Era digital memberi manfaat sekaligus mudarat dan tergantung bagaimana manusia menggunakannya. Namun begitu, berkomunikasi secara langsung tidak boleh ditinggalkan.
Gambaran ini merupakan salah satu event diskusi dan pemaparan hasil penelitan Dr. Syafruddin Pohan dengan para petani pada Forum Petani Sipirok (FPS) di Gedung Perpustakaan Prof. Lafran Pane di Sipirok, Sabtu 13 Juli 2019.
Dosen Komunikasi USU itu melakukan kegiatan penelitian sejak bulan Mei lalu melalui dua tahap yakni penyebaran kuesioner kepada 120 anggota FPS dan bulan Juli 2019 mendalami data melalui Focus Group Discussion (FGD).
FPS berawal dari rasa jengkel beberapa petani terhadap para tengkulak yang seringkali memainkan harga hasil panen petani. Lalu sekira 2016 mereka membuat akun Facebook (FB) dengan nama Forum Petani Sipirok (FPS).
Para petani sekitar Sipirok mulai mencatatkan dirinya menjadi anggota FB dan jumlahnya terus bertambah. Kini tercatat tidak kurang dari 850 orang menjadi anggota FPS di FB.
Dirasa informasi FB ini membawa manfaat bukan saja untuk mengecek perbandingan harga tapi juga informasi terkait soal teknis pertanian, mereka mendirikan organisasi FPS pada November 2018.
Tak lama setelah itu, para pengurusnya membuat grup media sosial WhatsApp Forum Petani Sipirok (FPS) yang kini beranggotakan sekitar 130 peserta.
Menariknya keanggotaaan FPS di FB dan grup WA bukan saja mereka yang berlatar belakang petani tetapi ada juga yang berasal dari akademisi, praktisi pertanian dan dari kalangan pengusaha di bidang pertanian.
Menanggapi hal ini menurut Pohan, hal ini merupakan konsekuensi berkomunikasi media sosial yang bersifat “ranah publik”.
Publik media sosial semacam FB, twitter, instagram dan lainnya secara sosiologis beraneka ragam baik usia, pekerjaan dan status sosial ekonomi. Bahkan kontennya sering ditemukan ada yang bermuatan politik dan suku, adat, agama dan antargolongan (SARA).
Pengelola (admin) harus membuat aturan dan etika pada media sosial tersebut dan mengulang-ulangi secara periodik agar kondusifitas bermedia tetap terjaga.
Dari observasi yang dilakukan melalui FB, WA dan panggilan video (video call) di kalangan antar anggota FPS masih belum maksimal dipergunakan. Mungkin salah satu faktornya adalah kesibukan para petani di ladangnya.
Kendala lain terungkap pada forum FGD, terjadi gap antara anggota petani yang muda dan petani yang tergolong tua.
Para petani milenial biasanya lebih mudah mengoperasikan media sosial telepon cerdas (smartphone) dan gawai (gadget). Untuk mengatasi itu pengelola organisasi FPS perlu membuat kombinasi penggunaan media sosial dan media konvensional (tatap muka).
Misalnya membuka isolasi melalui pertemuan informal yang digagas pengurus dengan memanfaatkan warung kopi tempat berkumpul masyarakat petani yang tua dan yang muda (milenial).
Jadi, perpaduan kombinasi komunikasi lewat media sosial dan media tradisional tatap muka menjadi penting untuk mengatasi gap antar generasi petani.
Kegiatan penelitian dan FGD ini merupakan bagian dari sekitar 850 proposal yang didanai oleh USU melalui skema “Talenta Tahun 2019”, di mana setiap dosen diwajibkan melakukan penelitian yang bersentuhan langsung dengan denyut nadi di masyarakat.
Dari hasil penelitian ini luaran yang dihasilkan antara lain buku teks, publikasi jurnal nasional dan internasional, bahkan hak paten.
Syafruddin Pohan mengungkapkan tahun ini adalah kali kedua dia melakukan penelitian di Kecamatan Sipirok Tapsel.
Tahun 2018 lalu sekretaris S2 Komunikasi Fisip USU ini meneliti tentang petani cabe di Desa Pangurabaan Sipirok.
Luaran penelitiannya antara lain telah diseminarkan di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin dan seminar internasional ICEST di Medan. Ke depan diharapkannya dia telah mempunyai peta jalur (road map) sebagai ahli komunikasi pertanian di Tapanuli Selatan.
Sementara untuk hasil penelitian tentang Forum Petani Sipirok ini antara lain sudah terjadwal akan dipaparkan dalam Seminar Nasional Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) di Solo akhir bulan Juli ini.
