Padangsidimpuan 12/6 (Antarasumut)- Dibangun Tahun 1901 Masjid tertua se Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) tidak banyak mengalami perubahan dari bentuk aslinya.
Masjid Syekh Zainal Abidin yang terletak di Desa Pudun Jae, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua merupakan masjid tertua di kota Padangsidimpuan dan Tabagsel, masjid yang berornamen perpaduan antara gaya Arab dan Jawa tersebut selesai dibangun pada tahun 1901.
Melihat komposisi bangunan Masjid Syekh Zainal Abidin di antaranya terbuat dari susunan batu kapur dan tanah, ditopang 1 pilar di dalam ruangan dan 8 pilar di bagian luar masjid, Daya tampung masjid ini diperkirakan bisa menampung 100 jamaah bahkan lebih.
Selain itu, masjid ini juga memiliki lima buah menara, Walaupun bangunannya masih bergaya lama, tapi kemegahan dan kekokohan masjid yang berada di sudut simpang empat by pass dengan jalur Silandit-Lopo Ujung ini masih dapat dilihat hingga kini.
Begitu juga jamaah yang datang juga tidak pernah sepi atau cukup banyak menyempatkan salat di Masjid Syekh Zainal Abidin tersebut, Lokasi masjid yang berada di pinggiran persawahan ring road by pass membuat posisi masjid cukup strategis, Sehingga sering didatangi para pelintas yang kebetulan lewat dan singgah.
Apalagi jamaah juga disuguhi pemandangan hamparan sawah yang eksotik plus kesejukan dan kenyamanan, meskipun sebenarnya kondisi masjid tidak disentuh AC ataupun kipas angin jamaah yang singgah untuk beribah di Masjid tersebut merasa nyaman dan tenang.
Satu daya tarik dan cukup unik masjid ini karena dari keseluruhan arsitekturnya sangat berbeda dari masjid lainnya di kota Padangsidimpua, Desain dari dinding yang begitu tebal pada bagian atas yang berhubung dengan bagian atapnya tidak datar seperti pada umumnya seluruh bangunan dan masjid.
Akan tetapi keseluruhan dinding bagian atasnya melengkung dan sepertinya menggambarkan lafaz Allah.
Masjid ini juga sampai sekarang tak banyak berubah dari bentuk aslinya, namun akibat telah berumur Ribuan tahun sudah banyak yang direnovasi seperti di bagian luar. Yakni, bak penampungan air yang digunakan sebagai tempat mengambil air wudhu bagi yang hendak salat, saat ini lantai telah dikeramik.
Begitu juga daun jendelanya telah diganti dan lantai bagian dalam masjid juga telah direhab dan dijadikan keramik, bangunan masjid Syekh Zainal Abidin dengan luas sekitar 12 x 11 meter memiliki ketebalan dinding dengan diameter sekitar 60 hingga 80 centimeter. Terdapat jendela besar sebanyak empat sebagai ventilasi udara, serta terdapat jendela dengan ukuran yang lebih kecil sebanyak 4 buah, memiliki 1 pilar penyangga di bagian ruangan dalam, dan 8 pilar di bagian luar.
Generasi keempat dari almarhum Syekh Zainal Abidin yaitu Yunan kepada Antara, Minggu (12/6), bercerita sepintas perjalanan panjang dari Syekh Zainal Abidin yang kemudian membangun masjid hingga akhir hayatnya dan dimakamkan bertempat di Pemakaman Tor Gubah atau sekitar 1 kilometer dari masjid.
“Masjid Zainal Abidin dibangun pada tahun 1901, Sebelumnya di tempat yang sama sejak tahun 1800-an juga berdiri masjid, tapi masih berbentuk panggung, dulu masjid tersebut selain untuk sarana tempat beribadah bagi masyarakat juga pernah dijadikan sebagai tempat ‘parsulukan, ujar Yunan.
Lebih lanjut Yunan mengisahkan, sesuai penuturan yang didapatnya dari ayah dan kakeknya serta kakek buyutnya mengungkapkan sedikit perjalanan Syekh Zainal Abidin yang sudah melanglang buana menuntut ilmu agama bahkan hingga sampai ke Banten dan ke jazirah Arab.
Banyak tempat belajar menuntut ilmu agama yang sudah dilaluinya, bahkan hingga Banten dan Arab Saudi, Hal itu juga membuktikan tingkat keilmuannya yang sudah tinggi sehingga beliau (Syekh Zainal Abidin, red) bukan hanya dikenal di seantero Tabagsel, tapi dikenal sampai ke Medan, Duri Riau, Bahkan salah satu sumber pernah bercerita di tempat asalnya di daerah Ciomas Banten juga terdapat nama masjid yang sama, begitu juga gaya arsitekturnya, memang kalau dirunut ke belakang dari perjalanan beliau lama di daerah tersebut, ungkapnya.
Yunan menambahkan, dirinya tidak banyak mengetahui bagaimana detail perjalanan hidup Syekh Zainal Abidin, Tapi yang jelas Syekh Zainal Abidin adalah pengembang syiar agama Islam yang sangat terkenal, Sebenarnya saat ini tidak banyak referensi yang bisa didapat dan yang bisa diketahui dari beliau, contohnya saja tulisan kaligrafi serta ornamen indah di dinding masjid tidak diketahui apa artinya, makanya kita sangat berharap ciri khas dan bangunannya tetap terjaga, pungkasnya.
Kakan Kemenag Padangsidimpuan Drs Efri Hamdani Harahap kepada Antara mengatakan, sesuai data yang dimiliki pihaknya, masjid yang paling tua di Kota Padangsidimpuan dan umurnya telah mencapai satu abad yakni Masjid Syekh Zainal Abidin di Desa Pudun Jae. Kemudian disusul Masjid Raya Lama tepatnya di Kelurahan Wek 1 Kecamatan Padangsidimpuan Utara.
Sejumlah tokoh masyarakat di kota Padangsidimpuan, berharap Pemerintah kota (Pemko) Padangsidimpuan memberikan perhatian serius terhadap keberadaan masjid ini, karena masjid ini aset yang harus dijaga dan dilestarikan serta Masjid ini merupakan bukti peninggalan sejarah tentang pengembangan agama Islam di wilayah Tapanuli Bagian Selatan.
Tidak hanya itu, banyak pihak meyakini Syeikh Zainal Abidin Harahap, termasuk salah satu ulama besar di wilayah Tapanuli Bagian Selatan pada waktu zaman pra kemerdekaan, yang memiliki andil untuk melawan penjajahan kolonial Belanda, dan mendidik masyarakat dengan ilmu-ilmu agama, sehingga kehidupan masyarakat pada zaman itu bisa lebih baik dan taat menjalankan ibadah sesuai perintah agama.