Jakarta (ANTARA) - Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara senilai Rp1,28 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) sembako COVID-19.
"Terdakwa Harry Van Sidabukke memberi seluruhnya sebesar Rp1,28 miliar kepada Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial RI sekaligus selaku Pengguna Anggaran di Kementerian Sosial (Kemensos)," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhamad Nur Azis saat membacakan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Selain menyuap Juliari, Harry juga didakwa menyuap dua anak buah Juliari yaitu Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan Oktober-Desember 2020 dan Matheus Joko Santoso selaku PPK pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan April-Oktober 2020.
Baca juga: Edhy Prabowo nyatakan siap dihukum mati
"Uang tersebut diberikan terkait penunjukan terdakwa Harry Van Sidabukke sebagai penyedia bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial tahun 2020 seluruhnya sebanyak 1.519.256 paket, melalui PT Pertani (Persero) dan melalui PT Mandala Hamonangan Sude (MHS)," tambah jaksa.
Harry pada April 2020 bertemu dengan Direktur Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin dan Sekretaris Ditjen Perlindungan Jaminan Sosial Kemensos Mokhamad O Royani untuk menanyakan proyek tersebut. Namun PT MHS tidak memenuhi kualifikasi sehingga Harry menemui Lalan Sukmaya selaku Direktur Operasional PT Pertani (Persero) yang telah ditunjuk sebagai salah satu penyedia barang bansos sejak 15 April 2020.
Pertemuan terjadi pada 16 April 2020 di kantor PT Pertani. Lalan pun setuju Harry menyuplai barang-barang non-beras yang dilaksanakan PT Pertani dengan kesepakatan bahwa biaya-biaya untuk operasional dalam hal apapun dengan pihak luar akan menjadi tanggung jawab Harry.
Harry lalu menemui Matheus di ruang kerja Matheus. Matheus lalu memperkenalkan Agustri Yogasmara sebagai pemilik kuota paket bantuan sosial sembako yang akan dikerjakan oleh Harry. Sebagai catatan, Agustri Yogasmara pernah dihadirkan dalam rekonstruksi perkara oleh KPK sebagai perantara anggota DPR fraksi PDIP Komisi II Ikhsan Yunus.
"Beberapa hari kemudian, di Kementerian Sosial Jalan Salemba Raya terdakwa bertemu dengan Agustri Yogasmara (Yogas). Yogas meminta uang fee atas pekerjaan yang akan terdakwa kerjakan tersebut. Atas penyampaian tersebut, terdakwa menyanggupinya," tambah jaksa.
Pada tahap 1, PT Pertani (Persero) mendapatkan kuota paket sebanyak 90.366 paket.
"Sekitar Mei 2020, di ruang Unit Layanan Pengadaan Kementerian Sosial, terdakwa memberikan uang 'fee' oeprasional dalam dolar Singapura senilai Rp100 juta kepada Matheus Joko Santoso," kata jaksa.
Pada tahap 3, PT Pertani (Persero) kembali mendapatkan kuota paket sebanyak 80.177 paket serta paket komunitas sebanyak 50.000 paket. Harry lalu memberikan Fee senilai Rp100 juta dalam bentuk dolar Singapura kepada Matheus di ruang Unit Layanan Pengadaan Kementerian Sosial.
Pada tahap 5, PT Pertani (Persero) kembali mendapatkan kuota paket bansos sebanyak 75.000 paket, sehingga pada awal Juni 2020 Harry kembali memberikan "fee" operasional senilai Rp100 juta kepada Matheus Joko Santoso.
Pada paket 6, PT Pertani (Persero) kembali mendapat sebanyak 150.000 paket sehingga pada pertengahan Juni 2020, Harry menyerahkan uang seniali Rp100 juta kepada Matheus. Dari penerimaan-penerimaan tersebut, Matheus Joko Santoso bertugas melakukan pencatatan dan dilaporkan ke Juliari.
Menjelang tahap 7 pada Juli 2020, Juliari, Adi Wahyono, Matheus Joko dan Kukuh Ary Wibowo bertemu untuk membagi kuota 1,9 juta paket dengan pembagian kepada grup Agustri Yogasmara sebanyak 400.000 paket yang sebagian dari paket tersebut dikerjakan Harry melalui PT Pertani sedangkan PT MHS mendapat kuota 160.000 paket.
Untuk tahap 7, Harry memberikan Rp180 juta sebagai "fee" operasional yang diserahkan pada Juli 2020 kepada Mathus Joko. Harry juga memberikan "fee" kepada Adi Wahyono sebesar Rp50 juta.
Pada tahap 8, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota bansos sebanyak 188.713 paket sehingga Harry memberikan "fee" sebesar Rp150 juta kepada Matheus Joko Santoso di Boscha Cafe.
Pada tahap 9, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota 200.000 paket, Harry lalu menyerahkan "fee" sebesar Rp200 juta pada September 2020 kepada Matheus Joko Santoso melalui supirnya bernama Sanjaya di parkiran Kemensos. Kemudian pada September 2020 di Club Raia Senayan, Harry memberikan Rp50 juta kepada Matheus Joko. Harry juga memberikan Rp50 juta kepada Adi Wahyono di ruang kerja Adi.
Pada tahap 10, PT Pertani dan PT MHS mendapat kuota 175.000 paket sehingga Harry memberikan "fee" sebesar Rp200 juta di parkiran Kemensos pada Oktober 2020 kepada Matheus melalui Sanjaya.
Pada 21 Oktober 2020, sebelum tahap 11, Matheus menginformasikan bahwa kuota PT MHS menjadi 100.000 paket dan PT Pertani 75.000 paket. Namun Harry menyampaikan protes ke Agustri Yogasmara karena keuntungannya menjadi sedikit sehingga kuota PT Pertani turun menjadi 40.000 paket dan PT MHS bertambah menjadi 135.000 paket.
Pada tahap 12, PT Pertani dan PT MHS mendapat jatah 171.000 paket namun uang "fee" tahap 11 dan 12 belum diserahkan Harry karena Matheus sudah ditangkap lebih dulu oleh petugas KPK.
Atas perbuatannya, Harry dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya diancam penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan denda minimal Rp50 juta maksimal Rp250 juta.
Terhadap dakwaan tersebut, Harry tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada 3 Maret 2021.