Medan (ANTARA) - Perhelatan Ikatan sarjana Melayu Indonesia (ISMI) dalam kegiatan pelantikan Pengurus Besar organisasi ini di Pekan Baru Riau telah usai. Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan tepat pada hari kedua di bulan Muharram 1447 Hijriah bertepatan dengan 28 Juni 2025. Acara dilaksanakan di Balai Serindit Gubernuran Riau Pekanbaru.
Acara diawali dengan menampilkan tarian pembuka “Tepak Sirih” yang dihantar dengan lantunan bait pantun dari pembawa acara. Kata demi kata tersusun dalam bait syair yang membawa suasana kehangatan.
Para pengurus ISMI dan undangan dengan balutan busana melayu warna warni dan tanjak yang didominasi warna hijau memenuhi ruangan. Laksana hamparan bunga tulip di musim semi di Keukenhof, seakan hendak mengatakan kepada Hang Tuah bahwa Melayu belum hilang di bumi.
Acara dihadiri oleh para Petinggi Melayu antara lain Prof.Dr.Ir.Djohar Arifin Husin (Ketua Dewan , Assoc Prof. Dr. Sakhyan Asmara, M.SP., Assoc. Prof. Dr. Yanhar Jamaluddin , M.AP (Sekjen PB ISMI) Prof.Dr. Agus Sani (Rektor Univ.Muhammadiyah Sumatera Utara) dan Rektor Universitas Panca Budi Medan, Prof. Dr. Isa Indrawan.
Hadir juga Wakil Bupati Deli Serdang Lomlom Suwondo dan Tengku Syahdana Wazir Sultan Serdang di wilayah Adat Ramunia. Acara dihadiri juga oleh Ketua Lembaga Adat Melayu Riau, Datuk Seri H.R. Marjohan Jusuf. Hadir juga Dr.Milhan Yusuf (Sekjen PB MABMI), Datuq Adil Freddy Haberham, SE Kepala Uruung XII Kuta Kesultanan Negeri Deli. Tampak juga hadir Prof. Ilmi Abdullah (USU), Prof. Pujiati Ph.D (USU), Prof. Dr.Dra.Tengku Thyrhaya Zein, MA (Dekan Fak.Ilmu Budaya-USU), Prof.Dr.Ismail Efendy (Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan), Prof.Dr.Drs. Muhammad Nur DEA (UNDIP).
Satu hari sebelumnya Gubernur Riau, Abdul Wahid mengundang seluruh tetamu di kediamannya dalam acara Jamuan Santap Malam. Karena kesibukan beliau yang tak dapat hadir pada acara tersebut keesokan harinya, beliau mewakilkan Henri Salmon Ginting (Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Riau) untuk membacakan sambutan beliau pada Acara penutupan.
Harapan Petinggi Melayu.
Para petinggi Melayu yang hadir menyampaikan banyak harapan. Ajakan kepada Sarjana Melayu untuk bangkit dan bersama membangun bangsa.
Prof.Dr.OK.Saidin, SH.M.Hum sebagai Anggota Pembina ISMI yang juga sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI) mengajak agar MABMI dan ISMI melangkah bersama untuk memajukan peradaban Indonesia ke depan. ISMI mengawal segi intelektual dan MABMI mengawal dari aspek adat dan budaya.
Tun Doctor Rahmat Shah sebagai Ketua Dewan Pembina ISMI berharap agar Melayu menyatukan langkahnya, jangan terpecah-pecah. Karena hanya dengan menyatukan langkah semua usaha akan mudah diwujudkan.

Nizhamul, SE, MM sebagai Ketua Umum PB ISMI juga berharap agar “kabinet” kerja yang telah dikukuhkan dapat bekerja dengan baik dalam kurun waktu 5 tahun ke depan (2025-2030) dengan bersandar pada prinsip pada Motto PATEN (Al Qur’an dan Hadits, Teguhkan Energi Nasional).
Sementara itu Gubernur Sumatera Utara ke-17 Dr.Ir.Tengku Erry Nuradi, yang juga Ketua Dewan Penasehat PB ISMI menekankan perlunya peningkatan SDM masyarakat Melayu melalui jalur pendidikan.
Menarik yang dihantarkan oleh Bupati Kepri Ansar Ahmad yang mengawali sambutannya dengan mengutip Surat Al Hujarat 13 yang mengingatkan bahwa perbedaan etnik dan suku bangsa adalah merupakan kehendak Allah Azza Wajalla dan Melayu adalah takdir bagi negeri ini untuk mewarnai peradaban bangsa.
