Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap seluruhnya mencapai Rp32,482 miliar dari sejumlah penyedia barang dalam pengadaan bansos sembako penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial tahun 2020.
"Terdakwa Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 bersama-sama dengan Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso menerima uang sebesar Rp1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain dalam pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kemensos tahun 2020," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Muhammad Nur Azis, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPK sita sejumlah dokumen dari Balai Kota Tanjungbalai
Tujuan pemberian suap itu terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya dalam pengadaan bansos sembako.
Pengadaan bansos sembako tersebut dilaksanakan di beberapa wilayah, yaitu di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor (7 kecamatan), Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Bekasi.
Juliari lalu mengadakan rapat di rumah dinas bersama beberapa pejabat eselon 1 dan 2 Kemensos, antara lain dengan Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin, Direktur PSKBS Isak Saqo, Kabiro Umum Kemensos Adi Wahyono, dan Kepala Sub Direktorat Penanganan Bencana Sosial dan Politik sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Reguler PSKBS Victorious Saut Hamonangan Siahaan untuk membahas pelaksanaan bansos dan perusahaan yang akan ditunjuk sebagai penyedia barang.
Baca juga: KPK pastikan tidak ada OTT di Tanjungbalai
Selanjutnya Juliari menunjuk Adi Wahyono sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Direktorat PSKBS.
"Terdakwa memerintahkan Adi Wahyono mengumpulkan 'fee' sebesar Rp10 ribu per paket dari penyedia guna kepentingan terdakwa dan agar Adi berkoordinasi dengan tim teknis Mensos Kukuh Ary Wibowo dalam pelaksanaan pengadaan bansos," ujar jaksa pula.
Adi lalu menyampaikan perintah tersebut kepada Hartono, Pepen Nazaruddin, dan Matheus Joko Santoso yang telah ditunjuk sebagai PPK pengadaan bansos COVID-19.
"Selain itu, Matheus Joko juga mengumpulkan uang fee operasional dari para penyedia bansos guna biaya kegiatan operasional terdakwa dan kegiatan lainnya di Kemensos," ujar jaksa lagi.
Matheus Joko kemudian menerima kertas catatan jumlah kuota paket sembako serta nama perusahaan calon penyedia dari Kukuh Ary Wibowo, kemudian catatan itu dilaporkan Matheus kepada Adi Wahyono dan Adi memerintahkan Matheus untuk merekap dan memasukkan catatan tersebut ke dalam draf usulan penyedia. Draf usulan lalu diberikan ke Pepen Nazarudin untuk diperiksa dan diminta persetujuan Juliari.
Pada Juli 2020 saat tahap 6 bansos sembako selesai, Matheus dan Adi menemui Juliari di ruang kerjanya untuk melaporkan penerimaan "fee", seperti perintah Juliari.
"Atas laporan tersebut, terdakwa meminta Adi Wahyono dan Matheus Joko untuk memaksimalkan pengumpulan uang fee dari penyedia bansos sembako untuk tahap selanjutnya," kata jaksa pula.
Juliari pada September 2020 memerintahkan untuk mengganti PPK bansos sembako dari Matheus menjadi Adi Wahyono, tapi tugas teknis PPK masih tetap dilakukan Matheus.
Matheus Joko dan Adi Wahyono lalu mengumpulkan uang fee dari beberapa penyedia barang pengadaan bansos sembako, yaitu yang berasal dari:
Pertama, dari Harry Van Sidabukke terkait penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) untuk pengadaan bansos tahap 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 yang seluruhnya mencapai 1.519.256 paket.
Pemberian suap diberikan secara bertahap, yaitu pada pertengahan Mei 2020 untuk paket 1 sebesar Rp100 juta, pada akhir Mei 2020 untuk paket 3 sebesar Rp100 juta, pada awal Juni 2020 untuk paket 5 sebesar Rp100 juta, pada pertengahan Juni 2020 untuk paket 6 sebesar Rp100 juta, pada untuk paket sebesar Rp100 juta, pada Juli 2020 untuk paket 7 sebesar Rp100 juta, pada Agustus 2020 untuk paket 8 sebesar Rp150 juta, pada September 2020 untuk paket 9 sebesar Rp200 juta dan pada Oktober 2020 untuk paket 10 sebesar Rp200 juta.
