Sibolga (Antaranews Sumut)-Aliansi Masyarakat Nelayan Tapanuli konsultasi ke Kapolres Sibolga AKBP Edwin Hatorangan Hariandja, terkait kasus kapal pukat trawl yang menabrak bagan pancang nelayan bulan September tahun 2018 lalu yang hingga saat ini proses hukumnya tidak jelas.
Selain itu, Aliansi ini juga melaporkan kepada Kapolres masih maraknya kapal pukat trawl yang beroperasi di laut Sibolga-Tapanuli Tengah.
Demikian diungkapkan Arwan Hutagalung selaku Ketua Aliansi Masyarakat Nelayan Tapanuli kepada wartawan di Sibolga, Selasa (22/1) malam.
“Kami diterima langsung oleh Kapolres Sibolga dan diberikan apresiasi atas tindakan persuasif yang kami lakukan. Dan memang tujuan kami juga ingin berdiskusi dengan pak Kapolres terkait masih maraknya kapal pukat trawl yang bebas beroperasi di zona nelayan tradisional di laut Sibolga-Tapteng,”terang Arwan.
Dari hasil konsultasi itu sebut Arwan, Kapolres mengungkapkan ada proses hukum yang tidak jalan sehingga kapal tersebut masih bebas beroperasi meskipun sudah ada larangan.
Sedangkan terkait kasus yang dialami nelayan bagan pancang, Kapolres langsung memanggil Kasat Polair Sibolga yang dihadiri penyidiknya untuk menanyakan kasus perkembangan kasus tersebut.
“Kita apresiasi sikap pak Kapolres seraya berharap ada titik terang dan tindakan tegas dengan maraknya pukat trawl ini serta kelanjutkan kasus nelayan bagan pancang. Jika kasus ini tetap juga jalan di tempat, maka kami akan melangkah ke tingkat atas dan sampai ke pusat, karena ini menyangkut hasrat orang banyak yang hilang mata pencahariannya karena bebasnya beroperasi pukat trawl,”ancam Arwan.
Arwan bersama tujuh orang perwakilan nelayan juga membeberkan, jam operasional pukat trawl di jalur nelayan tradisional beroperasi pagi hari dan sore di kawaan Sorkam sampai perbatasan Singkil.
Sedangkan untuk kawasan Mursala, Labuhan Angin dan Pulau Situngkus, beroperasi malam hari dengan menyisir bagan pancang nelayan dan jalur nelayan tradisional.
Akibatnya alat tangkap nelayan tradisional seperti jaring kepiting, jaring salam bagan pancang, dan peralatan lainnya rusak dan tidak mendapatkan hasil lagi.
“Kondisi ini sebenarnya sudah kami laporkan ke Polair Sibolga dan Angkatan Laut serta ke Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Sibolga. Sepertinya mereka saling lempar tanggungjawab. Hal itu jugalah yang mendasari kami datang konsultasi ke Kapolres Sibolga untuk meminta tanggapan dan masukan dari Kapolres. Dan kita bersyukur, Kapolres sangat respon atas kunjungan kami,”ujarnya.
Ditegaskan mantan Ketua GMKI Sibolga-Tapteng ini, bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016, adanya larangan jalur tangkap ikan.
Dimana kapal pukat trawl apapun jenisnya baik kapal besar atau kecil dilarang beroperasi di zona tradisional. Namun nyatanya, sepuluh bulan terakhir ini pukat trawl marak beroperasi di laut Sibolga Tapteng tanpa ada tindakan dari instasni terkait.
“Kami memiliki dokemen lengkap baik itu foto dan video saat kapal-kapal pukat trawl itu beroperasi di zona nelayan tradisional di laut Sibolga-Tapteng,”beber Arwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Selain itu, Aliansi ini juga melaporkan kepada Kapolres masih maraknya kapal pukat trawl yang beroperasi di laut Sibolga-Tapanuli Tengah.
Demikian diungkapkan Arwan Hutagalung selaku Ketua Aliansi Masyarakat Nelayan Tapanuli kepada wartawan di Sibolga, Selasa (22/1) malam.
“Kami diterima langsung oleh Kapolres Sibolga dan diberikan apresiasi atas tindakan persuasif yang kami lakukan. Dan memang tujuan kami juga ingin berdiskusi dengan pak Kapolres terkait masih maraknya kapal pukat trawl yang bebas beroperasi di zona nelayan tradisional di laut Sibolga-Tapteng,”terang Arwan.
Dari hasil konsultasi itu sebut Arwan, Kapolres mengungkapkan ada proses hukum yang tidak jalan sehingga kapal tersebut masih bebas beroperasi meskipun sudah ada larangan.
Sedangkan terkait kasus yang dialami nelayan bagan pancang, Kapolres langsung memanggil Kasat Polair Sibolga yang dihadiri penyidiknya untuk menanyakan kasus perkembangan kasus tersebut.
“Kita apresiasi sikap pak Kapolres seraya berharap ada titik terang dan tindakan tegas dengan maraknya pukat trawl ini serta kelanjutkan kasus nelayan bagan pancang. Jika kasus ini tetap juga jalan di tempat, maka kami akan melangkah ke tingkat atas dan sampai ke pusat, karena ini menyangkut hasrat orang banyak yang hilang mata pencahariannya karena bebasnya beroperasi pukat trawl,”ancam Arwan.
Arwan bersama tujuh orang perwakilan nelayan juga membeberkan, jam operasional pukat trawl di jalur nelayan tradisional beroperasi pagi hari dan sore di kawaan Sorkam sampai perbatasan Singkil.
Sedangkan untuk kawasan Mursala, Labuhan Angin dan Pulau Situngkus, beroperasi malam hari dengan menyisir bagan pancang nelayan dan jalur nelayan tradisional.
Akibatnya alat tangkap nelayan tradisional seperti jaring kepiting, jaring salam bagan pancang, dan peralatan lainnya rusak dan tidak mendapatkan hasil lagi.
“Kondisi ini sebenarnya sudah kami laporkan ke Polair Sibolga dan Angkatan Laut serta ke Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Sibolga. Sepertinya mereka saling lempar tanggungjawab. Hal itu jugalah yang mendasari kami datang konsultasi ke Kapolres Sibolga untuk meminta tanggapan dan masukan dari Kapolres. Dan kita bersyukur, Kapolres sangat respon atas kunjungan kami,”ujarnya.
Ditegaskan mantan Ketua GMKI Sibolga-Tapteng ini, bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016, adanya larangan jalur tangkap ikan.
Dimana kapal pukat trawl apapun jenisnya baik kapal besar atau kecil dilarang beroperasi di zona tradisional. Namun nyatanya, sepuluh bulan terakhir ini pukat trawl marak beroperasi di laut Sibolga Tapteng tanpa ada tindakan dari instasni terkait.
“Kami memiliki dokemen lengkap baik itu foto dan video saat kapal-kapal pukat trawl itu beroperasi di zona nelayan tradisional di laut Sibolga-Tapteng,”beber Arwan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019