Hanya mereka yang paling bertaqwa yang mendapat tempat yang paling mulia. Dengan melantunkan penggalan syair Gurindam XII karya Raja Ali Haji bin Raja Ahmad diiringi dengan lantunan Salawat Nabi, suasana pertemuan menjadi hening namun penuh religius. Tampaklah sososok Gubernur Kepri sebagai contoh dari Intelektual Melayu. Sosok pemimpin yang cerdas, santun, religius dan berakar pada budaya bangsa Melayu yang bersendikan ajaran Islam.
Kepri yang hanya 10 % wilayah daratan mampu mewujudkan cita-cita dan harapan masyarakat Kepulauan Riau. Ide dan gagasan Gubernur untuk menyejahterahkan rakyatnya dengan mengalokasikan anggaran untuk Kesehatan melalui BPJS Kesehatan patut diacungkan jempol. Pembangunan sektor industri dan kelautan serta pariwisata menampakkan trend kenaikan dari waktu ke waktu.
Kaum Sarjana di Era Yunani Kuno.
Kaum cendikiawan ini adalah tetesan “dewa” kata bangsa Yunani Kuno, ketika negara kota (polis) yang berdiri pada abad ke delapan dan keenam sebelum Masehi. Athena, Sparta, Korintus, Thebes, Siracusa, Aegina, Argos, Eretria, dan Elis adalah negara-negara kota besar yang banyak memberikan pengaruh kepada pembentukan negara-negara kota lainnya yang menjadi cikal bakal pembentukan negara modern.
Athena menggunakan sistem demokratis yang dicetuskan dalam Konstitusi Solon pada awal abad keenam SM. Sistem ini menyatukan masyarakat negara kota Athena yang sebelumnya terpecah belah yang nyaris bubar.
Pada sistem ini, masyarakat diwakili para anggota dewan yang terdiri dari 400 orang. Masing-masing dewan ini berasal dari masyarakat elite yang dipilih. Dewan ini juga yang menyelenggarakan pemilu, mengambil keputusan hukum, dan kebijakan peperangan.

Sistem ini menyokong hadirnya kalangan pemikir, ilmuwan, dan masih banyak lagi yang menawarkan kemajuan dalam sejarah Yunani kuno dari Athena. Athena juga menekankan seni, arsitektur, dan sastra.
Sementara Sparta, bersifat oligarkis. Hanya ada segelintir orang yang menguasai pemerintahan Sparta dengan senat yang terdiri dari 30 orang. Anggota senat ini adalah pemimpin dari kalangan warga negara tertentu.
Begitupun pada kedua contoh negara kota ini baik Atena maupun Sparta mengandalkan orang-orang cerdik cendikia atau ilmuwan (filosof) dalam pilihan sistem pemerintahannya. Inilah yang kemudian disebut dengan bentuk pemerintahan Aristokrasi.
ISMI Sebagai Penyambung Asa
ISMI harus belajar dari peradaban Yunani ini. Ismi harus mampu mendorong para anggotanya untuk memasuki seluruh sektor pembangunan, tak terkecuali di wilayah politik, agar Melayu hadir dalam menentukan jalannya pemerintahan untuk menyejahterahkan rakyatnya.
Jika pada masa Yunani Kuno, rakyat yang hendak disejehaterahkan cukup mewakilkan kehendaknya disampaikan kepada kaum cerdik pandai cendikia itu, maka di era pemerintahan modern, Rakyat dapat menyampaikan harapannya melalui kaum intelektual Melayu yang duduk di berbagai sektor pemerintahan. Ini perlu untuk menyikapi siostem politik yang cenderung bergeser dari pemerintahan Demokrasi ke sistem pemerintahan yang cenderung bergerak ke arah Monarki yang berujung pada Tirani Mayoritas.
Jika pada masa Yunani Kuno harapan itu disampaikan kepada kaum Scholarship yang berarti juga tidak dimintai keinginan rakyat satu persatu seperti pada sistem demokrasi liberal, maka di era ini kehadiran Sarjana Melayu harus diperkuat sebagai wadah penyambung asa Puak Melayu.
Seumpama tim dokter yang akan mengoperasi pasiennya yang sedang sakit, tak begitu penting mendengarkan keluhan pasien dan keluarganya dalam menjalankan operasi pembedahan, apalagi ikut menentukan prosedur operasi. Cukup diserahkan sepenuhnya kepada Tim Ahli. Begitulah peranan cerdik pandai cendikia (sarjana).
