Laporan keuangan yang berkualitas baik untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota saat ini terus menjadi hal yang semakin menjadi prioritas utama. Semua pemerintah daerah berlomba-lomba dalam usaha untuk membuktikan bahwa pengelolaan keuangan di daerahnya telah dilakukan secara baik.
Capaian tertinggi untuk laporan keuangan dalam bentuk pengakuan wajar tanpa pengecualian (WTP) menjadi pertanda bahwa pengelolaan keuangan telah dilakukan secara akuntabel.
Banyak yang tidak mengetahui bahwa untuk menyusun laporan keuangan yang berkualitas, banyak hal yang harus sudah dilakukan. Semua itu berawal dari proses penyusunan anggaran, pelaksanaan hingga ke pertanggungjawaban.
Bendahara, menjadi salah satu pihak yang mempunyai peran yang sangat penting dalam proses tersebut disamping pihak lain. Bendahara sendiri merupakan jabatan dalam satuan kerja yang bertugas untuk menerima, menyimpan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang APBN sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Bendahara ditunjuk oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan memiliki tanggung jawab pribadi atas uang yang dikelolanya.
Salah satu persyaratan kompetensi untuk dapat menduduki jabatan tersebut, harus mempunyai sertifikasi Bendahara yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Namun, dalam pelaksanaan pengelolaan atas uang negara, para Bendahara satker masih belum optimal dalam melakukan tugasnya. Terbukti, dengan temuan BPK saat melakukan pemeriksaan atas LKPP tahun 2021.
Hasil temuan terkait pengelolaan kas Bendahara, terdapat pada tiga kategori yaitu kas terlambat/belum disetor ke Kas Negara, Saldo Kas di Neraca tidak didukung keberadaaan fisik kas, dan permasalahan kas signifikan lainnya.
Pada kategori kas terlambat/belum disetor, permasalahan terbanyak pada keterlambatan penyetoran sisa UP/TUP/LS Bendahara dan keterlambatan penyetoran pungutan pajak ke Kas Negara.
Sementara itu, pada kategori saldo kas di neraca yang tidak didukung fisik kas disebabkan karena adanya saldo kas minus, kesalahan penggunaan TUP, dan selisih saldo BLU. Terakhir, permasalahan signifikan yang sering terjadi ialah adanya selisih pembukuan karena pencatatan tidak tertib dan penggunaan rekening pribadi atau rekening yang tidak memiliki izin dari Kuasa BUN. Atas berbagai temuan tersebut, Kementerian Keuangan menyelenggarakan survei/penelitian atas permasalahan yang terjadi di lapangan.
Hasil survei menunjukkan bahwa kompetensi Bendahara sudah baik dibuktikan bahwa 95% bendahara telah memiliki sertifikasi dan 87% pernah memperoleh sosialisasi terkait pengelolaan kas.
Namun, hal ini tidak berbanding lurus dengan pemahaman Bendahara terhadap proses bisnis bendahara yang hanya memiliki skor 65 dari nilai maksimal 100. Beberapa ketentuan yang sering dilanggar yaitu transaksi yang tidak segera dibukukan setelah dokumen diterima, pungutan pajak yang tidak segera disetorkan ke Kas Negara, dan tidak dibuatnya Berita Acara Keadaan Kas ketika menyimpan uang tunai di atas Rp50 juta.
Di sisi pengendalian internal satker, masih perlu peningkatan peran KPA/PPK dalam pelaksanakan pemeriksaan kas secara berkala agar mekanisme chek and balance dapat berjalan. Dan juga, dalam melakukan transaksi pembayaran atau penyetoran pajak, mayoritas bendahara masih dominan menggunakan sarana konvensional seperti ke teller dibandingkan dengan transaksi non tunai melalui CMS.
Memperhatikan hasil survei di atas, sangat perlu untuk menekankan kembali faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan oleh Bendahara guna meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan, guna memperbaiki pengelolaan kas serta penggunaan sarana non tunai dalam transaksi bendahara.
