Jakarta (ANTARA) - Jauh sebelum SEA Games Vietnam 2021 dibuka pada 12 Mei 2022, Indonesia sudah memasang target empat besar dalam klasemen medali.
Tetapi dua hari menjelang SEA Games era pandemi COVID-19 ini ditutup 23 Mei mendatang, Indonesia menyodok ke posisi tiga dalam daftar perolehan medali Vietnam 2021.
Sampai Sabtu 21 Mei, Indonesia sudah mengumpulkan 212 medali yang terdiri atas 59 medali emas, 79 medali perak dan 74 medali perunggu.
Dengan jumlah medali sebanyak itu Indonesia menyalip Filipina dan juga Singapura yang keduanya turun ke posisi empat dan lima ketika kompetisi tinggal dua hari lagi.
Sampai Sabtu kemarin itu, sudah 470 medali emas dialokasikan kepada para atlet Asia Tenggara yang menjadi nomor satu dalam nomor dan cabang olahraga yang mereka persaingkan.
Jumlah sebesar itu sama dengan 89 persen dari total 526 medali emas dari 526 nomor pada 40 cabang olahraga yang dipertandingkan dan diperlombakan dalam SEA Games Vietnam 2021.
Dengan demikian, tinggal 56 medali emas yang masih akan diperebutkan pada dua hari terakhir SEA Games 2021; yakni Minggu 22 Mei ini dan keesokan harinya 23 Mei.
Indonesia sudah jauh meninggalkan Singapura dan Filipina dalam hal koleksi medali, termasuk medali emas. Selisih medali dengan kedua negara itu mencapai 12-13 medali emas. Selisih yang cukup besar yang akan sangat berat untuk bisa disalip, apalagi Indonesia masih akan menambang medali dalam dua hari terakhir SEA Games ini.
Uniknya, berdasarkan perhitungan ANTARA, Indonesia untuk sementara memimpin dalam hal tingkat efektivitas atlet dalam mempersembahkan medali pada SEA Games ini. Angkanya mencapai 42 persen.
Walaupun ini hanya sementara yang merupakan perbandingan antara jumlah medali yang sudah didapatkan Indonesia terhadap total atlet yang dikirimkan Indonesia ke Vietnam, paling tidak memberikan petunjuk mengenai tingkat kualitas atlet Indonesia selama berkompetisi dalam SEA Games yang ditunda satu tahun gara-gara pandemi COVID-19 tersebut.
42 persen ini adalah perbandingan antara total 212 medali yang dikoleksi Indonesia sampai Sabtu 22 Mei terhadap 499 atlet yang dikirimkan Indonesia ke Vietnam.
Berdasarkan pola perhitungan yang sama, angka Indonesia itu tipis satu persen di atas tuan rumah Vietnam yang memiliki efektivitas medali 41 persen, dari total 396 medali sampai 21 Mei terhadap total 965 atlet yang diturunkan tuan rumah untuk berkompetisi dalam 40 cabang pada SEA Games 2021.
Tingkat efektivitas sementara ketiga terbaik dipegang Singapura yang menurunkan 476 atlet. Untuk sementara negeri ini telah mengumpulkan 162 medali. Artinya untuk sementara memiliki efektivitas 34 persen.
Thailand menempati urutan ketiga dengan 32 persen, berikutnya Filipina dengan 31 persen, dan Malaysia dengan 25 persen. Enam negara lainnya memiliki efektivitas jauh lebih rendah dibandingkan dengan kelima negara itu.
Posisi ini membuat Indonesia kemungkinan tak akan tergoyahkan lagi sampai hari terakhir kompetisi. Bukan saja Indonesia masih sangat bisa menambah koleksi medali, namun juga medali yang diburu semakin sedikit dengan hanya menyisakan 11 persen medali atau sekitar 56 medali emas lagi.
Paradigma baru efektif?
Satu hal menarik di balik statistik sementara itu adalah pendekatan Indonesia untuk hanya menurunkan atlet-atlet yang memiliki rekam jejak prestasi dalam ajang-ajang sebelum SEA Games sehingga mereka hampir dijamin pasti memperoleh medali, sepertinya sudah berada di jalan yang benar.
