Medan (ANTARA) - Konsulat Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Medan menggelar peringatan 80 tahun kemenangan perang melawan agresi Jepang dan perang antifasis sedunia, Jumat.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan sejumlah tokoh seperti Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN) Prof Dr Nurhayati,, Wakil Rektor 3 Universitas Prima Indonesia, Ketua Pusat Layanan Internasional UINSU Prof Dr Ansari Yamamah, dan sejumlah perwakilan media yang pernah mengikuti kunjungan ke Tiongkok.
Dalam kegiatan itu, Pelaksana Konjen RRT di Medan Xu Chunjuan mengatakan, sekitar 80 tahun yang lalu, orang-orang yang cinta damai di seluruh dunia bersatu dalam rasa kebencian terhadap penyerbu, berperang dalam pertempuran berdarah, dan sepenuhnya mengalahkan fasisme.
Pada 3 September 2025, Tiongkok akan mengadakan peringatan akbar yang rencananya akan dipimpin Presiden Xi Jinping untuk mengenang sejarah, menghormati para pahlawan, menjunjung perdamaian dan membangun masa depan.
Perang antifasis sedunia adalah perang terbesar dan paling merusak dalam sejarah manusia karena menyebar ke seluruh Asia, Eropa, Afrika, dan Oseania dengan melibatkan sekitar dua miliar orang dan menyebabkan lebih dari 100 juta korban jiwa.
Di Asia, militerisme Jepang, di bawah panji "Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya" menginvasi dan menjarah negara-negara tetangga dan melakukan serangkaian tragedi seperti "Pembantaian Nanjing", "Pembantaian Singapura", dan "Pembantaian Manila".
Dalam perang tersebut, perlawanan Rakyat Tiongkok terhadap Jepang dimulai paling awal dan berlangsung paling lama sehingga menyebabkan pengorbanan terbesar.
Setelah 14 tahun pertempuran berdarah dan pengorbanan heroik 35 juta jiwa, Tiongkok membuka medan perang utama di Timur, melawan Jepang, termasuk menghancurkan rencana strategis Jepang. Jerman, Italia, dan negara lainnya untuk maju dan menduduki wilayah timur.
Ini adalah kemenangan besar yang diraih oleh rakyat Tiongkok yang berjuang bahu-membahu dengan rakyat negara-negara lain, dan akan selamanya terukir dalam sejarah perjuangan umat manusia.
Pemerintah Tiongkok juga memahami bahwa Indonesia sempat merasakan agresi militer Jepang yang masuk ada tahun 1942 dan banyak rakyat yang dijadikan pekerja paksa.
Warga Tiongkok perantauan yang ada di Pulau Sumatera juga memberikan kontribusi yang tidak terlupakan dalam melawan jepang dengan mendirikan organisasi-organisasi anti-Jepang seperti Perhimpunan Anti-Jepang Tionghoa Perantauan Sumatera dan Liga Anti-Fasis Rakyat Sumatera.
Dalam kegiatan itu, Xu Chunjuan juga menegaskan bahwa pengembalian Taiwan ke Tiongkok merupakan bagian penting dari kemenangan Perang Dunia Kedua dan tatanan internasional pascaperang.
Baik Deklarasi Kairo mau pun Deklarasi Potsdam secara jelas menetapkan bahwa Taiwan yang direbut Jepang harus dikembalikan ke Tiongkok, apalagi dokumen-dokumen itu memiliki kekuatan hukum internasional.
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Resolusi 2758 juga menegaskan bahwa hanya ada satu Tiongkok di dunia dan Taiwan adalah bagian dari Tiongkok, dan bukan merupakan sebuah negara.
Menurut Xu Chunjuan, penderitaan sejarah dan kepedihan perang telah membuat rakyat Tiongkok semakin menghargai kedamaian dan ketenangan yang telah mereka peroleh dengan susah payah.
Secara spesifik, peringatan 80 tahun kemenangan perang melawan agresi Jepang itu menjadi momentum peringatan 75 tahun terjalinnya hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Indonesia serta peringatan 70 tahun Konferensi Bandung.
Tiongkok dan Indonesia sebagai negara berkembang utama, ekonomi pasar berkembang, dan kekuatan utama di "Global South" memiliki pengaruh yang signifikan dalam urusan internasional dan regional, sekaligus merupakan kekuatan penting dalam menjaga hasil kemenangan perang antifasis.
“Kita harus bersama-sama melaksanakan konsensus penting yang dicapai oleh kedua kepala negara, secara kokoh memajukan kerja sama "lima pilar" yang meliputi politik. ekonomi, budaya, maritim, dan keamanan, serta terus memperdalam kemitraan strategis komprehensif Tiongkok-Indonesia.”katanya.
Rektor UINSU Prof Dr Nurhayati mengapresiasi peringatan peringatan 80 tahun kemenangan perang melawan agresi Jepang dan perang antifasis sedunia yang dilanjutkan diskusi tersebut.
Ia juga berharap Indonesia dan Tiongkok dapat bekerja sama dalam segala bidang, termasuk memberikan kontribusi bagi dunia internasional untuk menghentikan perang dan berbagai kejahatan HAM lainnya.