Alur proses pengelolaan kas bendahara diawali dengan melakukan penatausahaan Kas, dimana Bendahara harus menatausahakan seluruh uang yang dikelolanya. Bendahara dilarang menyimpan uang atas nama pribadi, dan wajib menggunakan rekening atas nama jabatan pada Bank Umum yang telah mendapatkan persetujuan Kuasa BUN. Dalam hal Bendahara Pengeluaran juga mengelola rekening lainnya, maka Bendahara Pengeluaran harus menatausahakan uang yang ada dalam rekening tersebut.
Selanjutnya, bendahara harus menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dikelolanya. Pembukuan Bendahara dilaksanakan atas dasar dokumen sumber dengan menggunakan aplikasi SAKTI.
Dalam rangka penatausahaan kas Bendahara, KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dengan saldo kas. Pemeriksaan kas dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu bulan, atau pada saat terjadinya pergantian Bendahara atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Dan hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas.
Terakhir, Bendahara wajib menyusun Laporan LPJ Bendahara secara bulanan atas uang yang dikelolanya dan disampaikan ke KPPN paling lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya.
Saat ini, dalam rangka mendukung penggunaan transaksi non tunai pada sektor pemerintahan, Kementerian Keuangan telah bekerjasama dengan perbankan dalam mengembangkan system pembayaran secara elektronik. Hal ini bertujuan bertujuan untuk memudahkan bendahara dalam melakukan transaksi serta untuk menuju ekosistem cashless society. Namun, berdasarkan data perbankan per September 2022, baru sebanyak 31% dari jumlah rekening virtual yang telah menggunakan CMS.
Untuk itu, bendahara sangat disarankan untuk memanfaatkan beberapa kanal transaksi non tunai seperti : pertama, Cash Management System (CMS) yang merupakan fitur wajib dari penggunaan rekening virtual pengeluaran, terdiri dari dua jenis user yaitu maker (bendahara) dan approver (PPK).
CMS dapat digunakan untuk pembayaran kepada para pegawai seperti perjalanan dinas dan honor, maupun transfer langsung kepada penyedia barang/jasa dengan dilengkapi fitur transfer terjadwal (scheduler) maupun transfer kelompok (batch). Pembayaran pajak juga dapat menggunakan fasilitas CMS sehingga bendahara tanpa perlu harus datang ke loket perbankan.
Kedua, Kartu Kredit Pemerintah (KKP) yang merupakan salah satu bagian dari penggunaan UP dengan proporsi minimal 40% dari total UP yang diminta satker. KKP dapat digunakan diberbagai merchant yang memiliki mesin EDC dan dapat digunakan diluar negeri karena terhubung dengan jaringan VISA/MasterCard.
Ketiga, Digital Payment (Digipay) yang merupakan marketplace yang dikembangkan Kementerian Keuangan yang disediakan bagi satker untuk melakukan pengadaan barang/jasa. Melalui Digipay dapat digunakan untuk pembelian ATK, konsumsi, jasa catering, dan jasa lainnya seperti servic AC, servis mobil, dsb. Dalam digipay disediakan pilihan transaksi pembayaran melalui debit rekening virtual dan KKP.
Beberapa kelebihan dan kemudahan Digipay adalah: pembayaran dilakukan setelah barang diterima; perhitungan dan pembayaran pajak difasilitasi paltform; hanya memfasilitasi UMKM dan produk lokal dalam negeri; pemisahan wewenang check and balance sesuai UU dan kebutuhan operasional; Cashless, hanya menggunakan Kartu Kredit Pemerintah atau CMS VA; dan tidak ada rekening penampungan sehingga uang dari satker langsung masuk ke rekening vendor.
Dengan memahami dan menjalankan semua ketentuan yg telah dijelaskan, diharapkan bendahara akan lebih baik dalam melakukan pengelolaan kas. Dan tentunya hal ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keuangan satker ke arah yang lebih baik dan berkualitas pula.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi temuan berulang terkait pengelolaan kas bendahara pada LKPP tahun 2022. Sehingga harapan untuk predikat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan, akan sangat mungkin dapat diraih.
