Medan, (antarasumut)- Dewan Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (DPPSU) berencana melakukan uji petik terhadap pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) atau penerimaan siswa baru (PSB) Program Bina Lingkungan Tahun Ajaran 2013/2014 yang dilaksanakan di Kota Medan.
“Uji petik ini untuk mengetahui dan memastikan apakah tersebut diterapkan secara objektif atau tidak,” kata Ketua DPPSU, Prof Nur Fadhil Lubis PhD, kepada wartawan di kantor dewan ini di Medan, Jumat (27/6).
Nur Fadhil Lubis menyampaikan, rencana uji petik ini menjadi salah satu upaya yang akan dilakukan dewan ini setelah menggelar rapat pengurus DPPSU terkait hal ini, pada hari yang sama.
Didampingi Sekretaris, Drs H Mahdi Ibrahim MM; dan pengurus lainnya, Nur Fadhil Lubis mengungkapkan, uji petik ini dilaksanakan karena selama ini sering muncul keluhan atas kebijakan ini, yaitu PPDB/PSB Program Bina Lingkungan terindikasi justru diisi oleh siswa baru yang tidak seharusnya masuk melalui program ini.
PPDB/PSB di Kota Medan dilaksanakan melalui dua jalur. Pertama, seleksi melalui berdasarkan nilai hasil ujian nasional (UN). Alokasi untuk jalur ini sebesar 70 persen. Jalur kedua adalah Program Bina Lingkungan dengan alokasi 30 persen. Jalur ini melalui ujian tertulis. Pengumuman PPDB/PSB sendiri pada Selasa (2/7).
Menurut Fadhil, sebenarnya kebijakan PPDB/PSB melalui Program Bina Lingkungan cukup baik karena menjadi upaya sekolah memberikan akses bagi siswa berprestasi untuk menempuh pendidikan di sekolah bersangkutan, khususnya sekolah unggulan.
Oleh karena itu, tidak seharusnya jalur ini disalahgunakan. “Jika hasil uji petik itu menemukan penyimpangan, maka kebijakan ini harus dikaji ulang,” tegasnya.
Prihatin
Di bagian lain, Ketua DPPSU yang juga Rektor IAIN-SU ini menyampaikan keprihatinan dewan ini atas kecenderungan berulangnya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam PPDB/PSB sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, seperti fenomena melalui jalur bina lingkungan dan elitisisme terhadap satu sekolah.
Elitisisme adalah tindakan orang tua siswa baru yang berusaha memasukkan anaknya termasuk dengan cara yang tidak etis ke sekolah-sekolah yang dianggap elite meskipun anggapan itu tidak sepenuhnya benar dan hanya berdasarkan nama besar di masa sebelumnya.
Nur Fadhil Lubis yang juga sosiolog mengingatkan tentang bahaya elitisisme, di antaranya berpeluang besar menciptakan segregasi sosial di dalam masyarakat yang pada akhirnya memicu terjadinya kecemburuan sosial sehingga berbahaya.
Menurutnya, kedua fenomena ini muncul karena kurangnya akses masyarakat ke sekolah-sekolah bermutu, khususnya negeri, akibat tidak sebandingnya jumlah sekolah dengan fasilitas atau daya tampung yang tersedia.
“Oleh karena itu, DPPSU mengharapkan pemerintah untuk menyediakan pendidikan yang berkualitas dan menyebar di daerah-daerah. Selain itu juga jangan sampai terjadi disparitas antara sekolah negeri dan swasta,” katanya.
DPPSU, katanya menekankan, juga mengingatkan agar Dinas Pendidikan dan jajarannya, utamanya kepala sekolah, jangan melanggar standar peraturan dalam PPDB/PSB ini, seperti menerima katabelece atau surat sakti dari pihak-pihak tertentu.
“Hal ini penting agar sistem pendidikan menjadi lebih baik dan menyebar,” tegasnya.
Orang tua juga diingatkan bahwa sebenarnya masih banyak sekolah bermutu di luar sekolah-sekolah yang selama dianggap favorit atau unggulan meski hanya bermodalkan nama besar dan tidak sebanding dengan pencapaian kualitasnya sendiri pada saat ini.
“Orang tua jangan hanya merujuk kepada nama besar sekolah-sekolah yang dianggap unggulan itu, tapi lihatlah berdasarkan prestasi nyata dan juga peringkat akreditasi sekolah-sekolah bersangkutan,” sarannya.