Makanan - makanan ringan ala Sumatera Barat kini ramai menghiasi rak-rak warung yang ada di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Bagi siapa saja mau membuktikannya silakan saja mampir ke beberapa warung (toko) makanan di pinggir ruas Jalan Lintas Sumatera di daerah itu. Periksa!.
Minimarket Penginapan Sambal Taruma 1, persisnya dekat Hotel Tor Sibohi, Sipirok, contohnya. Berbagai varian makanan ringan "made in" Sumbar banyak ditemui di sini.
Amatan ANTARA, Kamis (3/6), bahan baku makanan ringan asal Sumbar itu terlihat tidak ada yang terlalu istimewa. Biasa-biasa saja, malah banyak ditemui di daerah.
Seperti pisang, ubi, kentang, tepung yang diadon atau diolah menjadi berbagai varian bentuk dan citarasa makanan ringan.
Wujudnya seperti keripik ubi, putu, kue bawang, kembang loyang, keripik pisang, berbagai kerupuk dan lainnya yang kesannya daerah (Tapsel) juga (lebih) mampu.
Memang, secara kasat mata kemasannya dibuat menarik. Terbungkus plastik tebal tertera juga keterangan produk pembuatan serta informasi usahanya. Sehingga dapat menarik perhatian pembeli.
Menurut keterangan yang punya usaha Penginapan Sambal Taruma 1, bahwa kehadiran makanan ringan ke warungnya sudah lama. Bahkan sistem jual makanan ringan itu di titip. Artinya laku dulu baru bayar.
"Ada sales yang mengantar (menitip) langsung makanan ringan ini dari Sumbar. Bahkan mereka (sales) sampai dagang ke Medan. Sekian waktu salesnya datang lagi mencek barangnya sekalian mengutip uang dan mengganti barang laku," kata pengusaha itu.
Jadi, menurutnya, laku tidak laku itu barang (makanan ringan) yang dititip tidak ada beban rugi baginya. Ibarat hanya sekadar mengambil keuntungan jasa dari penjualan di warungnya.
Disinggung mengapa tidak mengisi rak-rak jualannya dengan mayoritas makanan ringan produk daerah sendiri (Tapsel)? ibu paroh baya itu hanya mampu melempar senyum seolah menyimpan beribu makna di baliknya.
Merupakan Cambuk!
Keadaan di atas boleh dikatakan merupakan cambuk bagi stakeholder di daerah (Tapsel) yang dinilai tak mampu menjadikan produk-produknya sebagai tuan di tanah sendiri.
Sepatutnyalah pelaku ekonomi (UMKM) dan pemangku kepentingan Tapsel (tanpa menyalahkan) untuk segera berbenah. Silahkan duduk bersama (sinergi).
Lalukan revitalisasi berbagai manajemen agar produk unggulan masyarakat menjadi tuan di tanah sendiri, apalagi hanya sebatas makanan ringan. Ekstremnya agar tidak hanya menjadi 'penonton' tetapi sebagai pelaku.
Apalagi di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini yang sangat berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat. Mudah-mudahan "berkuasanya" makanan ringan Sumbar ini dapat menjadi cemeti bagi Tapsel untuk lebih berbuat.
Tidak ada istilah terlambat. Yang penting tunjukkan bahwa kita (daerah) bisa. Maka dengan tekad bulat bahwa "kita bisa" diharapkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 bisa menjadi solusi. Semoga!
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Bagi siapa saja mau membuktikannya silakan saja mampir ke beberapa warung (toko) makanan di pinggir ruas Jalan Lintas Sumatera di daerah itu. Periksa!.
Minimarket Penginapan Sambal Taruma 1, persisnya dekat Hotel Tor Sibohi, Sipirok, contohnya. Berbagai varian makanan ringan "made in" Sumbar banyak ditemui di sini.
Amatan ANTARA, Kamis (3/6), bahan baku makanan ringan asal Sumbar itu terlihat tidak ada yang terlalu istimewa. Biasa-biasa saja, malah banyak ditemui di daerah.
Seperti pisang, ubi, kentang, tepung yang diadon atau diolah menjadi berbagai varian bentuk dan citarasa makanan ringan.
Wujudnya seperti keripik ubi, putu, kue bawang, kembang loyang, keripik pisang, berbagai kerupuk dan lainnya yang kesannya daerah (Tapsel) juga (lebih) mampu.
Memang, secara kasat mata kemasannya dibuat menarik. Terbungkus plastik tebal tertera juga keterangan produk pembuatan serta informasi usahanya. Sehingga dapat menarik perhatian pembeli.
Menurut keterangan yang punya usaha Penginapan Sambal Taruma 1, bahwa kehadiran makanan ringan ke warungnya sudah lama. Bahkan sistem jual makanan ringan itu di titip. Artinya laku dulu baru bayar.
"Ada sales yang mengantar (menitip) langsung makanan ringan ini dari Sumbar. Bahkan mereka (sales) sampai dagang ke Medan. Sekian waktu salesnya datang lagi mencek barangnya sekalian mengutip uang dan mengganti barang laku," kata pengusaha itu.
Jadi, menurutnya, laku tidak laku itu barang (makanan ringan) yang dititip tidak ada beban rugi baginya. Ibarat hanya sekadar mengambil keuntungan jasa dari penjualan di warungnya.
Disinggung mengapa tidak mengisi rak-rak jualannya dengan mayoritas makanan ringan produk daerah sendiri (Tapsel)? ibu paroh baya itu hanya mampu melempar senyum seolah menyimpan beribu makna di baliknya.
Merupakan Cambuk!
Keadaan di atas boleh dikatakan merupakan cambuk bagi stakeholder di daerah (Tapsel) yang dinilai tak mampu menjadikan produk-produknya sebagai tuan di tanah sendiri.
Sepatutnyalah pelaku ekonomi (UMKM) dan pemangku kepentingan Tapsel (tanpa menyalahkan) untuk segera berbenah. Silahkan duduk bersama (sinergi).
Lalukan revitalisasi berbagai manajemen agar produk unggulan masyarakat menjadi tuan di tanah sendiri, apalagi hanya sebatas makanan ringan. Ekstremnya agar tidak hanya menjadi 'penonton' tetapi sebagai pelaku.
Apalagi di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini yang sangat berdampak negatif terhadap perekonomian masyarakat. Mudah-mudahan "berkuasanya" makanan ringan Sumbar ini dapat menjadi cemeti bagi Tapsel untuk lebih berbuat.
Tidak ada istilah terlambat. Yang penting tunjukkan bahwa kita (daerah) bisa. Maka dengan tekad bulat bahwa "kita bisa" diharapkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 bisa menjadi solusi. Semoga!
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021