Warga mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Kota Tanjungbalai (FMPKT) yang kembali berunjukrasa ke Bawaslu mendesak Sentra Gakkumdu memanggil Kepala Lingkungan (Kepling) se Kota Tanjungbalai yang diduga terlibat politik uang pada Pilkada 9 Desember 2020 pekan lalu.

Hj.Lamsari akrab disapa Hajjah Lolom mengatakan, Kepling se Kota Tanjungbalai merupakan kaki tangan pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 03, Syahrial-Waris atau Salwa yang membagi-bagikan uang ke masyarakat agar memilih Salwa.

Baca juga: Kejari TBA bagikan sembako kepada warga terdampak banjir

"Kami punya banyak bukti berupa pernyataan warga yang mengakui memilih Salwa karena dikasi uang seratus ribu rupiah oleh Kepling. Harusnya Kepling tidak boleh terlibat dalam politik uang," kata Hajjah Lolom, Rabu (16/12).

Dihadapan Ketua Bawaslu, Dedi Hendrawan, Kasat Reskrim Polres Tanjungbalai, AKP Rapi Pinakri dan Kasi Pidum Kejari Tanjungbalai, R. Simanjuntak, Hajjah Lololom juga membeberkan pengakuan sejumlah Kepling kepadanya, bahwa Kepling terlibat politik uang karena takut dipecat.

Menurutnya, ada Kepling mengaku bahwa mereka ditekan untuk mendapat 75 suara untuk Salwa ditiap-tiap TPS yang ada dilingkungan kerja masing-masing. Jika tidak dapat, maka jabatan menjadi taruhannya.

"Untuk itu, Gakkumdu yang didalammnya ada Bawaslu, Polisi dan Jaksa kami minta panggil dan tangkap Kepling yang terlibat membagi-bagikan uang dari Paslon Salwa," kata Hajjah Lolom

Ia juga mendesak Gakkumdu untuk transfaran dalam kasus dugaan politik uang terhadap enam orang warga Matahalasan yang didalamnya ada Kepiling dan Ketua Golkar yang diserahkan polisi ke Gakkumdu atas dugaan praktik politik uang.

Warga lainnya, BO Simamora menyatakan Pilkada Tanjungbalai 2020 banyak kecurangan, dimana ribuan pemilih tidak mendapat Formulir C-Pemberitahuan untuk memilih pada 9 Desember 2020.

"Sebagai contoh, anak saya ada dua orang yang tidak mendapat C-Pemberitahuan. Padahal pada Pemilu 2019 lalu mereka mendapat Formulir C-6. Warga yang tidak mendapat formulir C-Pemberitahuan terdata sebagai pemilih 01, Eka-Gustami," katanya.

Simamora menyatakan, akibat tidak mendapat Formulir C-Pemberitahuan, bukan anaknya saja yang tidak bisa ke TPS menggunakan hak pilih, namun ribuan warga lainn yang tidak mendapat C-Pemberitauan tidak memilih sehingga menyebabkan Paslon 01 dirugikan," katanya.

Ketua Bawaslu Tanjungbalai, Dedi Hendrawan menjelaskan, kasus enam warga Matahalasan diduga pelaku politik uang masih dalam proses. Gakkumdu sudah memeriksa orang-orang yang tetlibat dalam kasus tersebut.

Menurut Dedi, Indah salah seorang yang yang dimintai klarifikasi mengakui menerima uang Rp200.000,- dari Isa (Kepling) untuk memilih Nomor O3. Namun Herman (saksi) mengaku uang tersebut merupakan uang tranport saksi,  karena Indah adalah saksi Golkar pada Pemilu 2019.

"Sesuai azas hukum, satu saksi bukanlah saksi. Kesaksian Indah tidak bisa berdiri sendiri. Kami (Gakkumdu) masih mendalami kasus ini dan membutuhkan saksi lain. Jika bapak ibu punya data dan bukti, silakan serahkan kepada kami," ujar Dedi.

Pantauan ANTARA, setelah melalui  perdebatan panjang akhirnya dengar pendapat perwakilan massa FMPKT bersama Gakkumdu berakhir tanpa membuahkan hasil yang jelas.

Pewarta: Yan Aswika

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020