Karya lukisan dengan mulut warga Dusun IV Anggrek, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang, diminati para penikmat seni sampai ke mancanegara.
Pelukis penyandang disabilitas itu adalah Ahmad Yoga (23).
Di temui ANTARA di kediamannya, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Sugiono dan Dwi Sri Rahayu ini mengisahkan dari lahir sampai berusia 17 tahun tumbuh seperti anak normal lainnya.
Namun takdir tak dapat dielakkan. Dirinya tersengat listrik di Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kota Aek Kanopan pada bulan Mei 2015, sehingga menyebabkan kehilangan kedua tangan dan kaki.
"Awal-awal setelah kejadian, sangat frustrasi, putus asa serta tidak percaya dengan bencana yang dialami. Bahkan ketika membuka mata setelah pemisahan kaki dan tangan hanya bisa terdiam dan menagis," ujar Yoga menjelaskan perasaannya saat itu.
Lanjut, Yoga enam bulan berlalu pascakejadian seorang perempuan bernama Jeny Ong dari yayasan Smiling Kids di kota Medan datang ke rumah dan memberikan banyak motivasi.
"Bu Jeny memotivasi untuk mengembangkan bakat dengan menyarankan melukis, eh ternyata bisa. Meski awalnya tidak begitu bagus, tapi terus berlatih," cerita Yoga.
Meskipun Yoga mengalami kesulitan berlatih melukis dengan mengandalkan mulut, tapi dia berhasil membuktikan ke dunia bahwa karyanya luar biasa dan patut diperhitungkan
Yoga meraih juara dua dalam kontes perlombaan melukis yang diselenggarakan oleh Pewarta Foto Indonesia (PFI) di hotel Cambridge Medan pada tahun 2018 silam.
"Aku sangat terharu dan tidak menyangka bisa meraih juara dua. Seperti mimpi saja. Di situ, bapak Akhyar Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Walikota hadir dalam acara tersebut meminta dilukis wajahnya. Dengan perasan senang langsung melukis," terang Yoga.
Seiring berjalannya waktu, Yoga dibanjiri pesanan untuk melukis dari lukisan biasa hingga sketsa wajah.
"Pesanan banyak, sih. Tapi sebelum dilanda virus COVID-19. Kalau di masa pandemi sama sekali tak ada orderan," kata Yoga.
Ditanya membutuhkan waktu berapa lama melukis sketsa wajah, Yoga menjawab setengah jam.
"Kesulitan tidak ada. Palingan jika kehabisan bahan untuk melukis. Kalau soal harga lukisan bervariasi," jawabnya.
Disinggung saat ini kegiatan apa, Yoga kembali menjawab bekerja di yayasan pelatihan moralitas budi pekerti bangsa Indonesia di perumahan Cemara.
"Aku pergi dan pulang kerja dibonceng oleh abang ipar yang kerjanya searah. Soal penghasilan, cukup lah untuk membantu kebutuhan kedua adik perempuan masih sekolah. Alhamdulillah juga, negara Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Philipina, dan Inggris memesan lukisan. Dalam waktu dekat, semua pesanan dikirim," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Pelukis penyandang disabilitas itu adalah Ahmad Yoga (23).
Di temui ANTARA di kediamannya, anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Sugiono dan Dwi Sri Rahayu ini mengisahkan dari lahir sampai berusia 17 tahun tumbuh seperti anak normal lainnya.
Namun takdir tak dapat dielakkan. Dirinya tersengat listrik di Kabupaten Labuhan Batu Utara, Kota Aek Kanopan pada bulan Mei 2015, sehingga menyebabkan kehilangan kedua tangan dan kaki.
"Awal-awal setelah kejadian, sangat frustrasi, putus asa serta tidak percaya dengan bencana yang dialami. Bahkan ketika membuka mata setelah pemisahan kaki dan tangan hanya bisa terdiam dan menagis," ujar Yoga menjelaskan perasaannya saat itu.
Lanjut, Yoga enam bulan berlalu pascakejadian seorang perempuan bernama Jeny Ong dari yayasan Smiling Kids di kota Medan datang ke rumah dan memberikan banyak motivasi.
"Bu Jeny memotivasi untuk mengembangkan bakat dengan menyarankan melukis, eh ternyata bisa. Meski awalnya tidak begitu bagus, tapi terus berlatih," cerita Yoga.
Meskipun Yoga mengalami kesulitan berlatih melukis dengan mengandalkan mulut, tapi dia berhasil membuktikan ke dunia bahwa karyanya luar biasa dan patut diperhitungkan
Yoga meraih juara dua dalam kontes perlombaan melukis yang diselenggarakan oleh Pewarta Foto Indonesia (PFI) di hotel Cambridge Medan pada tahun 2018 silam.
"Aku sangat terharu dan tidak menyangka bisa meraih juara dua. Seperti mimpi saja. Di situ, bapak Akhyar Nasution yang saat itu menjabat sebagai Wakil Walikota hadir dalam acara tersebut meminta dilukis wajahnya. Dengan perasan senang langsung melukis," terang Yoga.
Seiring berjalannya waktu, Yoga dibanjiri pesanan untuk melukis dari lukisan biasa hingga sketsa wajah.
"Pesanan banyak, sih. Tapi sebelum dilanda virus COVID-19. Kalau di masa pandemi sama sekali tak ada orderan," kata Yoga.
Ditanya membutuhkan waktu berapa lama melukis sketsa wajah, Yoga menjawab setengah jam.
"Kesulitan tidak ada. Palingan jika kehabisan bahan untuk melukis. Kalau soal harga lukisan bervariasi," jawabnya.
Disinggung saat ini kegiatan apa, Yoga kembali menjawab bekerja di yayasan pelatihan moralitas budi pekerti bangsa Indonesia di perumahan Cemara.
"Aku pergi dan pulang kerja dibonceng oleh abang ipar yang kerjanya searah. Soal penghasilan, cukup lah untuk membantu kebutuhan kedua adik perempuan masih sekolah. Alhamdulillah juga, negara Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Philipina, dan Inggris memesan lukisan. Dalam waktu dekat, semua pesanan dikirim," pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021