Pada September 2020, Matheus dan Adi juga menerima masing-masing sebesar Rp50 juta dari Harry sebagai uang "fee" operasional.
Kedua, dari Ardian Iskandar Maddnatja terkait penunjukan PT Tigapilar Agro Utama sebesar Rp1,95 miliar untuk pengadaan bansos tahap 9, 10 dan 12 sejumlah total 95 ribu paket.
Pemberian suap diberikan secara bertahap, yaitu pada 15 Oktober 2020 untuk paket 9 sebesar Rp800 juta, pada November 2020 untuk paket 10 sebesar Rp350 juta, dan untuk paket 12 sebesar Rp800 juta.
Ketiga, pemberian fee seluruhnya sejumlah Rp29,252 miliar dari beberapa penyedia barang periode Mei-Desember 2020.
Rinciannya adalah:
1. Pada Mei 2020 menerima uang dari 14 perusahaan penyedia bansos tahap 1 sebesar Rp1,77 miliar.
2. Pada akhir Mei 2020 menerima uang dari 14 perusahaan penyedia bansos sembako tahap 3 sebesar Rp1,78 miliar.
3. Pada awal Juni-pertengahan Juli 2020 menerima uang dari 15 perusahaan penyedia bansos sembako tahap komunitas 1 sebesar Rp3,755 miliar.
4. Pada akhir Juni-awal Juli 2020 menerima uang dari 20 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 6 sebesar Rp5,575 miliar.
5. Pada pertengahan Juli-akhir Juli menerima uang dari 10 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 7 sebesar Rp1,945 miliar.
6. Pada akhir bulan Juli-pertengahan Agustus 2020 menerima uang dari 8 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 8 sebesar Rp2,025 miliar.
7. Pada pertengahan Agustus-akhir Agustus 2020 menerima uang dari 6 perusahaan bansos sembako di tahap 9 sebesar Rp1,38 miliar.
8. Pada akhir Agustus-pertengahan pertengahan September 2020 menerima uang dari 2 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 10 sebesar Rp150 juta.
9. Pada pertengahan September 2020-awal Oktober 2020 menerima uang dari 2 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 11 sebesar Rp1,6 miliar.
10. Pada November menerima uang dari 1 perusahaan penyedia bansos sembako di tahap 12 sebesar Rp150 juta.
11. Pada awal November-akhir November 2020 menerima uang dari 6 perusahaan penyedia Bansos sembako di tahap komunitas 2 sebesar Rp2,57 miliar.
Selain itu, Adi Wahyono juga menerima uang sebesar Rp700 juta dari 6 perusahaan penyedia bansos sembako.
Setelah "fee" dikumpulkan, selanjutnya Juliari menerima "fee" tersebut dari Matheus dan Adi secara bertahap yang jumlah seluruhnya mencapai Rp14,7 miliar.
Pemberian uang dilakukan melalui sejumlah perantara, antara lain Kukuh Ary Wibowo, ajudan Juliari bernama Eko Budi Santoso, dan sekretaris pribadi Juliari Selvy Nurbaity.
Selain diberikan ke Juliari, uang itu juga diberikan kepada sejumlah pihak lain, yaitu Sekjen Kemensos Hartono (Rp200 juta); Dirjen Linjamsos Kemensos Pepen Nazaruddin (Rp1 miliar); Matheus Joko Santoso (Rp1 miliar); Adi Wahyono (Rp1 miliar); Karopeg Kemensos Amin Raharjo (Rp150 juta); anggota tim teknis/ULP yaitu Robin Saputra (Rp200 juta), Rizki Maulana (Rp175 juta), Iskandar Zulkarnaen (Rp175 juta), Firmansyah (Rp175 juta); Yoki (Rp175 juta); Rosehan Asyari atau Reihan (Rp150 juta).
Matheus Joko dan Adi Wahyono juga menggunakan "fee" tersebut untuk kegiatan operasional Juliari selaku Mensos dan kegiatan operasional lain di Kemensos, seperti pembelian ponsel, biaya tes swab, pembayaran makan dan minum, pembelian sepeda Brompton, pembayaran honor artis Cita Citata, pembayaran hewan kurban hingga penyewaan pesawat pribadi.
Atas perbuatannya, Juliari didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.