Medan (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara menjatuhkan vonis kepada Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Al Maksum Langkat Muhammad Sadri (47), karena korupsi Program Indonesia Pintar (PIP), yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8,15 miliar.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Muhammad Sadri dengan pidana penjara selama satu tahun penjara,” kata Hakim Ketua Kasim di ruang Sidang Cakra VI, Pengadilan Tipikor, PN Medan, Senin (9/12).
Hakim menyatakan perbuatan terdakwa Sadri telah terbukti bersalah melakukan korupsi yakni pemotongan biaya hidup Program Indonesia Pintar, mahasiswa tahun 2020–2023, sebagaimana dakwaan subsider.
“Terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelasnya.
Selain pidana penjara, majelis hakim juga menghukum terdakwa Sadri untuk membayar denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan.
“Dari total kerugian keuangan negara sebesar Rp8,15 miliar, terdakwa diyakini telah menikmati uang sebesar Rp1,99 miliar. Sehingga, terdakwa juga dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp1,9 miliar,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, dikarenakan terdakwa Sadri telah mengembalikannya sejumlah uang yakni sebesar Rp1,65 miliar ke rekening masing-masing mahasiswa, maka terdakwa dikenakan uang pengganti sebesar Rp249 juta lebih.
"Menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada terdakwa sebesar Rp 249.675.000 atau Rp249 juta lebih, dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata Kasim.
Namun, lanjut dia, apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan.
Menurut majelis hakim, hal memberatkan perbuatan terdakwa karena bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara keadaan yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum.
Setelah membacakan putusan, Hakim Ketua Kasim memberikan waktu tujuh hari kepada JPU (jaksa penuntut umum) Kejari Langkat dan terdakwa untuk menyatakan sikap apakah menerima atau mengajukan upaya hukum banding.
Diketahui vonis itu lebih ringan dari tuntutan JPU Ria Tambunan, yang sebelumnya menuntut terdakwa Sadri dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan serta denda sebesar Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
JPU juga menuntut terdakwa Sadri untuk membayar uang pengganti sisa kerugian keuangan negara sebesar Rp249 juta subsider sembilan bulan penjara.