Dalam revisi permendag itu, Zulhas menyebut, pemerintah juga akan memisahkan secara tegas platform “social commerce” dan “social media”.
“Tidak ada sosial media, ini tidak da kaitannya, jadi dia harus dipisah. Jadi algoritmanya itu tidak semua dikuasai, dan ini mencegah penggunaan data pribadi, apa namanya, untuk kepentingan bisnis,” kata dia.
Selanjutnya, ujar Zulhas, yang akan diatur dalam revisi permendag itu adalah positive list atau daftar barang yang diperbolehkan untuk diimpor. Ia mencontohkan salah satu barang yang tidak boleh diimpor adalah batik.
"Kalau dulu ada negative list. Sekarang (positive list) yang boleh, yang lainnya tidak boleh, akan diatur. Misalnya batik, buatan Indonesia, di sini banyak kok," ujarnya.
Barang impor, kata Zulhas, juga akan mendapat perlakuan yang sama dengan barang dalam negeri. Misalnya untuk makanan impor harus memiliki ketentuan sertifikasi halal, sedangkan untuk barang perawatan kulit atau kecantikan harus memiliki izin dari BPOM RI.
“Kalau barangnya elektronik harus ada standardnya. Jadi perlakuan sama dengan yang ada di dalam negeri atau offline,” ujar dia.
Revisi permendag itu juga akan melarang penjualan barang impor di bawah harga 100 dolar AS atau setara dengan Rp1,54 juta (asumsi kurs saat ini Rp15.400 per dolar AS).
“(Revisi Permendag mengatur) tidak boleh bertindak sebagai produsen. Yang terakhir kalau impor, kita satu transaksi 100 dolar AS minimal,” kata Zulhas.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pemerintah larang “social commerce” fasilitasi transaksi dagang perdagangan.