Ketua BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumatera Utara Denny S Wardhana mengatakan, larangan pasangan tidak menikah menginap di hotel sulit untuk diterima.
"Kita secara organisasi mengeluarkan sikap resmi bahwa aturan tersebut tidak bisa diterima karena akan terkait langsung dengan kelangsungan bisnis hotel dan upaya pemulihan sektor pariwisata," ucapnya di Medan, Kamis.
PHRI BPD Sumut secara resmi mengeluarkan sikap terkait rancangan KUHP yang menjadikan pasangan belum menikah menginap di hotel akan dipidana kategori satu selama 1 tahun penjara dan kategori 2 selama 10 tahun penjara.
Denny menyebutkan, yang menjadi konsentrasi isu penting yang sekarang sedang diperbincangkan para pengusaha dan pengelola hotel adalah RKUHP pasangan tidak nikah check in di hotel akan dipidana.
Ia mengungkapkan hal ini sudah menjadi isu nasional. "Jika pasal tersebut disahkan akan kontraproduktif dengan bisnis hotel, terutama bagi wisatawan mancanegara yang secara perlahan mulai masuk ke berbagai daerah di Indonesia termasuk Sumut," katanya.
BPP PHRI sendiri sudah menyatakan menolak RKUHP tersebut. Kemudian BPD PHRI berbagai daerah Indonesia juga menyuarakan hal serupa. "Sehingga kita di Sumut juga menyuarakannya. Tujuannya untuk membulatkan sikap pada pembahasan tersebut," jelasnya.
Ketua PHRI Sumut mengatakan, setiap isu nasional yang berdampak ke daerah akan disikapi secara transparan. "Bayangkan di saat kita sedang mengupayakan pemulihan dan mendorong jumlah wisatawan asing, lalu muncul pasal tersebut, sepertinya kontraproduktif," katanya.
Denny mengatakan, hotel baru saja akan bernafas setelah pandemi COVID-19 menghantam hebat bisnis mereka. "Ini kita seperti dipaksa lagi memikirkan rencana penerapan pasal dimaksud," katanya.
Ia mengharapkan agar pihak terkait mengakomodasi aspirasi para pengusaha hotel. "Kalau pun aturan seperti ini mau diterapkan, saya kira jangan tumpang tindih.Sebenarnya kebijakan terkait hal ini ada juga di atur dalam peraturan daerah masing-masing, misalnya untuk pengamanan dengan melibatkan Satpol PP," ucapnya.
Malah jika diizinkan pengusaha hotel tetap berharap stimulus berupa kelonggaran kebijakan untuk bisa terus pulih seperti kondisi sebelum krisis.Karena ketika pandemi banyak sekali beban keuangan yang mendera para pengusaha hotel, maka dengan stimulus pemerintah, setidaknya akan meringankan.
"Jika pasal RKUHP ini yang dijalankan pasti memberatkan. Yang kita harapkan sebenarnya keringanan berupa kebijakan yang mendukung bisnis hotel," katanya.
Denny menambahkan, tingkat hunian pascapandemi di tahun ini sudah lebih baik. Occupancy rate setidaknya sudah berada di 40 persen ke atas dan ini tentu suatu kemajuan besar dibandingkan tahun lalu dan tahun 2020.
"Momentumnya harus terus dipertahankan untuk mencapai titik ideal," kata Denny.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"Kita secara organisasi mengeluarkan sikap resmi bahwa aturan tersebut tidak bisa diterima karena akan terkait langsung dengan kelangsungan bisnis hotel dan upaya pemulihan sektor pariwisata," ucapnya di Medan, Kamis.
PHRI BPD Sumut secara resmi mengeluarkan sikap terkait rancangan KUHP yang menjadikan pasangan belum menikah menginap di hotel akan dipidana kategori satu selama 1 tahun penjara dan kategori 2 selama 10 tahun penjara.
Denny menyebutkan, yang menjadi konsentrasi isu penting yang sekarang sedang diperbincangkan para pengusaha dan pengelola hotel adalah RKUHP pasangan tidak nikah check in di hotel akan dipidana.
Ia mengungkapkan hal ini sudah menjadi isu nasional. "Jika pasal tersebut disahkan akan kontraproduktif dengan bisnis hotel, terutama bagi wisatawan mancanegara yang secara perlahan mulai masuk ke berbagai daerah di Indonesia termasuk Sumut," katanya.
BPP PHRI sendiri sudah menyatakan menolak RKUHP tersebut. Kemudian BPD PHRI berbagai daerah Indonesia juga menyuarakan hal serupa. "Sehingga kita di Sumut juga menyuarakannya. Tujuannya untuk membulatkan sikap pada pembahasan tersebut," jelasnya.
Ketua PHRI Sumut mengatakan, setiap isu nasional yang berdampak ke daerah akan disikapi secara transparan. "Bayangkan di saat kita sedang mengupayakan pemulihan dan mendorong jumlah wisatawan asing, lalu muncul pasal tersebut, sepertinya kontraproduktif," katanya.
Denny mengatakan, hotel baru saja akan bernafas setelah pandemi COVID-19 menghantam hebat bisnis mereka. "Ini kita seperti dipaksa lagi memikirkan rencana penerapan pasal dimaksud," katanya.
Ia mengharapkan agar pihak terkait mengakomodasi aspirasi para pengusaha hotel. "Kalau pun aturan seperti ini mau diterapkan, saya kira jangan tumpang tindih.Sebenarnya kebijakan terkait hal ini ada juga di atur dalam peraturan daerah masing-masing, misalnya untuk pengamanan dengan melibatkan Satpol PP," ucapnya.
Malah jika diizinkan pengusaha hotel tetap berharap stimulus berupa kelonggaran kebijakan untuk bisa terus pulih seperti kondisi sebelum krisis.Karena ketika pandemi banyak sekali beban keuangan yang mendera para pengusaha hotel, maka dengan stimulus pemerintah, setidaknya akan meringankan.
"Jika pasal RKUHP ini yang dijalankan pasti memberatkan. Yang kita harapkan sebenarnya keringanan berupa kebijakan yang mendukung bisnis hotel," katanya.
Denny menambahkan, tingkat hunian pascapandemi di tahun ini sudah lebih baik. Occupancy rate setidaknya sudah berada di 40 persen ke atas dan ini tentu suatu kemajuan besar dibandingkan tahun lalu dan tahun 2020.
"Momentumnya harus terus dipertahankan untuk mencapai titik ideal," kata Denny.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022