Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Satu tim yang terdiri atas tiga mahasiswa Universitas Brawijaya Malang membuat alat deteksi dini skizofrenia berdasarkan pola sidik jari yang dinamai Maos App dan mendapatkan beberapa penghargaan dari luar negeri atas temuan mereka.
Rizka Fajriana Putri Ramadhan, salah satu anggota tim, di Malang, Jumat, mengatakan bahwa analisis matematika fraktal digunakan dalam aplikasi deteksi dini gangguan jiwa skizofrenia berdasarkan pola sidik jari tersebut.
"Ide pembuatan Maos App ini berawal dari keprihatinan kami atas sulitnya melakukan deteksi skizofrenia secara dini dengan murah, cepat, dan tepat," tutur Rizka, mahasiswi Program Studi Biologi di Universitas Brawijaya.
Guna membangun aplikasi tersebut, Rizka dan teman-temannya bekerja sama dengan satu rumah sakit di Malang untuk mengambil sampel dari 1.000 orang secara acak guna mengetahui hubungan sidik jari dengan skizofrenia.
Penelitian itu menunjukkan bahwa sidik jari penderita penderita skizofrenia dan bukan penderita skizofrenia berbeda nyata. Perbedaannya berkisar 95 sampai 99 persen.
"Kami menggunakan matematika fraktal dalam mendeteksi sidik jari penderita skizofrenia. Karena fraktal sendiri dapat mendeteksi ketidaksamaan pola sidik jari melalui rumus box-counting," kata Rizka, yang membangun Maos App bersama Nadia Riqqah Nurlayla dari Program Studi Biologi dan Rahma Nur Diana dari Fakultas Ilmu Komputer.
Setelah mendeteksi perbedaan pola sidik jari antara penderita dan bukan penderita skizofrenia, ia menjelaskan, tim membangun aplikasi mobile dan mengintegrasikannya dengan pemindai sidik jari.
"Pengguna aplikasi dapat mengetahui apakah pengguna memiliki gejala skizofrenia atau normal. Aplikasi ini juga memiliki fitur untuk memberikan rekomendasi ketika pengguna terdeteksi mengalami skizofrenia," kata Rizka.
Aplikasi buatan Rizka dan teman-temannya mendapat penghargaan dalam ajang International Exhibition for Young Inventor (IEYI) yang berlangsung 23 sampai 27 Oktober 2019 di Japan Institute of Invention and Innovation.
Ajang yang diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Jepang, Macau, Malaysia, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam itu menyeleksi lebih dari 4.000 proposal inovasi teknologi dan memamerkan 300 di antaranya ke kalangan peneliti, akademisi, instansi pemerintah, dan investor.
Rizka dan teman-temannya berharap temuan mereka bisa dikomersialkan dan memberikan manfaat bagi banyak orang.