Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dua hal terkait pemeriksaan tiga saksi kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
KPK pada Kamis memeriksa tiga orang saksi untuk tersangka Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB), yaitu anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Nawafie Saleh, Direktur Keuangan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) Amir Faisal, dan Herwin Tanuwidjaja yang merupakan Direktur PT One Connect Indonesia atau wiraswasta.
"Hari ini, penyidik memeriksa tiga orang saksi untuk tersangka SFB dari unsur Direktur Keuangan PT PJBI, anggota DPR RI dan Wiraswasta untuk kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Dari pemeriksaan Direktur Keuangan PT PJBI, kata Febri, penyidik mendalami keterangan saksi terkait proses penunjukan PT Samantaka.
"Sementara dari anggota DPR RI dan wiraswasta, penyidik menggali informasi mengenai penerimaan uang dari Eni Saragih (mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI)," ucap Febri.
Untuk diketahui, Eni Maulani Saragih merupakan terpidana kasus suap proyek PLTU Riau-1.
"Jadi, kami mendalami secara paralel dua hal dalam rangkaian pemeriksaan beberapa waktu belakangan ini. Pertama terkait dengan proses internal yang terjadi di PLN tentang rencana kerja sama PLTU Riau-1 dan turunannya tentu saja termasuk penunjukan-penunjukan perusahaan yang akan bekerja sama dan yang kedua dugaan aliran dananya," ucap Febri.
KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Diduga telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.
Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.
Dalam penyidikan kasus itu, tersangka Sofyan pun telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 25 April 2019.