ISMI adalah kaum scholarship (akar kata dari school=sekolah) yang pada masa Yunani Kuno sebagai kelompok filsuf dan cendekiawan yang memberikan sumbangan pemikiran dalam berbagai bidang, mulai dari etika, politik, logika sampai pada matematika.

Kelompok ini membawa pengaruh dalam perkembangan peradaban Yunani kuno. Tokoh seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Thales, Anaximander,Heraclitus, Phytagoras, Xenophanes dan Parmenides adalah sederetan nama-nama kaum scholarship yang sampai hari ini pemikirannya dikutip oleh para ilmuwan modern yang menjadi dasar pembangunan keilmuan yang mengubah peradaban dunia saat ini.
Peran Intelektual Muslim dalam Pusaran Sejarah Indonesia Melayu identik dengan Islam. Malay is Moslem. Sarjana Melayu sama dengan sarjana Islam, cendikiawan Muslim. Pada masa perjuangan kemerdekaan kelompok Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) menjadi kelompok yang ditakuti oleh Kolonial Belanda. Kata “Ulama” adalah untuk menggambarkan orang yang berilmu, kaum cerdik pandai cendikia.
Sama dengan kata sarjana, yakni orang yang menguasai ilmu pengetahuan. Nahdlatul Ulama adalah kumpulan para ulama, kumpulan para sarjana muslim. Jadi hakekatnya sama dengan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Kalau diterjemahkan secara harfiah, maka ICMI itu adalah kumpulan ulama Indonesia atau Sarja Muslim Indonesia.
Akan tetapi karena masing-masing organisasi ini memiliki Anggaran Dasar, memiliki entitas sebagai subyek hukum perkumpulan atau yang berbadan hukum, maka perbedaannya tampak dalam tujuan dan kerja-kerja organisasi yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar.
Pola ini juga yang dianut oleh Ikatan Sarjana Melayu Indonesia (ISMI). Melayu yang identik dengan Islam, maka isinya sudah pasti para Ulama Melayu, para sarjana dengan berbagai kualitas keilmuannya yang memiliki visi dan misi keumatan yang dapat memposisikan dirinya sebagai agen perubahan.
Oleh karena itu para ilmuwan ini tidak hanya lahir dari kampus-kampus dengan pendidikan formal, tapi juga mereka-mereka yang lahir dari berbagai Pendidikan non formal bahkan menguasai pengetahuan secara otodidak dan pengalamannya yang berharga seperti pada zaman Yunani itu. Para filosof Yunani dan ulama-ulama besar tidak semua terlahir dari Lembaga Pendidikan formal.
Tak seorangpun di antara kita yang tak pernah mendengar Imam Abu Hanifah (699-767 M) peletak dasar Mazhab Hanafi. Beliau tidak mengikuti pelajaran pada sekolah-sekolah formal. Beliau hanya belajar kepada sahabat sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yakni Anas bin Malik, Abdullah bin Abi Aufa, Sahal bin Saad, Abdullah bin Al Harith dan Abdullah bin Anas. Kecintaannnya terhadap ilmu membawa beliau untuk berguru secara non formal kepapa lebih dari 4000 orang ulama yang menjadikannya sebagai ulama besar.
Thomas Alva Edison (1847-1931 M).yang dikenal sebagai penemu lampu pijar, tidak memiliki pendidikan formal yang panjang. Pada masa kecilnya, Edison selalu mendapat nilai yang tidak baik di sekolah. Ia hanya mengenyam pendidikan formal selama beberapa bulan saja.
Helen Keller (1880-1968 M) juga merupakan contoh inspiratif dari seseorang yang berhasil melalui pendidikan nonformal. Keller kehilangan penglihatan dan pendengaran sejak usia dini. Ia belajar berkomunikasi melalui bimbingan Anne Sullivan, seorang guru yang mengajarinya di luar sistem pendidikan formal.
Wikipedia menuliskan, "Anne memegang tangan Helen di bawah air dan dengan bahasa isyarat, ia mengucapkan "W-A-T-E-R" pada tangan yang lain. Saat Helen memegang tanah, Anne mengucapkan "L-A-N-D" dan ini dilakukan sebanyak 30 kata per hari. Helen diajar membaca lewat fingerspelling sampai mengerti apa maksudnya." Dengan bantuan Sullivan, Keller belajar membaca, menulis, dan berbicara, serta akhirnya menjadi penulis produktif dan aktivis hak-hak disabilitas. Prestasinya menunjukkan bahwa pendidikan nonformal bisa menjadi sarana yang kuat untuk mengatasi keterbatasan dan mencapai potensi penuh.
