Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menjelaskan gejolak ekonomi global telah berdampak pada aspek moneter dan fiskal negara sehingga perlu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi pertamax pada 1 April 2022 menjadi Rp12.500,00 per liter.
"Saya kira situasinya memang tidak memungkinkan, enggak mungkin kita tak menaikkan yang namanya BBM, enggak mungkin. Oleh sebab itu, kemarin naik (harga) pertamax," kata Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4), yang disiarkan Sekretariat Presiden, Rabu.
Presiden menyampaikan situasi ekonomi global saat ini merupakan situasi yang tak mudah. Gejolak ekonomi global telah memicu inflasi hampir di seluruh negara.
Kenaikan inflasi global tersebut, kata Presiden, mulai dirasakan oleh masyarakat. Ia mencontohkan inflasi global juga melanda negara ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat, dengan indeks harga konsumen yang mencapai 7,9 persen dari tren semula di bawah 1 persen.
Baca juga: Pertamina Sumbagut siapkan 309 SPBU 24 jam untuk memastikan ketersediaan BBM
"Di Uni Eropa (UE) juga sudah masuk ke (inflasi) 7,5 persen yang biasanya kira-kira hanya di angka 1 persen, Turki di angka 54 persen," ujarnya.
Dampak dari kenaikan inflasi global tersebut juga melanda Indonesia. Presiden mengatakan bahwa Pemerintah sudah berupaya agar tidak ada kenaikan harga, tetapi situasinya memang tidak memungkinkan.
Oleh karena itu, Presiden meminta seluruh jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju dan kepala lembaga nonkementerian terkait untuk terus mengkalkulasi agar harga gas dan harga pangan tidak memberatkan masyarakat.
"Kewaspadaan yang tinggi ini harus setiap hari, setiap minggu harus dihitung terus, bagaimana harga gas, dan terutama memang selain memang harga energi dan harga pangan," kata Presiden Jokowi.
Sebelumnya, BUMN pertambangan, PT Pertamina Persero menaikkan harga BBM jenis pertamax menjadi Rp12.500,00 per liter atau naik dari harga sebelumnya yang sebesar Rp9.000,00 per liter. Kenaikan harga pertamax itu, menurut Pertamina, masih jauh di bawah nilai keekonomian yang berkisar Rp16 ribu per liter.