Oleh Zeynita Gibbons
London, 10/2 (Antara) - Indonesia kembali mewarnai industri perfilman dunia di ajang film bergengsi Berlin International Film Festival (Berlinale) 2014 dan European Film Market (EFM) di Berlin, Jerman, yang berlangsung hingga 16 Februari.
Indonesia untuk kedua kalinya hadir di EFM melalui "Indonesian Cinema", dalam upaya meyakinkan industri film internasional, khususnya di Eropa, untuk memberikan perhatian kepada film-film Indonesia, ujar Sekretaris Ketiga Pensosbud KBRI Berlin Laurie T. Malau kepada Antara London, Senin.
Delegasi Indonesia dipimpin Kasubdit Festival dan Eksibisi Film, Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kemenparekraf Molly Prabawaty bersama tokoh perfilman Indonesia seperti Roy Marten, Adinia Wirasti, sutradara Rako Priyanto, Gope Samtani, Harry Simon, pengamat film, serta penggiat film Indonesia lainnya, mempromosikan seni film Indonesia di tingkat internasional.
Beberapa sineas muda Indonesia mendapat kehormatan menghadiri undangan langsung dari pihak Berlinale bagi film Indonesia seperti Bayu Prihantoro Filemon, Yosep Anggi Prasetya dan Dwi Sujanti untuk berbagi pengalaman dalam Program Berlinale Talent Campus.
Film "Another Colour TV" karya Yovista Ahtajida dan Dyantini Adeline masuk ke dalam kategori Forum Expanded, sedangkan Aditya Mahmuddin merupakan sutradara muda berbakat yang menghasilkan Sepatu Baru (On Stopping the Rain) yang ditayangkan dalam kategori film pendek seksi Generation.
Diskusi Sang Kyai
KBRI Berlin mengadakan diskusi dan menayangkan film-film pendek karya pelajar/mahasiswa Indonesia di Jerman yang diikuti masyarakat dan pembuat film profesional di Aula KBRI Berlin dan dilanjutkan dengan nonton bareng film Sang Kyai.
Melalui forum tahunan "Artchipelago" yang diselenggarakan oleh PPI Berlin, para pelajar dan mahasiswa Indonesia di Jerman menyalurkan ide kreatifnya untuk membuat film pendek.
Afif El Hadi sebagai sutradara Timeline menjelaskan hobi fotografi dan pengalaman animasi mendorongnya menghasilkan karya mengenai peran Twitter dalam hidup anak muda saat ini.
Sementara film pendek das Kind und das Zuckerrorhr (Anak dan Tebu) karya Audrey Juanda dan Stephanie Larassati mengemas inspirasi puitis Pramoedya Ananta Toer, dan terpilih untuk ditampilkan pada Indonesia Arts Festival (ARTE) di Jakarta 14-16 Maret mendatang.
Selain itu, juga ditayangkan trailer film Sepatu Baru (On Stopping the Rain) dan film Laura dan Marsha, yang membawa Adinia Wirasti menjadi Pemeran Utama Wanita Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2013.
Interaksi antara penggiat film dan masyarakat Indonesia di Berlin dalam diskusi yang menampilkan panelis Roy Marten, Adinia Wirasti dan Aditya Mahmuddin, dengan moderator Ayodhia Kalake, dari KBRI Berlin mendapat sambutan dari masyarakat Indonesia yang merindukan kejayaan film Tanah Air.
Para panelis menyampaikan betapa mudahnya saat ini untuk menghasilkan karya film dengan berbagai teknologi yang tersedia dan mengakui pemerintah memberikan kebebasan berekspresi bagi ide atau karya para seniman film Tanah Air.
Namun demikian, beberapa tantangan yang menghalangi berkembangnya perfilman Indonesia yaitu kurangnya wadah untuk menampilkan karya-karya baru, pembajakan karya seni serta perbedaan kebijakan antara Daerah dan Pusat, yang dapat menghambat perkembangan dunia film Indonesia.
Panelis juga menyayangkan antara karya yang berbobot maupun edukatif dan yang menghasilkan rating seringkali saling bertentangan, merefleksikan persaingan antara sisi komersial dan idealisme.
Sementara itu, Kuasa Usaha Ad Interim RI, Dr. Siswo Pramono, berharap kegiatan European Film Market dan Berlinale dapat menjadi wadah kreativitas sineas muda Indonesia dan mendorong perkembangan film Indonesia ke arah yang lebih baik.
KBRI Berlin, mendukung minat pelajar/mahasiswa Indonesia dalam menyalurkan minatnya di bidang seni dan budaya, termasuk film, melalui berbagai kegiatan.
Acara ditutup dengan pemutaran film terbaik FFI 2013 "Sang Kyai", yang menceritakan peran besar K.H. Hasyim Asy'ari dalam perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia. (H-ZG)