Medan, 17/6 (Antara) - Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta menegaskan bahwa kebijakan partainya yang menolak rencana penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi bukan didasari balas dendam politik terhadap pemerintah.
"Tidak ada balas dendam. Mau balas kepada siapa?" katanya kepada wartawan di Medan, Senin.
Penolakan tersebut juga bukan disebabkan penahanan terhadap mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq terkait dugaan suap kuota impor sapi.
"Tahun lalu tidak ada yang ditahan, kita menolak juga kok," katanya.
Anis Matta juga menegaskan bahwa keputusan PKS menolak penaikan harga BBM bukan pula sebagai upaya pencitraan guna memenangkan simpati rakyat menjelang Pemilu 2014.
"Tahun lalu kita juga menolak, dan bukan untuk pencitraan," ujar dia.
Menurut dia, penolakan tersebut lebih disebabkan belum adanya kebijakan yang komprehensif untuk menyelesaikan berbagai persoalan energi di bagian hulu.
Kondisi itu berbeda dengan kebijakan penaikan harga BBM pada tahun 2005 karena adanya solusi yang diberikan pemerintah dalam mengatasi krisis energi, diantaranya menerapkan konversi minyak tanah ke gas.
Selain itu, penolakan yang sekarang juga disebabkan pemerintah dinilai tidak memiliki kepercayaan yang penuh untuk menaikkan harga BBM tersebut.
Indikasi itu dapat dilihat dari belum diberlakukannya kebijakan menaikkan harga tersebut meski DPR RI telah memberikan hak kepada pemerintah.
"Justru dilemparkan kembali ke DPR. Itu artinya pemerintah tidak percaya diri menaikkan harga BBM," katanya.
Dengan kekonsistenan dalam menolak kenaikan harga BBM, PKS menyatakan siap untuk menerima berbagai konsekuensi, termasuk pencopotan tiga menteri dalam Kabinat Indonesia Bersatu II.
"Tentang menteri, diserahkan sepenuhnya kepada Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono)," katanya.
Anis membantah PKS disebut berkaki dua dalam kebijakan pemerintahan karena ikut berkoalisi tetapi menolak kebijakan kenaikan harga BBM.
Menurut dia, dengan penerapan sistem presidensial, keseimbangan politik itu diperlukan dengan kekritisan parlemen yang diisi perwakilan parpol.
"Jadi tidak benar kita "kaki dua' atau 'muka dua', karena sistemnya memang begitu. Kalau kita (parpol) tidak bekerja seperti itu, DPR ini seperti eksekutif saja, fungsi penyeimbangnya tidak ada," katanya.
Ketika dipertanyakan tentang adanya menteri dari PKS yang mendukung kebijakan pemerintah, Anis dapat memaklumi hal itu karena statusnya sebagai pembantu Presiden.
Karena itu, pihaknya tidak menganggap pernyataan menteri tersebut sebagai bentuk pembangkangan atau melawan kebijakan parpol.
"Kalau menteri, harus membela Presiden karena diangkat dan diberhentikan Presiden," katanya.(I023)