DPRD Kota Tanjung Balai mendesak Bea dan Cukai (BC) Teluk Nibung mengungkap pelaku eksportir upaya penyelundupan sisik Trenggiling hewan langka yang dilindungi ke Malaysia.

Desakan itu disampaikan sejumlah anggota dewan dalam rapat dengar pendapat (RDP) lintas Komisi yang dipimpin Ketua Komisi B, Hj Artati dan dihadiri Komisi A, Syafril Margolang, Ketua Komisi C, Martin dan anggota Teddy Erwin, dan anggota dewan lainnya, Husaini Sinaga, Said Budi Syafril serta Neny Kosasih, Selasa  (16/1).

Hadir dalam RDP tersebut, Kepala KPPBC Teluk Nibung, Nurhasan Ashari, mewakili PT.Pelindo serta sejumlah agen Pelayaran penyedia jasa angkutan barang dan komoditi ekspor. 

Terungkap dalam RDP itu bahwa pada Desember 2023 lalu, petugas Bea dan Cukai Teluk Nibung mengamankan 295 kilogram sisik Trenggiling yang akan diselundupkan (ekspor) dari pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai ke Malaysia.

Dalam kasus upaya ekspor ilegal itu, petugas BC Teluk Nibung mengamankan Syamsir selaku Nakhoda kapal Kapal Motor Fajar 99, dan saat ini ditetapkan sebagai tersangka.

Ketua Komisi C, Martin menyatakan bagaimana mungkin petugas BC tidak mengetahui perusahaan atau agen pelayaran maupun eksportir pemilik barang (sisik Trenggiling). Hal itu karena terhadap barang atau komoditi ekspor dilakukan pemeriksaan.

"Penetapan nakhoda kapal sebagai tersangka kami nilai merupakan kejanggalan yang terindikasi sengaja ditumbalkan. Kami minta Kepala BC angkat dulu pihak perusahaan beserta agennya, pasti ketahuan siapa pemilik sisik Trenggiling tersebut," kata Martin.

Senada diungkapkan Syafril Margolang yang mengatakan tidak pernah kejadian seorang nahkoda kapal dijadikan tersangka, ini baru kejadian.

"Aneh Bea Cukai Teluk Nibung menetapkan nakhoda atau kapten kapal sebagai tersangka penyelundup sisik Trenggiling, padahal ia tidak tahu menahu dengan muatan kapal, dan dia hanya kapten cadangan menggantikan kapten sebenarnya yang tidak bisa berangkat," kata Syafril.

Teddy Erwin anggota Komisi C juga menyatakan ada kejanggalan terhadap kasus tersebut. Keanehan ketika kapten yang ditetapkan sebagai tersangka diberi uang pesangon dengan dasar kemanusiaan atas nama kelembagaan (BC).

"Jika atas dasar kemanusiaan, silakan Kepala BC memberi atas nama pribadi, bukan dari kelembagaan. Ini sebagai bentuk keanehan," kata Teddy.

Ia menambahkan, setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka keluarganya pasti sedih tidak mungkin gembira. 

"Gawat, banyak kali dana Bea Cukai rupanya, sehingga memberikan pesangon kepada keluarga tersangka. Muncul kecurigaan kami (DPRD) jadinya," ungkap Teddy Erwin.

Kepala KPPBC Teluk Nibung, Nurhasan Ashari menyatakan bahwa kawasan pabean tidak benar-benar steril. Orang bisa bebas masuk hingga areal bongkar-muat barang dikawasan pelabuhan barang maupun penumpang.

Hal itu membuat keamanan pelabuhan rentan dari penyalahgunaan dari orang-orang tidak bertanggungjawab,seperti upaya menyelundupkan sisik Trenggilig yang menjadi bahan baku narkoba.

"Kami tidak menumbalkan kapten atau nakhoda kapal. Ketika kapal berangkat tidak ada pihak yang berani bertanggungjawab sebagai pemilik barang, maka nakhoda yang dijadikan sebagai tersangka," ujar Ashari.

Ia juga menjelaskan kronologi penangkapan KM Fajar 99 yang sempat dikejar hingga ke muara Selat Malaka ketika akan berlayar ke Malaysia. Oleh tim patroli dikapal tersebut ditemukan dua koli atau seberat 295 kilogram sisik Trenggiling.

Menurut Ashari, pihaknya tidak berniat mempermainkan hukum.Dalam kasus tersebut pengangkut menjadi pihak yang bertanggungjawab terhadap barang yang dibawa.

"Kami sangat senang diawasi, kasus ini menjadi pembelajaran bagi kami. Terkait pemberian uang, tidak ada kami membeli yang namanya tersangka. Silahkan gali, itu (pemberian uang) semata-maya rasa kemanusiaan kami," katanya.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024