New York (ANTARA) - Harga minyak merosot pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), membalikkan kenaikan awal dalam sesi yang bergejolak setelah laporan bahwa produksi minyak Arab Saudi akan segera melampaui 10 juta barel per hari untuk pertama kalinya sejak awal pandemi COVID-19.
Laporan tersebut, dari TV Al Arabiya milik Saudi, muncul setelah negara itu, bersama dengan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) lainnya dan sekutunya, setuju untuk tetap berpegang pada peningkatan produksi yang telah disepakati sebelumnya.
Minyak mentah Brent turun 1,45 dolar AS atau 1,8 persen, menjadi menetap di 80,54 dolar AS per barel. Sebelumnya, Brent naik menjadi 84,49 dolar AS per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS jatuh 2,05 dolar AS atau 2,5 persen, menjadi ditutup di 78,81 dolar AS per barel, jauh dari tertinggi sesi di 83,42 dolar AS.
Sejak penutupan Selasa (2/11), Brent dan WTI masing-masing telah anjlok sekitar 5,0 persen dan 6,0 persen.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, sepakat tetap berpegang pada rencana untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 400.000 barel per hari (bph) setiap bulan, kata sumber, meskipun ada seruan dari Amerika Serikat untuk pasokan tambahan guna mendinginkan kenaikan harga.
Arab Saudi telah menolak seruan untuk peningkatan pasokan minyak yang lebih cepat dari OPEC+. Tetapi laporan TV Al Arabiya mengatakan Saudi akan mencapai 10 juta barel per hari pada Desember.
Stok minyak akan mengalami peningkatan "luar biasa" pada akhir 2021 dan awal 2022 karena konsumsi yang melambat, kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, Kamis (4/11).
Harga minyak, yang sebelumnya naik lebih dari dua dolar AS per barel, mulai memangkas kenaikan saat OPEC+ bertemu.
"Sebuah posisi (spekulatif) besar sedang dimuat" sebelum OPEC, kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.
Yawger mengatakan para pedagang kemudian cenderung untuk menjual dan mengambil keuntungan daripada risiko bahwa pasar bisa tergelincir lebih jauh karena Gedung Putih menyerukan peningkatan produksi.
“Mereka lebih suka membukukan keuntungan daripada terlihat terbakar oleh setiap serangan balasan Biden,” kata Yawger, merujuk pada Presiden AS Joe Biden.
Gedung Putih pada Kamis (4/11) mengkritik keputusan produsen-produsen minyak utama untuk menjaga produksi minyak tetap stabil, dengan mengatakan OPEC dan sekutunya tampaknya "tidak mau" menggunakan kekuatan mereka untuk membantu pemulihan ekonomi global.
Produsen utama Arab Saudi dan Rusia yakin harga minyak yang lebih tinggi tidak akan menimbulkan respons cepat dari industri serpih AS, kata sumber OPEC+. Perusahaan-perusahaan AS telah berjanji untuk mempertahankan modal dan memprioritaskan pengembalian investor.
Namun, beberapa perusahaan minyak besar berencana untuk meningkatkan produksi atau pengeluaran serpih tahun depan.