Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, imunisasi bukan hanya persoalan medis, namun juga tentang keimanan, nilai, serta kemaslahatan, sehingga ilmu dan iman perlu disinergikan dalam upaya imunisasi guna menjaga anak yang merupakan amanah Tuhan.
"Nakes, penegak kesehatan yang pro-imunisasi, sering dianggap agen dari farmasi, agen dari asing. (Orang) lebih percaya terhadap hoaks daripada tenaga ahli. Tidak ada atau kurangnya jembatan antara ilmu medis dengan ilmu agama atau ilmu fikih, ilmu syariah, sehingga perlu pendekatan yang lebih mengedepankan adab dan keadilan," kata Ketua IDAI dr. Piprim Basarah Yanuarso.
Piprim mengatakan dalam webinar berjudul "Imunisasi dalam Perspektif Islam untuk Kesejahteraan Masyarakat" di Jakarta, Rabu, hal tersebut perlu karena adanya sejumlah tantangan dalam menggalakkan imunisasi. Contohnya terdapat jargon bahwa semakin religius sebuah daerah, maka semakin tinggi penolakan terhadap vaksin karena sejumlah keresahan, seperti landasan hukumnya dalam Islam, hadis, suci atau tidaknya proses vaksin.
Dia juga menyebutkan bahwa maraknya hoaks dan misinformasi seputar imunisasi, seperti yang kerap disebarkan lewat berbagai grup WhatsApp semakin memperparah keadaan tersebut. Oleh karena itu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan untuk mengkomunikasikan secara empatik agar upaya imunisasi lebih efektif.
Menurutnya, publik yang tidak melakukan imunisasi seperti itu tidak seharusnya dimusuhi atau dijauhi, melainkan diedukasi tentang pentingnya vaksin dengan penuh kasih sayang dan empati.
"Islam itu mendukung ikhtiar kesehatan. Menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama syariah atau maqasid al-syariah. Imunisasi itu bentuk perlindungan terhadap nyawa, terutama anak-anak," katanya.
Dia melanjutkan, Islam bukan agama yang menolak ilmu, tapi mendukung upaya menjaga kehidupan. Bahkan, katanya, berobat adalah sebuah perintah, karena Tuhan tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.
Dia menambahkan, Islam juga memperhatikan konteks, misalnya alternatif solusi terhadap situasi gawat darurat. Menurutnya, Islam fleksibel dan realistis, serta memprioritaskan kemaslahatan umat, seperti yang tertuang dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang vaksin.
"Kalau darurat tidak ada vaksin yang dapat label halal, itu boleh digunakan vaksin dengan unsur haram," katanya.
Dengan imunisasi, katanya, anak menjadi tidak rentan terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah yang berisiko menyebabkan kecacatan permanen, kematian, bahkan menjadi karier.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: IDAI: Sinergikan ilmu dan iman guna lindungi anak dengan imunisasi
Editor : Juraidi
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2025