*) Nilawati, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Medan II
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
Capaian tertinggi untuk laporan keuangan dalam bentuk pengakuan wajar tanpa pengecualian (WTP) menjadi pertanda bahwa pengelolaan keuangan telah dilakukan secara akuntabel.
Banyak yang tidak mengetahui bahwa untuk menyusun laporan keuangan yang berkualitas, banyak hal yang harus sudah dilakukan. Semua itu berawal dari proses penyusunan anggaran, pelaksanaan hingga ke pertanggungjawaban.
Bendahara, menjadi salah satu pihak yang mempunyai peran yang sangat penting dalam proses tersebut disamping pihak lain. Bendahara sendiri merupakan jabatan dalam satuan kerja yang bertugas untuk menerima, menyimpan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang APBN sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Bendahara ditunjuk oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan memiliki tanggung jawab pribadi atas uang yang dikelolanya.
Salah satu persyaratan kompetensi untuk dapat menduduki jabatan tersebut, harus mempunyai sertifikasi Bendahara yang dikeluarkan Kementerian Keuangan. Namun, dalam pelaksanaan pengelolaan atas uang negara, para Bendahara satker masih belum optimal dalam melakukan tugasnya. Terbukti, dengan temuan BPK saat melakukan pemeriksaan atas LKPP tahun 2021.
Hasil temuan terkait pengelolaan kas Bendahara, terdapat pada tiga kategori yaitu kas terlambat/belum disetor ke Kas Negara, Saldo Kas di Neraca tidak didukung keberadaaan fisik kas, dan permasalahan kas signifikan lainnya.
Pada kategori kas terlambat/belum disetor, permasalahan terbanyak pada keterlambatan penyetoran sisa UP/TUP/LS Bendahara dan keterlambatan penyetoran pungutan pajak ke Kas Negara.
Sementara itu, pada kategori saldo kas di neraca yang tidak didukung fisik kas disebabkan karena adanya saldo kas minus, kesalahan penggunaan TUP, dan selisih saldo BLU. Terakhir, permasalahan signifikan yang sering terjadi ialah adanya selisih pembukuan karena pencatatan tidak tertib dan penggunaan rekening pribadi atau rekening yang tidak memiliki izin dari Kuasa BUN. Atas berbagai temuan tersebut, Kementerian Keuangan menyelenggarakan survei/penelitian atas permasalahan yang terjadi di lapangan.
Hasil survei menunjukkan bahwa kompetensi Bendahara sudah baik dibuktikan bahwa 95% bendahara telah memiliki sertifikasi dan 87% pernah memperoleh sosialisasi terkait pengelolaan kas.
Namun, hal ini tidak berbanding lurus dengan pemahaman Bendahara terhadap proses bisnis bendahara yang hanya memiliki skor 65 dari nilai maksimal 100. Beberapa ketentuan yang sering dilanggar yaitu transaksi yang tidak segera dibukukan setelah dokumen diterima, pungutan pajak yang tidak segera disetorkan ke Kas Negara, dan tidak dibuatnya Berita Acara Keadaan Kas ketika menyimpan uang tunai di atas Rp50 juta.
Di sisi pengendalian internal satker, masih perlu peningkatan peran KPA/PPK dalam pelaksanakan pemeriksaan kas secara berkala agar mekanisme chek and balance dapat berjalan. Dan juga, dalam melakukan transaksi pembayaran atau penyetoran pajak, mayoritas bendahara masih dominan menggunakan sarana konvensional seperti ke teller dibandingkan dengan transaksi non tunai melalui CMS.
Memperhatikan hasil survei di atas, sangat perlu untuk menekankan kembali faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan oleh Bendahara guna meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan, guna memperbaiki pengelolaan kas serta penggunaan sarana non tunai dalam transaksi bendahara.
