Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se Mandailing Natal melaksanakan aksi unjuk rasa ke kantor bupati setempat, Rabu (18/10).
Dalam aksinya mahasiswa mempertanyakan anggaran penurunan stuntingo dan peran pemerintah daerah dalam pengurangan angka stunting di kabupaten itu.
Aksi mahasiswa ini merupakan aksi yang kedua kalinya, dimana seminggu yang lalu para mahasiswa itu sudah melakukan aksi serupa ke kantor Bupati Madina dengan tuntutan serupa yakni, anggaran dan penanganan stunting di daerah itu.
"Kami meminta keterbukaan sudah berapa persen angka di tahun 2023 dan dimana saja titik stunting yang menjadi problem Madina agar seluruh stake holder terkhusus mahasiswa bisa mengambil peran dalam penyelesaian stunting," ujar Khoirul Amri Rambe dalam orasinya.
Dalam aksi itu, Khoirul juga mempertanyakan secara tegas, jelas dan tepat sudah sejauh mana penanganan stunting di wilayah itu.
"Beberapa hari yang lewat kita mendengar kabar duka terkait bayi yang meninggal dunia diduga akibat dampak gizi buruk, dimana peran pemerintah sejuah ini, kita khawatirkan masih banyak diluaran sana anak-anak yang menjadi korban akibat dampak gizi buruk. Kami menuntut keras dan mempertanyakan terkait masalah ini, siapa yang akan bertanggung jawab kedepan jika itu terulang kembali," ujar Amri.
Pada unjuk rasa itu, mahasiswa juga menyampaikan jika mereka belum menemukan peran Pemkab Madina secara terbuka terkait upaya perbaikan gizi secara komperhensif.
Amri menyebut, berdasarkan laporan studi status gizi Indonesia pada tahun 2021 terdapat 47,7 persen balita di Madina mengalami stunting prevalensinya lebih tinggi dari pada Provinsi Sumatera Utara yang mencapai angka 25,8 persen.
"Ditahun 2022 menglami penurunan menjadi 34,2 persen. Tetapi ini masih angka yang sangat besar, standar WHO itu prevalensinya dibawah 20 persen. Kami meminta keterbukaan sudah berapa persen angka di tahun 2023 dan dimana saja titik stunting yang menjadi problem agar seluruh stake holder terkhusus mahasiswa bisa mengambil peran dalam penyelesaian stunting," tegasnya.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Madina, dr Syarifuddin Nasution saat menjumpai massa menyampaikan, terkait masalah anggaran penanganan stunting adalah tergantung perangkat daerah yang menangani stunting.
"Terkait tuntutan mahasiswa ini kita akan memberikan ruang untuk diskusi terkait penanganan stunting di Madina ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
Dalam aksinya mahasiswa mempertanyakan anggaran penurunan stuntingo dan peran pemerintah daerah dalam pengurangan angka stunting di kabupaten itu.
Aksi mahasiswa ini merupakan aksi yang kedua kalinya, dimana seminggu yang lalu para mahasiswa itu sudah melakukan aksi serupa ke kantor Bupati Madina dengan tuntutan serupa yakni, anggaran dan penanganan stunting di daerah itu.
"Kami meminta keterbukaan sudah berapa persen angka di tahun 2023 dan dimana saja titik stunting yang menjadi problem Madina agar seluruh stake holder terkhusus mahasiswa bisa mengambil peran dalam penyelesaian stunting," ujar Khoirul Amri Rambe dalam orasinya.
Dalam aksi itu, Khoirul juga mempertanyakan secara tegas, jelas dan tepat sudah sejauh mana penanganan stunting di wilayah itu.
"Beberapa hari yang lewat kita mendengar kabar duka terkait bayi yang meninggal dunia diduga akibat dampak gizi buruk, dimana peran pemerintah sejuah ini, kita khawatirkan masih banyak diluaran sana anak-anak yang menjadi korban akibat dampak gizi buruk. Kami menuntut keras dan mempertanyakan terkait masalah ini, siapa yang akan bertanggung jawab kedepan jika itu terulang kembali," ujar Amri.
Pada unjuk rasa itu, mahasiswa juga menyampaikan jika mereka belum menemukan peran Pemkab Madina secara terbuka terkait upaya perbaikan gizi secara komperhensif.
Amri menyebut, berdasarkan laporan studi status gizi Indonesia pada tahun 2021 terdapat 47,7 persen balita di Madina mengalami stunting prevalensinya lebih tinggi dari pada Provinsi Sumatera Utara yang mencapai angka 25,8 persen.
"Ditahun 2022 menglami penurunan menjadi 34,2 persen. Tetapi ini masih angka yang sangat besar, standar WHO itu prevalensinya dibawah 20 persen. Kami meminta keterbukaan sudah berapa persen angka di tahun 2023 dan dimana saja titik stunting yang menjadi problem agar seluruh stake holder terkhusus mahasiswa bisa mengambil peran dalam penyelesaian stunting," tegasnya.
Sementara itu, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Madina, dr Syarifuddin Nasution saat menjumpai massa menyampaikan, terkait masalah anggaran penanganan stunting adalah tergantung perangkat daerah yang menangani stunting.
"Terkait tuntutan mahasiswa ini kita akan memberikan ruang untuk diskusi terkait penanganan stunting di Madina ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023