Jakarta (ANTARA) - Vaksinasi COVID-19 dosis tiga penguat daya tahan tubuh diberikan pada masyarakat dengan interval enam bulan setelah suntikan vaksin primer dosis lengkap, kata pejabat Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
"Vaksinasi booster akan dimulai di Bulan Januari 2022 untuk peserta yang sudah mendapatkan vaksin primer minimal enam bulan sebelumnya," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.(7/1)
Latar belakang interval vaksin penguat dalam enam bulan terakhir sejak suntikan dosis pertama dan kedua dikarenakan adanya penelitian vaksin sebelumnya pada waktu tertentu mengalami penurunan proteksi secara imunologi dan klinis.
Baca juga: Dinkes Medan imbau puskesmas proaktif ajak lansia divaksin
Ia mengatakan vaksinasi penguat diprioritaskan untuk usia di atas 18 tahun ke atas dan dilaksanakan di kabupaten/kota dengan kriteria capaian vaksinasi dosis pertama 70 persen dan dosis kedua 60 persen. Sampai saat ini terdapat 244 kabupaten/kota yang sudah memenuhi kriteria.
Dalam upaya percepatan cakupan vaksinasi pada daerah yang belum mencapai 70 persen dosis pertama kelompok lansia dan anak-anak 6-11 tahun, kata Agus, Kementerian Dalam Negeri akan memberikan apresiasi dan sanksi.
Agus mengatakan penetapan dasar hukum pelaksanaan vaksinasi penguat masih menunggu penelitian terkait mekanisme, pembiayaan dan lainnya dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Kemenko PMK telah menyelenggarakan rapat koordinasi lintas sektoral untuk membahas kesiapan pelaksanaan vaksinasi dosis penguat dan vaksinasi anak usia 6-11 tahun pada Jumat (7/1) ini.
Pada kesempatan tersebut, hadir sejumlah perwakilan kementerian/lembaga pemerintah dan nonpemerintah, juga berbagai asosiasi terkait.
Dalam kesempatan itu Agus mengemukakan dibutuhkan komunikasi yang baik tentang mekanisme vaksinasi penguat, khususnya kepada masyarakat internasional.
"Benar bahwa kita harus berhati-hati dalam menyampaikan komunikasi publik tentang vaksinasi penguat ini, terutama di tingkat internasional. Mengingat adanya aspek kesetaraan vaksin, di mana masih banyak negara lain yang cakupannya masih rendah (10 persen) di bawah cakupan minimal yang ditetapkan WHO,” katanya.