Alur proses pengelolaan kas bendahara diawali dengan melakukan penatausahaan Kas, dimana Bendahara harus menatausahakan seluruh uang yang dikelolanya. Bendahara dilarang menyimpan uang atas nama pribadi, dan wajib menggunakan rekening atas nama jabatan pada Bank Umum yang telah mendapatkan persetujuan Kuasa BUN. Dalam hal Bendahara Pengeluaran juga mengelola rekening lainnya, maka Bendahara Pengeluaran harus menatausahakan uang yang ada dalam rekening tersebut.
Selanjutnya, bendahara harus menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran yang dikelolanya. Pembukuan Bendahara dilaksanakan atas dasar dokumen sumber dengan menggunakan aplikasi SAKTI.
Dalam rangka penatausahaan kas Bendahara, KPA atau PPK atas nama KPA melakukan pemeriksaan kas untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dengan saldo kas. Pemeriksaan kas dilakukan paling sedikit satu kali dalam satu bulan, atau pada saat terjadinya pergantian Bendahara atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Dan hasilnya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kas.
Terakhir, Bendahara wajib menyusun Laporan LPJ Bendahara secara bulanan atas uang yang dikelolanya dan disampaikan ke KPPN paling lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya.
Saat ini, dalam rangka mendukung penggunaan transaksi non tunai pada sektor pemerintahan, Kementerian Keuangan telah bekerjasama dengan perbankan dalam mengembangkan system pembayaran secara elektronik. Hal ini bertujuan bertujuan untuk memudahkan bendahara dalam melakukan transaksi serta untuk menuju ekosistem cashless society. Namun, berdasarkan data perbankan per September 2022, baru sebanyak 31% dari jumlah rekening virtual yang telah menggunakan CMS.
Untuk itu, bendahara sangat disarankan untuk memanfaatkan beberapa kanal transaksi non tunai seperti : pertama, Cash Management System (CMS) yang merupakan fitur wajib dari penggunaan rekening virtual pengeluaran, terdiri dari dua jenis user yaitu maker (bendahara) dan approver (PPK).
CMS dapat digunakan untuk pembayaran kepada para pegawai seperti perjalanan dinas dan honor, maupun transfer langsung kepada penyedia barang/jasa dengan dilengkapi fitur transfer terjadwal (scheduler) maupun transfer kelompok (batch). Pembayaran pajak juga dapat menggunakan fasilitas CMS sehingga bendahara tanpa perlu harus datang ke loket perbankan.
Kedua, Kartu Kredit Pemerintah (KKP) yang merupakan salah satu bagian dari penggunaan UP dengan proporsi minimal 40% dari total UP yang diminta satker. KKP dapat digunakan diberbagai merchant yang memiliki mesin EDC dan dapat digunakan diluar negeri karena terhubung dengan jaringan VISA/MasterCard.
Ketiga, Digital Payment (Digipay) yang merupakan marketplace yang dikembangkan Kementerian Keuangan yang disediakan bagi satker untuk melakukan pengadaan barang/jasa. Melalui Digipay dapat digunakan untuk pembelian ATK, konsumsi, jasa catering, dan jasa lainnya seperti servic AC, servis mobil, dsb. Dalam digipay disediakan pilihan transaksi pembayaran melalui debit rekening virtual dan KKP.
Beberapa kelebihan dan kemudahan Digipay adalah: pembayaran dilakukan setelah barang diterima; perhitungan dan pembayaran pajak difasilitasi paltform; hanya memfasilitasi UMKM dan produk lokal dalam negeri; pemisahan wewenang check and balance sesuai UU dan kebutuhan operasional; Cashless, hanya menggunakan Kartu Kredit Pemerintah atau CMS VA; dan tidak ada rekening penampungan sehingga uang dari satker langsung masuk ke rekening vendor.
Dengan memahami dan menjalankan semua ketentuan yg telah dijelaskan, diharapkan bendahara akan lebih baik dalam melakukan pengelolaan kas. Dan tentunya hal ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kinerja keuangan satker ke arah yang lebih baik dan berkualitas pula.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi temuan berulang terkait pengelolaan kas bendahara pada LKPP tahun 2022. Sehingga harapan untuk predikat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan, akan sangat mungkin dapat diraih.
*) Nilawati, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Medan II
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022