Medan (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Dr. Harli Siregar menegaskan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan aset milik PTPN I kepada pengembang Ciputra Land masih terus berlangsung.
“Kami sudah melakukan penggeledahan di beberapa tempat dan mendapatkan berbagai data serta dokumen. Saat ini sedang dipelajari, dan semua langkah ini untuk mendukung pembangunan Sumatera Utara yang bermartabat,” kata Harli di Medan, Selasa (2/9).
Ia menjelaskan bahwa penanganan perkara tersebut membutuhkan dukungan seluruh elemen masyarakat agar pemberantasan tindak pidana korupsi berjalan optimal.
“Kami mengharapkan dukungan dari media, aparat penegak hukum, dan masyarakat supaya memiliki gerak yang sama dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Harli menambahkan, perkembangan perkara akan disampaikan secara terbuka kepada publik sesuai tahapan penyidikan.
“Penyidik terus fokus. Saksi-saksi sedang diperiksa, bukti-bukti sedang dipelajari, dan nantinya akan ditentukan siapa pihak yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut,” tegasnya.
Menurut Harli, kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset PTPN I tersebut sudah masuk tahap penyidikan.
“Teman-teman bisa melihat bagaimana upaya kami terhadap tindak pidana korupsi. Kami harus tegas dalam menanganinya,” jelasnya.
Sebelumnya, Kejati Sumut tengah menyelidiki dugaan korupsi penjualan aset PTPN I kepada pengembang Ciputra Land melalui skema kerja sama operasional (KSO) seluas 8.077 hektare.
Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Muhammad Husairi, mengatakan tim penyidik telah melakukan penggeledahan dan menyita sejumlah dokumen untuk menelusuri dugaan kerugian negara.
“Ada tiga lokasi lahan dengan total seluas 8.077 hektare terdiri atas 2.514 hektare pengembangan residensial dan 5.563 hektare kawasan bisnis dan industri hijau,” ujar Husairi di Medan, Jumat (29/8).
Menurut dia, PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) sebagai mitra kerja telah membangun perumahan mewah Citraland di atas lahan 289 hektare.
Dari jumlah itu, sekitar 93,81 hektare sudah terjual kepada konsumen pada tiga lokasi berbeda di Kabupaten Deli Serdang.
“Di Helvetia seluas 6,8 hektare, Sampali 34,6 hektare, dan Tanjung Morawa 48,3 hektare, sedangkan yang belum terjual 4,1 hektare. Jadi total keseluruhan sekitar 93,8 hektare,” jelasnya.
Husairi menyebut indikasi dugaan korupsi terdapat pada perubahan status lahan dari Hak Guna Usaha (HGU) menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) oleh PT Nusa Dua Propertindo tanpa memenuhi kewajiban menyerahkan sekitar 20 persen dari luas wilayah kepada negara.
Ia menambahkan, enam lokasi telah digeledah tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut, yakni kantor direksi PTPN I Regional I di Tanjung Morawa, Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, serta kantor dan gudang arsip PT Nusa Dua Propertindo dan PT DMKR di tiga lokasi, yaitu Tanjung Morawa, Helvetia, dan Sampali.
“Selain dokumen penghapusan aset, penyidik juga menyita berkas permohonan proyek Deli Megapolitan, dokumen pengalihan HGU ke HGB, dokumen elektronik hingga rekening bank perusahaan pengembang,” tutur Husairi.
