Oleh Irwan Arfa
Medan, 4/4 (Antara) - Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen menganggap isu krisis listrik di Sumatera Utara telah menjadi komoditas dan "jualan" bagi partai politik peserta Pemilihan Umum tahun 2014.
"Krisis listrik yang mendera warga Sumut sejak 2005 itu dijadikan komoditas dan 'digoreng' para elite politik dalam kampanye," kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Farid Wajdi di Medan, Jumat.
Menurut Farid, elite parpol peserta Pemilu 2014 sepertinya menyadari jika krisis listrik merupakan isu yang "seksi" karena telah menjadi keluhan seluruh lapisan masyarakat.
Karena itu, hampir seluruh parpol peserta Pemilu, termasuk Partai Demokrat yang sedang memegang kendali pemerintahan menjadi isu krisis tersebut sebagai bahan kampanye.
Namun, LAPK menilai hal itu bukan bentuk perhatian bagi warga Sumut, melainkan "dagelan', bahkan terkesan mengolok-olok masyarakat Sumut yang telah kehilangan kepercayaan kepada pejabat pembuat kebijakan kelistrikan.
Hal itu disebabkan solusi dalam mengatasi krisis listrik di Sumut tersebut disampaikan parpol yang berkuasa atau ikut dalam menentukan kebijakan pemerintah.
"Lalu, apa yang telah diperbuat partai itu selama kurun waktu 10 tahun belakangan? Bukankah selama 10 tahun ini mereka memiliki kekuasaan besar untuk menyelesaikan kirisis listrik?," ucapnya, mempertanyakan.
Janji politik yang disampaikan parpol yang tidak terlibat dalam pemerintahan, tetapi memiliki kursi di parlemen selama ini juga dinilai menjungkirbalikkan akal sehat publik.
LAPK mencurigai krisis listrik di Sumut tersebut adalah kesengajaan (by design) agar dapat dijadikan komoditas politik dalam "merayu" masyarakat Sumut.
"Kemana saja para kader parpol selama 5 tahun ini, baik dilembaga ekesekutif maupun legislatif," kata Farid yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) itu.
Sebagai lembaga yang rutin mengadvokasi pengguna jasa kelistrikan, pihaknya menilai isu krisis listrik yang disampaikan dalam kampanye itu bukanlah sebuah solusi, malah lebih terasa seperti kolusi.
Jika melihat momentum isu krisis listrik yang disampaikan pada masa kampanye, LAPK memperkirakan masalah itu akan dilupakan lagi setelah seluruh tahapan Pemilu berakhir.
Apalagi jika dilihat dari perilaku sebagian pejabat publik di Tanah Air yang sering menebarkan wacana, tetapi selalu lupa melakukan eksekusi atas program yang dicanangkan.
"Memang, krisis listrik di Sumut seperti telenovela yang menguras emosi penonton, tetapi alur ceritanya tetaplah seputaran percekcokan cinta kasih para aktornya," tutur Farid. (I023)
LAPK: Krisis Listrik Sumut Jadi Komoditas Politik
Jumat, 4 April 2014 17:49 WIB 1174