Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan Indonesia memerlukan 47.000 kilometer sirkuit jaringan tenaga listrik dalam sembilan tahun ke depan, guna menopang target penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 40,9 gigawatt .
"Pada 2030 pemerintah telah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar kurang lebih 40 gigawatt. Untuk itu diperlukan tambahan jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang kurang lebih 47.000 kilometer sirkuit," kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kemennterian ESDM Rida Mulyana dalam webinar yang dipantau di Jakarta, Selasa (7/9)
Penambahan pembangkit listrik nasional yang diproyeksikan sebesar 40,9 gigawatt pada 2030 tercantum dalam konsep Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Baca juga: PLN Sumut pastikan kehandalan listrik di rumah sakit isolasi
Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit bisa mencapai 4,1 gigawatt setiap tahun.
Dari sisi sumber energi, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih akan mendominasi dengan porsi sebesar 15,9 gigawatt atau 39,1 persen yang terdiri dari PLTU mulut tambang sebesar 3,5 gigawatt dan PLTU non-mulut tambang 12,4 gigawatt.
Sedangkan jenis pembangkit listrik tenaga gas uap dengan porsi 5,3 gigawatt atau 12,5 persen dan pembangkit listrik tenaga mesin gas sebesar 2,2 gigawatt atau 5,5 persen.
Sementara porsi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang terbesar akan didominasi pembangkit listrik tenaga air dan minihidro mencapai 8,9 gigawat atau 22 persen dan pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 3,5 gigawatt atau 8,5 persen.
Pemerintah juga menargetkan porsi EBT lainnya sebesar 3,7 gigawatt atau 9,0 persen berupa pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga bayu, pembangkit listrik tenaga sampah, dan lainnya.
Dalam upaya mendukung pembangunan sirkuit jaringan tenaga listrik guna menopang pembangkit listrik, pemerintah telah menerbitkan regulasi terbaru melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2021 tentang ruang bebas dan jarak bebas minimum jaringan transmisi tenaga listrik, sekaligus pemberian kompensasi atas tanah, bangunan, dan tanaman yang berada di bawah ruang bebas tersebut.
Penerbitan regulasi itu dilatarbelakangi kasus blackout separuh Jawa pada 4-5 Agustus 2019 akibat tersenggol pohon sengon yang memasuki ruang bebas jaringan transmisi di Desa Malon, Gunung Pati, Semarang.
Kala itu sejumlah wilayah di Jakarta, Banten, Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah dan sekitarnya mengalami mati listrik yang berdampak kepada 21,3 juta pelanggan, serta terganggunya sistem transportasi hingga telekomunikasi.
"Kami berharap terbitnya peraturan ini dapat membantu pelaku usaha untuk menyelesaikan berbagai dinamika yang muncul saat pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan jaringan transmisi tenaga listrik dengan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat," ujar Rida.