Demikian keterangan tertulis Syafruddin Pohan yang diterima Antara, di Sipirok, Senin (15/7).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Gambaran ini merupakan salah satu event diskusi dan pemaparan hasil penelitan Dr. Syafruddin Pohan dengan para petani pada Forum Petani Sipirok (FPS) di Gedung Perpustakaan Prof. Lafran Pane di Sipirok, Sabtu 13 Juli 2019.
Dosen Komunikasi USU itu melakukan kegiatan penelitian sejak bulan Mei lalu melalui dua tahap yakni penyebaran kuesioner kepada 120 anggota FPS dan bulan Juli 2019 mendalami data melalui Focus Group Discussion (FGD).
FPS berawal dari rasa jengkel beberapa petani terhadap para tengkulak yang seringkali memainkan harga hasil panen petani. Lalu sekira 2016 mereka membuat akun Facebook (FB) dengan nama Forum Petani Sipirok (FPS).
Para petani sekitar Sipirok mulai mencatatkan dirinya menjadi anggota FB dan jumlahnya terus bertambah. Kini tercatat tidak kurang dari 850 orang menjadi anggota FPS di FB.
Dirasa informasi FB ini membawa manfaat bukan saja untuk mengecek perbandingan harga tapi juga informasi terkait soal teknis pertanian, mereka mendirikan organisasi FPS pada November 2018.
Tak lama setelah itu, para pengurusnya membuat grup media sosial WhatsApp Forum Petani Sipirok (FPS) yang kini beranggotakan sekitar 130 peserta.
Menariknya keanggotaaan FPS di FB dan grup WA bukan saja mereka yang berlatar belakang petani tetapi ada juga yang berasal dari akademisi, praktisi pertanian dan dari kalangan pengusaha di bidang pertanian.
Menanggapi hal ini menurut Pohan, hal ini merupakan konsekuensi berkomunikasi media sosial yang bersifat “ranah publik”.
Publik media sosial semacam FB, twitter, instagram dan lainnya secara sosiologis beraneka ragam baik usia, pekerjaan dan status sosial ekonomi. Bahkan kontennya sering ditemukan ada yang bermuatan politik dan suku, adat, agama dan antargolongan (SARA).
Pengelola (admin) harus membuat aturan dan etika pada media sosial tersebut dan mengulang-ulangi secara periodik agar kondusifitas bermedia tetap terjaga.
Dari observasi yang dilakukan melalui FB, WA dan panggilan video (video call) di kalangan antar anggota FPS masih belum maksimal dipergunakan. Mungkin salah satu faktornya adalah kesibukan para petani di ladangnya.
Kendala lain terungkap pada forum FGD, terjadi gap antara anggota petani yang muda dan petani yang tergolong tua.
Para petani milenial biasanya lebih mudah mengoperasikan media sosial telepon cerdas (smartphone) dan gawai (gadget). Untuk mengatasi itu pengelola organisasi FPS perlu membuat kombinasi penggunaan media sosial dan media konvensional (tatap muka).
Misalnya membuka isolasi melalui pertemuan informal yang digagas pengurus dengan memanfaatkan warung kopi tempat berkumpul masyarakat petani yang tua dan yang muda (milenial).
Jadi, perpaduan kombinasi komunikasi lewat media sosial dan media tradisional tatap muka menjadi penting untuk mengatasi gap antar generasi petani.
Kegiatan penelitian dan FGD ini merupakan bagian dari sekitar 850 proposal yang didanai oleh USU melalui skema “Talenta Tahun 2019”, di mana setiap dosen diwajibkan melakukan penelitian yang bersentuhan langsung dengan denyut nadi di masyarakat.
Dari hasil penelitian ini luaran yang dihasilkan antara lain buku teks, publikasi jurnal nasional dan internasional, bahkan hak paten.
Syafruddin Pohan mengungkapkan tahun ini adalah kali kedua dia melakukan penelitian di Kecamatan Sipirok Tapsel.
Tahun 2018 lalu sekretaris S2 Komunikasi Fisip USU ini meneliti tentang petani cabe di Desa Pangurabaan Sipirok.
Luaran penelitiannya antara lain telah diseminarkan di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin dan seminar internasional ICEST di Medan. Ke depan diharapkannya dia telah mempunyai peta jalur (road map) sebagai ahli komunikasi pertanian di Tapanuli Selatan.
Sementara untuk hasil penelitian tentang Forum Petani Sipirok ini antara lain sudah terjadwal akan dipaparkan dalam Seminar Nasional Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) di Solo akhir bulan Juli ini.
Demikian keterangan tertulis Syafruddin Pohan yang diterima Antara, di Sipirok, Senin (15/7).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019