Mantan Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) dr Alwi Mujahit Hasibuan (58) membantah menerima uang sebesar Rp1,4 miliar dari korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinkes Sumut tahun 2020.
Bantahan itu disampaikan Alwi melalui penasehat hukumnya Akhmad Johari Damanik dalam persidangan yang beragenda pembacaan duplik atau tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut di ruang sidang Cakra II, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, Selasa.
"Tidak ada satupun alat bukti yang dapat menunjukkan dan/atau membuktikan bahwasanya terdakwa menerima uang sebesar Rp1,4 miliar, sehingga sangatlah berdasar hukum kiranya terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer dan subsider JPU," kata Akhmad Johari Damanik.
Bahkan, pihaknya kembali menyinggung terkait JPU Kejati Sumut yang dinilai memanipulasi keterangan beberapa saksi di persidangan dan dalam repliknya JPU Kejati Sumut yang dibacakan beberapa waktu lalu tak 'berani' membantah tudingan tersebut.
"Oleh karena JPU dalam repliknya sama sekali tidak menanggapi tentang adanya manipulasi fakta hukum atau keterangan saksi-saksi pada saat menyusun surat tuntutannya, maka sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu tidak membantah artinya secara diam-diam telah mengakui tindakan yang ditujukan kepadanya," cetusnya.
Terkait pengadaan APD, tim kuasa hukum terdakwa Alwi dengan tegas membantah adanya barang fiktif dalam pengadaan tersebut. Dia menjelaskan bahwa seluruh barang, termasuk 90.000 coverall, telah disalurkan dengan benar kepada rumah sakit dan instansi terkait.
"Tuduhan mengenai barang yang tidak ada atau tidak diterima, menurutnya, tidak berdasar," imbuh dia.
Lebih lanjut, tim PH Alwi menjelaskan perannya sebagai Pengguna Anggaran (PA) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Mereka mengatakan bahwa sesuai dengan peraturan yang berlaku, ia telah mendelegasikan kewenangan pengadaan barang kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Ini dilakukan sesuai dengan Peraturan LKPP No. 13 Tahun 2018 dan Surat Edaran LKPP No. 3 Tahun 2020. Oleh karena itu, proses pengadaan tersebut berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab PPK, bukan dirinya secara langsung," kata dia.
Pihaknya juga menanggapi tuduhan mengenai kemahalan harga barang dalam pengadaan APD ini. Ia menekankan bahwa pengadaan dilakukan pada saat pandemi COVID-19, dimana harga barang-barang mengalami kenaikan tajam akibat kelangkaan.
Ia menambahkan bahwa seluruh proses pengadaan telah melalui review yang ketat dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan diaudit oleh BPK. Hasil audit tersebut, katanya, tidak menemukan adanya ketidakwajaran harga, kemahalan, atau barang fiktif.
Sehingga atas dasar itu, pihaknya menilai seluruh dakwaan JPU tidak terbukti menurut hukum dan meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara korupsi APD Covid-19 ini supaya membebaskan Alwi dari segala tuntutan hukum.
"Menyatakan terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan oleh JPU di dalam dakwaan primer maupun subsider," ucap Akhmad Johari Damanik.
Kemudian, lanjut dia, meminta kepada majelis hakim supaya membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan JPU sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.
"Memerintahkan JPU agar mengeluarkan terdakwa dari Rutan Tanjung Gusta Medan segera setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Serta, membebankan biaya perkara ini kepada negara," sebut dia.
Diluar persidangan ketika diwawancarai wartawan, pihaknya menegaskan bahwa tuntutan JPU Kejati Sumut diduga dilandasi rasa emosional tanpa melihat fakta-fakta persidangan yang telah disaksikan di depan persidangan.
“Maka kami selaku penasehat hukum memohon dan menghimbau kepada majelis hakim sebagai benteng terakhir untuk berani menegakkan keadilan dalam perkara ini dengan dasar-dasar fakta persidangan yang telah digelar dengan membebaskan Alwi dari segala dakwaan," ujar Akhmad Johari Damanik.
Sebelumnya JPU Kejati Sumut menuntut Alwi Mujahit Hasibuan dengan hukuman 20 tahun penjara, atas kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada 2020 sebesar Rp24 miliar.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan dengan pidana penjara selama 20 tahun," kata JPU Hendri Edison Sipahutar.
Selain pidana penjara, lanjut dia, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan.
JPU menghukum terdakwa Alwi membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar dengan ketentuan apabila dalam waktu sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap tidak dibayarkan, maka harta benda terdakwa disita dan dirampas untuk negara.
"Bila tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara.maka diganti dengan pidana penjara selama tujuh tahun," ujar JPU Hendri Edison Sipahutar.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
Bantahan itu disampaikan Alwi melalui penasehat hukumnya Akhmad Johari Damanik dalam persidangan yang beragenda pembacaan duplik atau tanggapan atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut di ruang sidang Cakra II, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, Selasa.
