Sampit, Kalteng, 14/12 (Antara) - Majelis Ulama Indonesia Kalimantan Tengah mengingatkan semua pihak untuk menjadikan prosesi akad nikah secara Islam tidak dijadikan bahan mainan, termasuk dalam adegan film, sinetron atau sandiwara.
"Ada beberapa fatwa yang dikeluarkan dalam rapat koordinasi MUI se-Kalimantan di Samarinda Kalimantan Timur pada 7 November lalu, salah satunya tentang masalah larangan adegan akad nikah yang sering ditayangkan di televisi," ujar Sekretaris Umum MUI Kalteng, H Syamsuri Yusup dihubungi dari Sampit, Sabtu.
Hasil pemantauan MUI, banyak film atau sinetron menayangkan adegan prosesi akad nikah yang sama persis dengan proses pernikahan secara Islam.
Hal ini tentu sangat bertentangan karena pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bukan untuk dipermainkan.
Secara Islam, jika prosesi akad nikah telah memenuhi syarat yang ditentukan maka hukumnya sah dan mengikat sebagai pasangan suami istri.
Karena itulah, produser diingatkan untuk memahami masalah ini agar tidak menimbulkan permasalahan berkaitan dengan agama.
"Untuk fatwa larangan akad nikah dalam sinetron atau film itu diserahkan ke MUI Pusat untuk dibahas lebih lanjut. Kami tegaskan, fatwa yang dikeluarkan MUI itu khusus untuk umat Islam," tegas Syamsuri.
Pada bagian lain ia juga mengingatkan, fatwa lain yang dikeluarkan MUI se-Kalimantan adalah hukum haram tercampurnya makam muslim dan nonmuslim.
Dia berharap masalah ini menjadi perhatian semua umat Islam dan pemerintah daerah.
Menurutnya, di sejumlah daerah, termasuk di Kalteng ada ditemukan makam muslim bercampur dengan nonmuslim di lokasi tempat pemakaman umum yang sama.
Bagi yang sudah telanjur pemakamannya bercampur di satu lokasi, diupayakan semaksimal mungkin untuk dipisah.
"Alasan tidak bisa bercampur karena liang lahat orang Islam beraturan menghadap kiblat, selain itu tata cara dan upacara pemakamannya juga berbeda. Ini juga ditegaskan dalam al qur¿an surah Al Kafirun, At Taubah ayat 84 dan ayat lainnya," jelasnya.
Fatwa lainnya yang dikeluarkan MUI se-Kalimantan adalah masalah pernikahan adat yang terkadang umat muslim yang tidak sesuai aturan menurut ketentuan Islam, maka dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.
Jika ada kasus pernikahan muslim yang tidak sesuai ketentuan Islam, maka pernikahan tersebut wajib diulang dan dilaksanakan sesuai ketentuan Islam dan perundang-undangan yang berlaku.
"Sesudah pernikahan menurut Syariat Islam dan perundang-undangan yang berlaku sudah dilakukan, baru boleh dilakukan upacara adat, dan itupun tidak boleh bertentangan dengan Syariat Islam," tandas Syamsuri.
Fatwa lainnya, sambungnya, membaca dan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an yang diikuti gerakan joget dan tari-tarian dinyatakan sebagai tindakan haram sehingga harus dihindari oleh seluruh umat Islam. (KR-NJI)
MUI: Akad Nikah Jangan Dibuat Main-main
Sabtu, 14 Desember 2013 11:05 WIB 1002