Jakarta (ANTARA) - Tim Advokasi Laporan Warga dari Lapor COVID-19 Yemiko Happy menyebutkan permasalahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda hingga NIK telah terpakai oleh orang lain menjadi permasalahan yang dihadapi saat menjalankan program vaksinasi pada masyarakat umum.
“Kami melihat ini sebagai suatu tanda umum atau gejala umum bahwa NIK juga bermasalah bagi masyarakat umum. Bukan hanya pada masyarakat rentan yang tidak memiliki NIK,” kata Yemiko dalam diskusi publik bertajuk “Masihkah NIK Menjadi Penghambat Akses Vaksinasi Inklusif Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan” yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (9/12).
Berdasarkan data yang pihaknya catat sejak bulan Agustus 2021 lalu, pihaknya telah mendapatkan sejumlah aduan masyarakat yang berkaitan dengan penggunaan NIK, guna mendapatkan akses mengikuti kegiatan vaksinasi COVID-19 seperti NIK ganda juga NIK tidak terdeteksi pada saat melakukan vaksinasi.
Baca juga: Dokter pelajari munculnya reumatik autoimun usai menderita COVID-19
Selain itu, didapati pula bahwa ada penyalahgunaan NIK oleh orang lain serta jumlah nomor NIK yang salah atau melebihi 16 digit angka. Akibatnya, banyak masyarakat tidak bisa mengikuti vaksinasi karena keterangan NIK telah digunakan atau NIK tidak dapat dimasukkan ke dalam sistem Aplikasi PeduliLindungi.
Terkait dengan NIK ganda Yemiko menjelaskan, masyarakat tak bisa mengikuti vaksinasi karena terdapat keterangan bawa nomor itu sudah terpakai oleh orang dengan nama dan tanggal lahir yang sama, hanya saja menggunakan nomor telepon yang berbeda.
“Kita juga menerima laporan terkait dengan NIK ganda terjadi di Banten. Orang tak jadi menerima vaksin akibat masalah ini kemudian persoalan terkait dengan NIK yang terpakai,” ujar dia.
Menurut Yemiko, NIK yang telah terpakai tersebut tidak mendapatkan persetujuan atau izin dari orang yang bersangkutan. Sehingga tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan, nomor kependudukan itu telah digunakan. Akhirnya, berujung pada permasalahan penyalahgunaan NIK.
Di saat yang sama, pihaknya turut menyoroti bahwa banyak masyarakat yang telah terdaftar dalam Aplikasi PeduliLindungi namun sebenarnya tidak pernah divaksin.
Hal ini kemudian dilaporkan ke pihak pemerintah, namun tidak mendapat jawaban yang jelas dan seringkali di lempar ke beberapa pihak. Sehingga masyarakat memilih untuk melaporkan ke kanal-kanal alternatif.
“Karena persoalan-persoalan yang sudah saya paparkan sebelumnya, itu mereka sudah melaporkan nomor kontak di kartu vaksin. Tapi kemudian dokter tersebut tidak mau menindaklanjuti karena dokter tersebut hanya mau mengurusi persoalan KIPI,” kata dia.
Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah untuk kembali memastikan kanal aduan bagi warga terkait dengan permasalahan NIK dapat dikelola secara baik sehingga dapat menindaklanjuti laporan secara optimal.
“Kami mengajak pemerintah mencoba mengaktifkan kanal-kanal aduannya. Sehingga paling tidak, kami memiliki beberapa rekomendasi terkait persoalan NIK secara umum, sebagai suatu usaha untuk percepatan vaksinasi,” tegas Yemiko.