Perbedaan yang dimaksud adalah bagi penumpang diwajibkan membawa surat hasil pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR), sedangkan kru pesawat hanya membawa hasil tes antigen.
"Ini temuan kita dari hasil inspeksi mendadak atau sidak yang kita lakukan di Bandara Kualanamu," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar di Medan, Kamis (28/10).
Baca juga: Kabar gembira, tarif tes PCR di Bandara Kualanamu turun jadi Rp300 ribu
Baca juga: Kabar gembira, tarif tes PCR di Bandara Kualanamu turun jadi Rp300 ribu
Menurut dia, ketentuan yang diberlakukan bagi kru pesawat tidak bertentangan dengan aturan dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Udara di Masa Pandemi.
Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa personel pesawat yang akan bertugas wajib menunjukkan hasil bebas COVID-19, berdasarkan pemeriksaan PCR atau rapid test antigen.
"Artinya kru pesawat dibenarkan hanya menggunakan rapid test antigen," katanya.
Baca juga: Pemprov Sumut dukung kebijakan penurunan harga PCR
Baca juga: Pemprov Sumut dukung kebijakan penurunan harga PCR
Meski demikian, Abyadi menilai bahwa ketentuan tersebut kurang tepat. Karena menurutnya, antara penumpang dan kru pesawat sama-sama memiliki risiko tinggi penularan COVID-19.
Apalagi, lanjut dia, surat hasil rapid test antigen bagi kru pesawat dapat berlaku selama tujuh hari. Selama surat tersebut masih berlaku, tidak ada dilakukan validasi.
"Artinya risiko awak pesawat untuk tertular dan menularkan COVID-19 itu juga sangat tinggi," ujarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, Abyadi menyarankan agar sebaiknya tidak ada perbedaan penerapan syarat bebas COVID-19 antara kru pesawat dengan penumpang.