Medan, 28/6 Antara) - Sebanyak 61 kepala desa di sekitar kawasan Register 40 di Kabupaten Padang Lawas Utara menolak renana eksekusi terhadap lahan yang telah diusahakan masyarakat tersebut.
Aspirasi penolakan rencana eksekusi itu disampaikan Kepala Desa (Kades) Simangambat Jae Muhammad Najib Hasibuan, Kades Sionggoton Lappo Hatoguhan Hasibuan, dan Kades Sigagan Hormat Nasution di Medan, Minggu.
Kades Simangambat Jae Muhammad Najib Hasibuan mengatakan, cukup banyak alasan kades dan masyarakat di kawasan Register 40 menolak rencana eksekusi lahan seluas 47 ribu hektare tersebut.
Alasan pertama, lahan yang akan dieksekusi tersebut merupakan tanah ulayat yang dimiliki dan diusahakan masyarakat secara turun temurun, bahkan sejak pada kolonial Belanda.
Keberadaan lahan tersebut sebagai tanah ulayat telah didaftarkan di Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kecamatan Barumun Tengah pada tahun 1983.
Kemudian, status tersebut didaftarkan di Panitera Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan pada tahun 1983, dan diperkuat lagi dengan pendaftaran di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebupaten Tapanuli Selatan pada 27 Agustus 1992.
Alasan kedua, masyarakat di kawasan Register 40 merasa sangat resah atas rencana eksekusi yang dapat menyebabkan warga kehilangan mata pencaharian yang telah dimiliki selama ini.
Seluruh masyarakat di kawasan Register 40, baik yang ada di Kabupaten Padang Lawas mau pun Kabupaten Padang Lawas Utara telah merasakan manfaat besar dari pengelolaan lahan itu melalui kerja dengan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan.
Melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) bersama KPKS Bukit Harapan, sangat banyak kemajuan yang dirasakan masyarakat, baik secara ekonomi mau pun pranata sosial.
Setelah mendapatkan hasil dari pola PIR tersebut, masyarakat di kawasan Register 40 mengalami perekonomian yang maju sehingga mampu memberikan pendidikan layak pada anak-anaknya.
Kerja sama dengan perusahaan swasta itu juga memberikan pembangunan bagi infrastruktur desa yang selama ini sulit didapatkan dari pemerintah daerah setempat.
"Pada tahun 80-an, mencari tamatan SMA saja sulit di sini. Sekarang, sudah ratusan anak-anak kami yang sarjana. Pada tahun 1999, sepeda motor pun sulit melintas di sini, sekarang jalanannya sudah bagus," ucapnya.
Karena mengetahui kondisi riil yang diterima langsung dari masyarakat masing-masing, pihaknya meminta pemerintah untuk membatalkan rencana eksekusi tersebut.
Sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 26 ayat (2) UU 6/2014 tentang Desa, pihaknya menilai ekseskusi itu justru akan membawa masalah. "Eksekusi bukan solusi terbaik, masyarakat justru resah. Mereka ingin mempertahankan lahan itu, apa pun caranya," tukas Muhammad Najib Hasibuan.
Kades Sigagan Hormat Nasution mengatakan, sebagai ujung tombak aparat pemerintah di tingkat paling bawah, pihaknya menilai masyarakat telah hidup sejahtera setelah bermitra dengan KPKS Bukit Harapan.
Sejak bermitra dengan perusahaan swasta itu mulai tahun 1998, kehidupan masyarakat adat di bekas tiga "luhat" atau kerajaan itu mengalami perkembangan siginifikan.
Sepanjang 2002 hingga 2015, masyarakat di daerah itu telah mendapatkan hasil kemitraan Pola Pir dari KPKS Bukit Harapan sebesar Rp 357,6 miliar.
"Sekarang, anak-anak kami bisa sekolah dan kuliah ke berbagai daerah. Masyarakat gratis berobat ke klinik, juga sekolah ke SD dan SMP. Ini harus dipertimbangkan," ujarnya.
Pihaknya khawatir, jika eksekusi tersebut dilaksanakan, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena masyarakat di daerah merasa sendi-sendi sosial dan ekonomi terganggu.
Sementara itu, Kades Sionggoton Lappo Hatoguhan Hasibuan mengatakan, pihaknya justru mempertanyakan rencana pemerintah yang hanya ingin mengeksekusi lahan yang dikerjasamakan dengan KPKS Bukit Harapan.
"Kalau memang mau dieksekusi, kenapa perusahaan itu saja. Masih banyak perusahaan lain yang ada di Register 40," tambahnya.
Menurut catatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana mengeksekusi lahan Register 40. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan, eksekusi tidak akan memutuskan rantai bisnis yang menghidupi masyarakat di sekitar lahan. ***2***
(T.I023/B/C. Hamdani/C. Hamdani)