Medan, 5/6 (Antara) - Pemerintah perlu melakukan pengkajian secara mendalam terhadap rencana menaikkan tarif dasar listrik karena akan menimbulkan sejumlah konsekuensi yang kontraproduktif, terutama dalam dunia usaha.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan, Kamis mengatakan, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) itu diyakini akan mengganggu iklim investasi di Tanah Air.
"Kenaikan tersebut diperkirakan akan menurunkan daya saing bagi pelaku usaha dalam negeri karena membengkaknya biaya operasional yang harus dikeluarkan," katanya.
Namun, kebijakan tersebut justru akan menguntungkan importir atau perusahaan asing yang mampu menerapkan harga murah atas komoditas yang dimasukkan ke Indonesia karena mengalami kenaikan biaya operasional di negara asalnya.
Oleh karena itu, tambahnya, tidak mengherankan jika berbagai produk dari luar negeri diperkirakan akan "menguasai" pasar dalam negeri disebabkan menurunnya produksi dari pengusaha nasional.
"Ekses penaikan tarif listrik juga akan menyumbang besaran inflasi. Karena itu upaya penaikan tarif listrik harus dicegah," katanya.
Farid menyatakan, DPR RI, selaku wakil rakyat diharapkan dapat bersikap kritis atas rencana kenaikan TDL tersebut, termasuk mencegah rencana itu jika menimbulkan kerugian lebih besar.
Kebijakan yang lebih penting untuk dilakukan pemerintah adalah melakukan pembenahan terhadap kinerja PLN agar mampu menerapkan efisiensi dan menutup kebocoran anggaran.
Jika mampu menerapkan efisiensi dan menghindari kebocoran, diyakini pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi yang terlalu besar untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
Tanpa adanya evaluasi dengan serius terhadap kinerja PLN tersebut, pihaknya memperkirakan pelayanan BUMN itu tidak akan kunjung membaik.
"Bahkan, cenderung kinerja dan pelayanan PLN akan terus memburuk," kata Farid yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tersebut.
Di sisi lain, kata dia, PLN sebagai instrumen utama pemerintah dalam penyediaan energi lsitrik juga harus dapat memberikan pelayanan maksimal terlebih dulu sebelum menaikkan TDL.
Selama ini, meski subsidi terus diberikan dan kenaikan TDL dijalankan, pelayanan PLN tidak kunjung membaik dan sulit menghilangkan "byarpet" atau pemadaman listrik.
Ironisnya, pemadaman listrik yang rutin dilakukan tersebut sudah seperti "arisan", dan bukan hanya berlangsung di daerah tertentu, melainkan bersifat nasional.
"Pemadaman bergilir sudah seperti arisan. Dari Sumatera, lalu ke Sulawesi, lanjut ke Pulau Jawa dan Bali. Begitulah seterusnya menjalar ke setiap daerah," katanya.
Ia menambahkan, pengkajian secara mendalam juga sangat diperlukan karena kenaikan TDL yang pernah dilakukan sebelumnya tidak mampu dimanfaatkan PLN untuk menamban investasi, baik dalam pendirian pembangkit mau pun penambahan transmisi.
Idealnya, kenaikan TDL dan pemberian subsidi selama ini dapat dimanfaatkan PLN untuk memperbaiki pelayanan, baik untuk pengembangan pembangkit listrik mau pun renovasi dan peremajaan mesin.
"Dengan begitu ancaman krisis listrik dapat diminimalkan. Lalu, pemadaman bergilir dapat ditiadakan," katanya.
Enam golongan
Menurut catatan, pemerintah telah mengusulkan kenaikan TDL untuk enam golongan pelanggan mulai berlaku Juli 2014 dengan target penghematan subsidi sebesar Rp8 triliun.
Keenam golongan tersebut adalah industri I3 nonterbuka dengan kenaikan secara bertahap rata-rata 11,57 persen setiap dua bulan yang bisa menghemat Rp4,78 triliun.
Kedua, kenaikan tarif bagi rumah tangga R2 (3.500 VA-5.500 VA) secara bertahap rata-rata 5,7 persen setiap dua bulan yang bisa menghemat Rp370 miliar.
Lalu, golongan pemerintah P2 (di atas 200 kVA) dengan kenaikan secara bertahap rata-rata 5,36 persen setiap dua bulan yang bisa menghemat Rp100 miliar.
Keempat, rumah tangga R1 (2.200 VA) secara bertahap rata-rata 10,43 persen yang bisa menghemat sekitar Rp990 miliar.
Selanjutnya, kenaikan tarif listrik penerangan jalan umum P3 secara bertahap rata-rata 10,69 persen setiap dua bulan yang dapat menghemat sekitar Rp430 miliar.
Terakhir, pelanggan rumah tangga R1 (1.300 VA) dengan kenaikan secara bertahap rata-rata 11,36 persen setiap dua bulan yang dapat menghemat Rp1,84 triliun.
Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman, rencana kenaikan tarif listrik bagi pelanggan industri khusus perusahaan nonterbuka adalah mengikuti rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). ***2***
(T.I023/B/Subagyo/C/Subagyo)
LAPK: Kaji Mendalam Kenaikan TDL
Kamis, 5 Juni 2014 19:23 WIB 1414