Jakarta (ANTARA) - Pemeriksaan saraf penciuman bisa membantu mendeteksi risiko prademensia seseorang, menurut dokter spesialis saraf Atma Jaya Dr dr Yuda Turana, SpS.
Yuda mengatakan, pemeriksaan biasanya dilakukan menggunakan aroma yang familiar dengan kondisi lingkungan pasien.
Setidaknya ada 10 aroma yang umum digunakan dokter di Indonesia antara lain, kayu putih, melati, kopi, jeruk, cokelat, kapur barus, tembakau, menthol, pandan dan minyak tanah.
"Syaratnya dia (pasien) tidak sedang pilek, tidak bersin-bersin. Bila pasien tidak mampu mengidentifikasi jenis aroma itu, kemungkinan besar ada sesuatu (prediktor demensia)," kata dia di kawasan Pluit, Jakarta, Selasa.
Pasien nantinya dibolehkan mencium aroma dua kali selama lima menit sebelum menjawab.
Penelitian Enhancing Diagnostic Accuracy of aMCI in the Elderly pada 2014 yang dilakukan peneliti Fakultas Kedokteran Atma Jaya menunjukkan, skor rendah pada pemeriksaan saraf penciuman menjadi prediktor prademensia.
Dalam studi itu, sebanyak 109 subjek berusia 54-64 tahun terlibat. Hasilnya, jika kemampuan indera penciuman partisipan berkurang maka diprediksi 80 persen dapat mengalami kemunduran ingatan dan kognitif lainnya.
Selain itu, partisipan yang mengalami kemunduran indera penciuman diikuti respons pupil mata yang hipersensitif, maka dia berpeluang 90 persen mengalami kemunduran kognitif.
Prademensia, kondisi seseorang yang sudah mengalami penurunan kognitif namun belum masuk kategori demensia.
Selain melalui pemeriksaan indera penciuman, individu perlu menjalani pemeriksaan kesehatan menyeluruh (medical check up) dalam konteks penuaaan otak, sebaiknya mereka yang sudah berusia 40 tahun sudah melakukannya.
"Setiap orang saat usia 40 tahun sebaiknya sudah pernah melakukan medical check up atau umur yang lebih muda namun dengan faktor risiko misalnya obesitas, diabetes," tutur Yuda.