"Tidak ada satupun alat bukti yang dapat menunjukkan dan/atau membuktikan bahwasanya terdakwa menerima uang sebesar Rp1,4 miliar, sehingga sangatlah berdasar hukum kiranya terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer dan subsider JPU," kata Akhmad Johari Damanik.
Bahkan, pihaknya kembali menyinggung terkait JPU Kejati Sumut yang dinilai memanipulasi keterangan beberapa saksi di persidangan dan dalam repliknya JPU Kejati Sumut yang dibacakan beberapa waktu lalu tak 'berani' membantah tudingan tersebut.
"Oleh karena JPU dalam repliknya sama sekali tidak menanggapi tentang adanya manipulasi fakta hukum atau keterangan saksi-saksi pada saat menyusun surat tuntutannya, maka sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu tidak membantah artinya secara diam-diam telah mengakui tindakan yang ditujukan kepadanya," cetusnya.
Terkait pengadaan APD, tim kuasa hukum terdakwa Alwi dengan tegas membantah adanya barang fiktif dalam pengadaan tersebut. Dia menjelaskan bahwa seluruh barang, termasuk 90.000 coverall, telah disalurkan dengan benar kepada rumah sakit dan instansi terkait.
"Tuduhan mengenai barang yang tidak ada atau tidak diterima, menurutnya, tidak berdasar," imbuh dia.
Lebih lanjut, tim PH Alwi menjelaskan perannya sebagai Pengguna Anggaran (PA) di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Mereka mengatakan bahwa sesuai dengan peraturan yang berlaku, ia telah mendelegasikan kewenangan pengadaan barang kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Ini dilakukan sesuai dengan Peraturan LKPP No. 13 Tahun 2018 dan Surat Edaran LKPP No. 3 Tahun 2020. Oleh karena itu, proses pengadaan tersebut berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab PPK, bukan dirinya secara langsung," kata dia.
Pihaknya juga menanggapi tuduhan mengenai kemahalan harga barang dalam pengadaan APD ini. Ia menekankan bahwa pengadaan dilakukan pada saat pandemi COVID-19, dimana harga barang-barang mengalami kenaikan tajam akibat kelangkaan.
Ia menambahkan bahwa seluruh proses pengadaan telah melalui review yang ketat dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan diaudit oleh BPK. Hasil audit tersebut, katanya, tidak menemukan adanya ketidakwajaran harga, kemahalan, atau barang fiktif.
Sehingga atas dasar itu, pihaknya menilai seluruh dakwaan JPU tidak terbukti menurut hukum dan meminta kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara korupsi APD Covid-19 ini supaya membebaskan Alwi dari segala tuntutan hukum.
"Menyatakan terdakwa dr. Alwi Mujahit Hasibuan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan oleh JPU di dalam dakwaan primer maupun subsider," ucap Akhmad Johari Damanik.
Kemudian, lanjut dia, meminta kepada majelis hakim supaya membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan JPU sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai dengan Pasal 191 ayat (2) KUHAP.
"Memerintahkan JPU agar mengeluarkan terdakwa dari Rutan Tanjung Gusta Medan segera setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak terdakwa tersebut dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Serta, membebankan biaya perkara ini kepada negara," sebut dia.
Diluar persidangan ketika diwawancarai wartawan, pihaknya menegaskan bahwa tuntutan JPU Kejati Sumut diduga dilandasi rasa emosional tanpa melihat fakta-fakta persidangan yang telah disaksikan di depan persidangan.
“Maka kami selaku penasehat hukum memohon dan menghimbau kepada majelis hakim sebagai benteng terakhir untuk berani menegakkan keadilan dalam perkara ini dengan dasar-dasar fakta persidangan yang telah digelar dengan membebaskan Alwi dari segala dakwaan," ujar Akhmad Johari Damanik.
Sebelumnya JPU Kejati Sumut menuntut Alwi Mujahit Hasibuan dengan hukuman 20 tahun penjara, atas kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 pada 2020 sebesar Rp24 miliar.
"Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Alwi Mujahit Hasibuan dengan pidana penjara selama 20 tahun," kata JPU Hendri Edison Sipahutar.
Selain pidana penjara, lanjut dia, terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka diganti pidana kurungan selama enam bulan.
JPU menghukum terdakwa Alwi membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar dengan ketentuan apabila dalam waktu sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap tidak dibayarkan, maka harta benda terdakwa disita dan dirampas untuk negara.
"Bila tidak mencukupi menutupi kerugian keuangan negara.maka diganti dengan pidana penjara selama tujuh tahun," ujar JPU Hendri Edison Sipahutar.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024