Menurut Kementerian Pemuda dan Olahraga, atlet yang diberangkatkan ke Vietnam memang sudah melalui tahapan review dan analisis berbasis data dari prestasi dalam SEA Games sebelumnya serta kejuaraan cabang tunggal atau single event regional atau internasional yang diikuti atlet pada 2019-2021.
Itu berbeda dengan ketika Indonesia mengirimkan sebanyak-banyaknya atlet hingga 841 atlet ke SEA Games Filipina 2019 tanpa melalui proses review tetapi medali yang didapatkan tidak sepadan dengan anggaran yang dikeluarkan.
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali sampai menyatakan seleksi pengiriman atlet ke ajang multicabang olahraga internasional akan ditempuh dengan lebih ketat lagi dengan menggunakan parameter terukur dan berdasarkan data di mana hanya cabang olahraga dan atlet yang berpotensi meraih medali saja yang diberangkatkan.
Jika melihat data sampai 21 Mei itu sepertinya ada hubungan positif antara keinginan memberi bobot lebih kepada rekam jejak atlet dalam event-event sebelumnya dengan medali yang diperoleh Indonesia sejauh ini, sekalipun tak semua atlet menyumbangkan medali seperti diyakini sebelum ini diyakini otoritas olahraga nasional sewaktu memberangkatkan atlet ke Vietnam.
Tetapi jika pada akhirnya paradigma ini berhasil, maka pola pengiriman atlet yang selektif berbasis data prestasi atlet ini patut diterapkan pula oleh semua pemangku kepentingan olahraga di berbagai tingkatan di Indonesia, mulai daerah sampai pusat.
Dengan cara seperti ini, kompetisi-kompetisi lain di dalam negeri, dari kejuaraan tingkat daerah sampai kejuaraan nasional, termasuk Pekan Olahraga Nasional (PON), semestinya menghasilkan atlet-atlet yang memang siap bertarung dalam semua skala kompetisi, tidak saja jago kandang.
Dan atmosfer seperti ini bisa menular ke kawasan sehingga apa yang dihasilkan dalam SEA Games dan kompetisi-kompetisi regional lain menjadi ukuran terpercaya yang bisa membuat atlet bisa berbuat lebih banyak lagi dalam semua panggung olahraga level atas, termasuk Asian Games dan Olimpiade.
Situasi ini bisa membantu Asia Tenggara dalam mendorong reformasi sistem kompetisi dalam SEA Games, mulai dari pemilihan cabang olahraga yang akan dikompetisikan, sampai sistem penjurian kompetisi agar menjadi lebih baik lagi yang makin menciptakan iklim kompetisi yang lebih sehat.
Dengan iklim seperti ini, atlet menjadi terbiasa dalam atmosfer kompetisi yang sehat yang pada akhirnya menular kepada aspek-aspek lain di luar olahraga dalam masyarakat lebih luas dan bahkan menjadi budaya kawasan sehingga kohesi kawasan semakin besar, sampai tingkat people to people.
Asumsi ini tak berlebihan karena berkaca dari olahraga profesional dan ajang-ajang multicabang internasional seperti Olimpiade, nilai-nilai kompetisi olahraga yang sehat yang menjunjung sportivitas bakal turut mendorong solidaritas dan soliditas kawasan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan cara demikian, maka kesadaran hidup dalam kawasan yang terintegrasi sebagai sebuah kawasan yang satu secara luar dalam, menjadi semakin tinggi yang akhirnya menguatkan kawasan dalam banyak arena kehidupan sampai akhirnya bisa membuat Asia Tenggara menjadi kawasan yang lebih kuat dan semakin kuat, persis seperti didambakan Vietnam dalam jargon SEA Games edisi ini, "For a Stronger Southeast Asia", "untuk Asia Tenggara yang lebih kuat."
Jika segalanya berjalan sesuai dengan pemahaman ini, Indonesia tak saja berhasil melewati target empat besar, tapi juga bisa turut memperbaiki atmosfer kompetisi menjadi yang lebih pro prestasi, pro sportivitas dan pro kepentingan atlet, persis berlaku dalam kancah-kancah olahraga profesional global.