Tapanuli Selatan (Antaranews Sumut) - Komisi VII DPR-RI menyatakan menarik ke atas produksi siap jual (lifting) minyak keatas sebesar 25 ribu barel perhari menjadi 775 barel per hari.

"Komisi VII DPR-RI sudah mengambil keputusan itu lifting minyak menjadi 775 barel per hari pada 2019," kata Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR-RI di Sipirok, Kamis.

Kesepakatan kenaikan 25 ribu barel perhari tersebut dalam rapat antara Komisi VII - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait Rancangan asumsi Rancangan -Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sektor ESDM.

"Kita memutuskan menyetujui memberikan pengesahan untuk diharmonisasi di Bagian Anggaran APBN  yang menjadi kewenangan Komisi VII,"katanya.

Alasan Komisi VII, menarik lifting migas keatas berhubung pengajuan Pemerintah melalui Kementerian ESDM RI dinilai terlalu rendah yakni 750 ribu barel perhari.

Menurutnya BBM 750 ribu barel/hari belum memenuhi separuh kebutuhan dalam negeri yang mencapai 1,6 juta barel/hari. "Dalam arti sisa kebutuhan yang lebih besar itu kita harus import,"katanya.

Komisi VII berharap, ESDM di 2019 harus all out, mengingat di APBN 2018 tercatat 800 ribu per barel/hari, meski realisasi dibawah sekitar 760 ribu barel/hari.

Selain itu, perhatian lain sektor ESDM adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP), yang pertama Komisi VII merusmuskan menetapkan 70 dollar Amerika serikat/barel dari rance yang diajukan Pemerintah 60 -70 dollar Amerika Serikat/barel.

"Karena memang fakta harga minyak mentah dunia memang ada di kisaran 70 dollar Amreika Serikat/barel,"katanya.

Menurut dia, kalau lifting lebih tinggi itu akan mengurangi import, sebaliknya kalau produksinya rendah kemudian itu akan menambah eksport yang lebih besar.

Disisi lainnya, Gus Irawan juga cukup sepakat dengan energi bersih seperti PLTA Batangtoru yang ramah lingkungan yang dinilai menghemat devisa negara sekaligus dapat menahan laju kelemahan rupiah terhadap dollar.

"Karenanya Komisi VII akan mengajukan rancangan undang-undang energi baru terbarukan atau EBT kedalam Proleknas 2019. Apalagi mengingat roapmap ESDM terkait EBT 23 persen di tahun 2025 yang 2018 baru 8 persen,"katanya.

"Memang harus ada terobosan seperti keberadaan PLTA Batangtoru, kalau tidak akselerasi rasanya pencapaian angka 23 persen itu tidak akan mungkin dicapai,"sebutnya.

Terkait PLTA Batangtoru yang ada ada saja pihak katakanlah mengganggulah juga sebagaimana yang dia sampiakan kepada Menteri ESDM bahwa PLTA sudah jalan dan terus akan jalan.

"Demikian halnya ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sikapnya berpendapat sama dengan Menteri ESDM RI, bahwa sumber daya alam bisa di eksploitasi mengambil manfaaf dari alam tetapi tentu karena bidang lingkungan lingkungan harus tetap terjaga,"katanya.

Demikian keberadaan spesies langka juga sepakat semua korporasi yang kemudian yang ada disitu harus dilibatkan harus diwajibkan turut menjaga lingkungan turut kemudian memelihara satwa-satwa terlebih satwa langka seperti orangutan tapanuli.

Pewarta: Kodir Pohan

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018