Saat ini angka pencari kerja sangat tinggi tak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja. Ini menjadi isu krusial dan menjadi tantangan ISMI ke depan. Potensi kelautan dan pertanian yang dimiliki masyarakat di wilayah-wilayah Melayu belum dimanfaatkan dengan baik. Menggeser rakyat dari budaya nelayan ke industri kelautan dan perikanan adalah syarat mutlak bagi pemberdayaan masyarakat Melayu pesisir.
Demikian juga menggeser budaya para petani ke industri pertanian adalah cara yang tepat untuk mengangkat angka kemiskinan di wilayah-wilayah hunian Melayu. Mengalihkan wisata tradisonal ke sektor industri wisata juga menjadi syarat mutlak yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat Melayu. ISMI harus mengambil porsi guna mendorong partisipasi masyarakat dalam penguatan dirinya.
Model-model pembelajaran untuk semua yang selalu kami sebut sebagai “universitas rakyat” semua boleh belajar untuk semua bidang pengetahuan tanpa ada batasan umur dan syarat ijazah serta tanpa gelar patut untuk digagas ISMI dalam program kerjanya 5 tahunannya.
Sarjana Sebagai Titisan Dewa
Para sarjana, para ilmuwan adalah titisan Sang Pencipta. Pada masa negara Yunani Kuno, para ilmuwan ini disebut sebagai “Titisan Dewa”. Jika para ilmuwan berdiam diri, itu berarti negara dalam keadaan baik-baik saja. Akan tetapi ketika kelompok ilmuwan ini mulai gelisah dan turun ke jalan itu berarti negara dalam keadaan sekarat.
Gerakan para ilmuwan adalah sebuah warning dan banyak negara bubar dan pemimpin negaranya jatuh karena diawali dari gerakan para ilmuwan. Itulah sebabnya Kiyai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari ditakuti oleh pemerintah Kolonial Belanda. Sebagai organisai yang menghimpun ulama (baca:sarjana), kelompok ini memang patut ditakuti. Demikian juga sejarah kejatuhan Orde Lama dan Orde Baru juga karena adanya gerakan dari kampus-kampus yang dibelakngnya berdiri para ilmuwan.
Itulah sebabnya kehadiran para sarjana menjadi penting bagi upaya pencapaian tujuan bersama. Sarjana tidak hanya sebagai kelompok pemikir, tetapi juga sebagai kelompok yang menjalankan dan mengawasi proses penyelenggaraan negara.
Tantangan ISMI Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Sarjana menjadi “dewa” bagi mewujudkan harapan kelompok yang terabaikan. Sarjana menjadi harapan bagi kaum yang tertindas. Sarjana tidak hanya menjadi mimpi bagi kaum dhu’affah mustadh’affin, untuk dapat disejahterahkan akan tetapi juga menjadi tempat para ‘umarah, para pemimpin untuk meminta fatwa.
Visi Indonesia Emas 2045 dicanangkan oleh Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo yang yang diteruskan oleh Presiden ke-8 Prabowo Subiyanto. Visi ini bersisikan ide atau gagasannya hendak membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. Visi ini diperkirakan akan dapat diwujudkan pada tahun 2045. Ide dan gagasan ini akan diluncurkan tepat pada 100 Tahun usia kemerdekaan Republik Indonesia.
Gagasan ini disusun oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional pada Era Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan diresmikan oleh presiden pada tanggal 9 Mei 2019. Presiden Jokowi optimis bahwa Indonesia akan menjadi ekonomi terbesar keempat atau kelima di dunia pada tahun 2045.
Kini sarjana Melayu telah berhimpun, karena itu ISMI sebagai kelompok intelektual Melayu dapat mengambil peluang ini untuk menyelaraskan program, kerjanya dengan program kerja pemerintah. ISMI dapat memberikan masukan dan petuah bagi para pemimpin di negeri ini.
Jadilah ISMI sebagai kelompok yang dapat memberikan solusi untuk mengatasi berbagai rintangan yang dihadapi bangsa ini dalam upaya mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Ikatan Sarjana Melayu Indonesia dapat menjadikan “pertemuan Pekanbaru ini” menjadi tonggak baru kiprah Ikatan Sarja Melayu Indonesia ke depan.
Tonggak baru peranserta ISMI dalam pembangunan bangsa guna percepatan pencapaian masyarakat adil, makmur dan sejahtera dan menjadikan Inonesia sebagai bangsa yang mandiri, berdaulat serta bermartabat di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Semoga!
***) Penulis Prof Dr OK Saidin adalah Ketua Umum PB Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI)