintah agar dapat membantu kendala yang dihadapi oleh Koperasi yang saat ini sudah beranggotakan 42 orang itu.

Baca juga: Stand Polbangtan Medan di "Peda" KTNA ramai pengunjung

Baca juga: ITFC dukung pengembangan petani kopi Sumut

Baca juga: Wagub: Sumut harus jadi produsen kopi terbesar di Indonesia

Pewarta: Holik

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019