Jaksa penuntut umum KPK menuntut anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari Fraksi Partai Bulan Bintang Ferry Suando Tanuray Kaban dengan hukuman 5 tahun penjara.

Selain hukuman kurungan, JPU juga menuntut terdakwa dengan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima "uang ketok" Rp772,5 juta dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

JPU KPK Budi Nugraha di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, menyatakan terdakwa Ferry Suando Tanuray Kaban terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 5 tahun ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kedua Pasal 12 Huruf b UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Ferry terbukti menerima suap senilai total Rp772,5 juta dari Gubenur Sumut saat itu Gatot Pujo Nugroho.

Hal yang memberatkan, kata jaksa Budi, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas korupsi, terdakwa tidak sepenuhnya jujur dan hanya mengakui menerima Rp215,5 juta. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum dan sudah mengembalikan Rp20 juta.

Ferry juga dituntut membayar uang pengganti sebanyak suap yang diterimanya.

"Menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp752,5 juta Selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap. Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti," ungkap jaksa Budi.


Pencabutan Hak Politik Ferry

JPU juga menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik kepada para terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya.

Ferry Suando diketahui pernah buron selama 4 bulan dan masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 28 September 2018 karena Ferry mangkir dari panggilan penyidik tanpa alasan jelas.

Baru pada tanggal 11 Januari 2019, Ferry ditemani sang istri mendatangi Polsek Kelapa Dua. Setelah melalui pemeriksaan singkat, Ferry diserahkan ke KPK ditemani istrinya. Pada hari itu juga ia ditahan di Rutan Cabang KPK, belakang Gedung Merah Putih hingga saat ini.

Uang suap Rp772,5 juta itu dalam dakwaan digunakan untuk empat kegiatan, yaitu pertama, pengesahan terhadap LPJB Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumut pada tahun anggaran (TA) 2012.

Pembagiannya, anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebesar Rp12,5 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp17,5 juta; ketua fraski mendapat Rp20 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp40 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp77,5 juta.

Kedua, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut TA 2013. Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumut saat itu Kamaluddin Harahap kembali meminta "uang ketok" sebesar Rp2,55 miliar.

Pembagiannya adalah anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp15 juta; anggota badan anggaran (banggar) mendapat tambahan sebesar Rp10 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp10 juta; ketua fraski mendapat tambahan Rp15 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp50 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp150 juta.

Ketiga, pengesahan APBD Sumut TA 2014. Pembagiannya melalui bendahara dewan, yaitu Muhammad Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD Provinsi Sumut mengambil gaji dan honor lain setiap bulannya.

Keempat, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut pada tahun anggaran 2015. Untuk pengesahan kedua hal tersebut, anggota DPRD meminta Rp200 juta per anggota. Permintaan itu disanggupi dan akan diberikan setelah Rancangan Perda tentang APBD Sumut TA 2015 disetujui DPRD Provinsi Sumut.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019