PLTA Batang Toru berkapsitas 510 Mega Watt (MW) di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara akan dapat mengurangi emisi karbondioksida minimal 1,6 juta metric ton atau setara dengan penyerapan karbon dari hutan seluas 120.000 hektar.

Bahkan, Indonesia menghadirkan PLTA Batang Toru untuk menggantikan peran pembangkit listrik tenaga diesel yang berbahan bakar fosil pada saat beban puncak di Sumatera Utara.

Peningkatan emisi karbon dan polusi udara sudah menjadi perhatian dunia akibat dampak iklim yang ditimbulkannya dipicu pembangkit listrik fosil seperti batubara, gas bumi, dan minyak bumi yang melepaskan karbondioksida ke atmosfir.

PBB memperkirakan di seluruh dunia terjadi tujuh juta kematian dini akibat polusi udara dengan empat juta di antaranya terjadi di Asia Pasifik. Bencana ini menyebabkan kerugian ekonomi US$ 5 trilyun per tahun, dan pada 2030 akan mengurangi produksi pangan sebanyak 26 persen.

Karenanya peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia 2019 mengangkat tema “Kurangi Polusi”. Demikian hal yang mengemuka dalam acara halalbihalal PLTA Batang Toru dengan awak media massa di Jakarta.

Dalam siaran pers diterima di Tapanuli Selatan, Rabu (3/7), Communications and External Affairs Director PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Firman Taufick mengatakan, selama ratusan tahun manusia terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil.

Dan, telah menyebabkan polusi dan peningkatan terus emisi karbon memicu terjadinya perubahan iklim. “Karena itu penggunaan bahan bakar fosil harus diminimalisir, dan energi terbarukan yang lebih bersih seperti PLTA Batang Toru harus dikedepankan,” katanya.

Kasubdit Penyiapan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Husni Safruddin yang hadir diacara halal bihalal bersama Pengamat Kelistrikan, Fabby Tumiwa, kata Firman, mengatakan bahwa PLTA Batang Toru merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam mendukung  Paris Agreement, yang implementasinya di sektor energi adalah melalui target EBT 23% di tahun 2025 sesuai kebijakan energi nasional.

Sementara, Senior Adviser on Environment and Sustainability PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Agus Djoko Ismanto, mengatakan PLTA Batang Toru merupakan energi bersih karena sumber energinya adalah air. Selain bersih, PLTA juga sudah pasti menjaga kelestarian lingkungan karena ketersediaan pasokan air tergantung dari kelestarian alam.

“PLTA Batang Toru tidak mempunyai reservoir, sehingga stok air tersimpan di dalam hutan. Karena itu PLTA Batang Toru secara fundamental akan mempertahankan dan selalu ikut program kelestarian kawasan yang menghasilkan air sebagai bahan baku operasinya,” kata Agus Djoko Ismanto yang akrab dipanggil Adji.

Sementara Pakar Orangutan dari Universitas Indonesia Rondang Siregar, saat berbicara mengenai emisi karbon dan polusi udara di acara ini mengatakan emisi karbon dan polusi dampaknya tidak hanya pada manusia tapi juga satwa liar yang hidup di bumi ini seperti orangutan. Spesies hewan ini termasuk yang rentan terhadap dampak polusi dan emisi karbon.  

“Sama seperti upaya mengurangi emisi dan polusi yang harus diupayakan bersama semua pihak, maka upaya menjaga kelestarian orangutan juga harus diupayakan bersama,” kata  dia.

Penggunaan energi bersih seperti PLTA sangat penting untuk kehidupan semua makhluk di bumi. Penggunaan energi bersih yang rendah emisi dapat mereduksi emisi gas karbondioksida yang selama ini dihasilkan oleh energi fosil.

"Karena itu PLTA Batang Toru merupakan bagian dari solusi yang nyata  dari bencana akibat peningkatan emisi dan polusi udara," kata Rondang.

 

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019