Penolakan yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat terhadap perpanjangan izin perbunanan sawit milik PT Tri Bahtera Srikandi (TBS) di kecamatan Natal, Kabubapten Mandailing Natal (Madina) berbuntut panjang. 

Pihak perusahaan melalui kuasa hukumnya melayangkan somasi terhadap Ikatan Pemuda Pemudi Ranah Nata (Ikaperta) selaku organisasi yang mempelopori penolakan karena menduga PT TBS melakukan pengrusakan mangrove di areal perkebunannya dan meminta bekas lahan mangrove untuk dikembalikan atau Restorasi Mangrove.

Menanggapi hal tersebut, penggiat lingkungan, Bambang Saswanda menilai Pemerintah Daerah harus segera turun tangan dan mengumpulkan parapihak terkait. 

selanjutnya membuka ruang dialog secara terbuka agar masing-masing kepentingan dapat diakomodir sebelum terjadi konflik lebih luas.

"Bupati telah mengeluarkan surat penghentian sementara PT TBS, artinya pemkab memberi respons. Bupati juga telah berjanji membuat tim dan segera turun. Jadi aneh pihak perkebunan melalui kuasa hukumnya melakukan somasi terhadap organisasi pemuda yang mengaspirasikan penolakan ini di tengah proses yang ditempuh Pemkab Madina," katanya.


Menurut dia, sebaiknya pihak TBS mengikuti prosesnya, menunggu bupati dan tim turun ke lapangan, kemudian verifikasi kembali, kroscek luas lahan, koordinatnya dan status kawasan, sempadan lautnya, bahkan bisa melakukan potret satelit kondisi terkini dan membandingkannya dengan kondisi sebelum ada perkebunan untuk mengetahui kepastiannya asal kawasannya. 

"Proses IUP ini kan ada runutannya, nah di dalamnya ada prinsip keterbukaan, nanti di sana kan akan terlihat apakah perusahaan melanggar aturan atau tidak, dugaan ini kan aspirasi yang telah lama disuarakan masyarakat," ujarnya.


Baca juga: Ikapperta sambut baik penghentian sementara aktivitas PT. TBS

Saat ini kata dia kesadaran lingkungan hidup masyarakat dunia mulai tumbuh, termasuk juga masyarakat Madina.

"Ketika pemerintah dan masyarakat telah melihat kesadaran lingkungan hidup atau meminta lingkungan hidup diperhatikan, apakah etis lalu mereka ditekan dengan ancam hukum pidana? Saya heran juga kalau begini perspektif kita," katanya.

Ia menyanyangkan hal tersebut dilakukan oleh perusahaan, sebab kata dia aspirasi untuk lingkungan hidup tersebut adalah hak yang dijamin oleh undang-undang. 

"Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata, ini kan ada jaminan hukumnya," kata pria yang juga merupakan putra daerah dari pantai barat Madina itu.

Dilema Eksosistem Pesisir Madina

Dilema eksosistem mangrove kata pria yang berasal dari Pantai Barat Madina ini adalah wilayah mangrove tersebut berada di Areal Penggunaan Lain (APL), sehingga memungkinkan menjadi perkebunan termasuk kelapa sawit.

Padahal fungsi mangrove di pesisir pantai barat Madina ini sangat strategis, terutama pasca terjadinya Tsunami tahun 2004 lalu, salah satu kecamatan di pesisir barat madina ini bahkan menjadi salah satu wilayah terdampak Tsunami tersebut.

"Saya memandang jangka panjang, pertama masyarakat di sana adalah nelayan, mangrove memberi banyak fungsi eklogis terutama sektor perikanan sebagai tempat pemijahan ikan, habitat ikan, kepiting dan lainnya, sehingga ini harus dipertimbangkan, apa semua masyarakat disana harus dipaksa bekerja di perkebunan sawit? " ujarnya

Kedua, lanjut dia adalah soal mitigasi dan antisipasi bencana, pantai barat madina itu berada satu garis pantai dengan Padang hingga Aceh, wilayah ini punya riwayat gempa laut dan tsunami. 

Mangrove sendiri terbukti menjadi barrier (pagar) alami menekan kekuatan gelombang tsunami, bahkan ini telah dibuktikan di Jepang dimana wilayah yang ekosistem mangrovenya baik mampu meredam kekuatan gelombang tsunami hingga 50 persen.

"Madina pernah menyusun dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis,  jika berpatokan pada dukumen ini jelas-jelas bahwa areal pesisir menjadi wilayah yang diamanatkan untuk dilindungi sebagai buffer tsunami. sehingga sangat wajar masyarakat memberi respons terhadap dugaan pengrusakan mangrove tersebut" tutupnya.
 

Pewarta: Rel

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019