Medan (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Utara menyatakan, sampai Februari 2024, modal dan likuiditas perbankan di wilayahnya mengalami kenaikan.
"Sektor perbankan Sumut menunjukkan ketahanan," ujar Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Sumut Wan Nuzul Fachri di Medan, Kamis.
Wan Nuzul menyebut, hingga Februari 2024, dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan Sumut meningkat setelah sempat stagnan pada periode serupa tahun 2023.
OJK mencatat, sampai bulan kedua 2024, perbankan Sumut tumbuh 6,31 persen secara "year on year" (yoy) dengan total DPK mencapai Rp320,30 triliun. Pada Februari 2023, pertumbuhan DPK berada di 2,83 persen yoy.
Menurut OJK Sumut, geliat DPK itu disokong dari kenaikan simpanan deposito sebesar 9,08 persen yoy. Secara struktur, jenis simpanan terbanyak di perbankan Sumut adalah tabungan (42,67 persen), deposito (39,62 persen) dan giro (17,71 persen).
Untuk likuiditas perbankan Sumut, OJK mencatat bahwa kondisinya terjaga pada Februari 2024.
Hal tersebut dilihat dari rasio alat likuid (AL) terhadap "non-core deposit" (NCD) atau AL/NCD di bank-bank Sumut pada Februari 2024 ada di 121,32 persen, naik dari Desember 2023 yang bertengger di 120,45 persen.
Lalu, pada periode yang sama, rasio AL dengan dana pihak ketiga (DPK) atau AL/DPK ada di titik 27,55 persen, menanjak dibandingkan Desember 2023 yaitu 26,07 persen.
"Nilai AL/NCD dan AL/DPK itu jauh melampaui ambang batas yang ditentukan sebesar 50 persen dan 10 persen," kata Wan Nuzul.
Dia menegaskan, ketahanan modal perbankan Sumut juga solid dengan rasio kecukupan modal (CAR) 31,01 persen pada Februari 2024, lebih tinggi dari Desember 2023 yaitu 28,23 persen.
Kondisi tersebut, dijelaskan Wan Nuzul, mengindikasikan bahwa jumlah modal perbankan Sumut masih mencukupi dalam menghadapi risiko potensial.
Dia pun menegaskan bahwa OJK dan industri perbankan akan terus memantau risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas. Ini terkait dengan sentimen suku global yang bertahan tinggi dan potensi peningkatan risiko kredit setelah berakhirnya kebijakan restrukturisasi COVID-19 pada Maret 2024.
"Untuk itu, kami meminta perbankan meningkatkan daya tahan dengan memperkuat permodalan dan menjaga coverage CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai-red). Selain itu, harus rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalan dalam menyerap potensi risiko," tutur Wan Nuzul.