Medan, 12/12 (Antara) - Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Utara memprediksi produksi karet Sumut pada tahun ini paling banyak 450.000 ton atau turun dari total produksi 2014 yang mencapai 465.000 ton
"Produksi yang turun itu karena faktor turunnya harga dan iklim. Penurunan harga memicu banyak petani tidak menderas dan bahkan menebang pohon karetnya," kata Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Eddy Irwansyah di Medan, Sabtu.
Ia mencontohkan harga karet di pasar internasional sebesar 1,17 dolar AS per kilogram sehingga di pabrikan, bahan olah karet (bokar) juga hanya pada kisaran Rp13.000,00-an/kg.
Harga karet itu, kata dia, bahkan diprediksi bakal anjlok lagi karena harga minyak mentah terus melemah.
Dengan kondisi harga yang makin melemah, Gapkindo memprediksi petani makin tidak tertarik merawat tanamannya.
"Akibatnya, ada kekhawatiran produksi karet Sumut anjlok lagi pada tahun 2016. Hal ini akan berpengaruh langsung pada volume ekspor dan devisa komoditas tersebut," kata Edy.
Dewasa ini, lanjut dia, "share" produksi Sumut secara nasional mencapai 33 persen. Provinsi ini menjadi produsen terbesar kedua setelah Sumatera Selatan.
Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut Parlindungan Purba mengatakan bahwa turunnya eskpor berbagai komoditas, khususnya karet dan crude palm oil (CPO), membuat devisa Sumut masih melemah hingga mendekati akhir tahun 2015.
Nilai ekspor Sumut hingga Triwulan III 2015, kata dia, turun sebesar 18,31 persen. Dari Triwulan III 2014 yang sebesar 7,099 miliar dolar AS menjadi 5,799 miliar dolar AS.
Penurunan devisa sudah terjadi sejak Trwiulan I, tinggal 1,829 miliar dolar AS dari periode sama 2014 yang sudah 2,387 miliar dolar AS.
"Krisis global sangat berpengaruh besar pada devisa Sumut. Akibat krisis global, permintaan dan harga ekspor melemah," katanya.
***3***