Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan, kebijakan pemerintah untuk menambah indukan ayam petelur demi mengendalikan harga telur ayam ras merupakan solusi untuk jangka pendek.

"Penambahan indukan itu memang bisa dilakukan, tetapi itu untuk jangka pendek," ujar Wahyu kepada ANTARA di Medan, Senin.

Dia melanjutkan, harga telur ayam ras berpotensi untuk turun jika indukannya diperbanyak, karena dengan demikian stoknya akan terjaga.

Namun, menurut Wahyu, ada satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah terkait kebijakan indukan ayam tersebut.

Pria yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU itu berharap penambahan indukan tersebut tidak merugikan para peternak.

"Saya berharap penghasil indukan tersebut justru dikuasai oleh pengusaha-pengusaha besar yang berpotensi menjadi praktik kartel," tutur Wahyu.

Soal penambah indukan ayam petelur tersebut disampaikan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Kamis (15/6).

Namun, kata Zulkifli, hasil dari kebijakan tersebut baru akan dirasakan dalam waktu dua sampai tiga minggu ke depan.

"Untuk stabil perlu waktu lagi. Karena indukannya, kan, tidak cepat jadi (bertelur), sehingga perlu waktu kira-kira, ini sekarang sudah tiga minggu mungkin dua minggu lagi," ujar dia.

Harga telur ayam ras di Indonesia melambung pada beberapa bulan terakhir.

Di tingkat pedagang eceran, harga lebih tinggi daripada ketentuan pemerintah. Berdasarkan Badan Pangan Nasional, pada Senin (19/6), rata-rata harga telur ayam ras di pedagang eceran se-Indonesia adalah Rp30.390 per kilogram, dengan harga tertinggi Rp39.280 (di Papua Barat) dan terendah Rp27.150 (Aceh).

Padahal, menurut Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Harga Acuan Pembelian Di Tingkat Produsen dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen Komoditas Jagung, Telur Ayam Ras dan Daging Ayam Ras, harga acuan penjualan telur ayam ras di konsumen adalah Rp27.000 per kilogram.

Pewarta: Michael Siahaan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023