Tapanuli Selatan (Antaranews Sumut) - Sumatera Utara masuk maketnya wilayah bencana di Indonesia, daerah ini lengkap ancaman segala bentuk bencana. Kabupaten Tapanuli Selatan masuk urutan ketiga dari 14 daerah Kabupaten/Kota rawan bencana di Sumut.
"Itu berdasarkan indeks rawan bencana Indonesia Tahun 2013," kata Sapri Nasution, Ketua F2KB (forum fasilitator ketangguhan bencana) Provinsi Sumatera Utara saat berbincang dengan Antaranwes Sumut, di Padangsidimpuan, Selasa.
Ancaman segala bentuk bencana tersebut jelasnya, mulai bencana tsunami, gunung meletus, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, cuaca ekstrem, banjir rop, gempa bumi, karhutla, wabah epidemi, konflik sosial, termasuk kegagalan teknologi (jatuhnya pesawat).
"Oleh karenanya, mau tidak mau suka tidak suka masyarakat Sumatera Utara khususnya Tapanuli Selatan harus sudah siap menghadapi kemungkinan bencana tersebut,"katanya.
Dia menyatakan, tak seorang pun yang dapat meniadakan bencana yang datangnya tiba-tiba. Hanya saja masyarakat dapat mengurangi resiko dari bencana itu sendiri atau beriktihar.
"Cara mengurangi resiko tersebut dengan memperbanyak sosialisasi ke masyarakat baik dengan melibatkan pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya,"katanya.
Dia juga mengatakan, tanda tanda alam mau terjadi bencana terkadang bisa dibaca. Dia mencontohkan hewan keong maupun semut-semut besar yang tiba tiba ramai naik ke permukiman warga itu bisa pertanda akan ada kejadian seperti banjir atau longsor.
"Dengan adanya tanda-tanda alam yang sejak orang orang tua kita dulu seyogianya masyarakat juga sudah bersiaga, nah contoh kearifan lokal seperti inilah yang sudah terabaikan, dan perlu disosialisasikan,"harapnya.
Dia mengisahkan kejadian banjir bandang menimpa Desa Gunung Manaon Penyabungan beberapa waktu silam yang memporak porandakan desa itu.
"Sebelum kejadian keong - keong naik ke permukiman dan memasuki rumah rumah warga, ternyata tidak bebrapa lama banjir datang terjadi,"katanya mengisahkan pengakuan seorang tua kepadanya.
Selain itu upaya lain memperkuat kapasitas mengurangi resiko bencana dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) melibatkan pemangku kepentingan. Karena, BPBD memiliki keterbatasan personil maupun sarana mengahdapi bencana.
"Lebih ampuhnya lagi dibentuk Destana (desa tangguh bencana) sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Karena Destana sudah melibatkan langsung masyarakat,"usulnya.
Destana sudah mengetahui siapa yang berbuat apa disitu, karena personil Destana telah dibekali ilmu menghadapi bencana tanpa harus berharap bantuan orang lain datang lebih dahulu.
Kita tidak bisa meniadakan bencana kita hanya bisa mengurangi resiko atau ikhtiar. Ibarat sebuah penyakit tak bisa dielakkan tetapi kalau mau sembuh harus berobat ke rumah sakit, katanya.
Di Sumatera Utara sendiri katanya sudah ada 114 Destana yang terbentuk yang tersebar di 14 Kabupaten di 59 Kecamatan, diantaranya Dua desa di Tapanuli Selatan yaitu Desa Batu Godang dan Desa Bandar Tarutung di Kecamatan Angkola Sangkunur sebagai daerah langganan bencana banjir.
"Keberadaan Destana yang SK-nya dibuat Kepala Desa sudah tahu tugasnya masing - masing ketika menghadapi bencana. Baik untuk dapur umum, mengevakuasi dan lainnya,"sebutnya.
Sehingga kehadiran Destana cukup dapat membantu aparat lain seperti BPBD. TNI, Polri yang kerap mengadapi saat bencana tiba.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
"Itu berdasarkan indeks rawan bencana Indonesia Tahun 2013," kata Sapri Nasution, Ketua F2KB (forum fasilitator ketangguhan bencana) Provinsi Sumatera Utara saat berbincang dengan Antaranwes Sumut, di Padangsidimpuan, Selasa.
Ancaman segala bentuk bencana tersebut jelasnya, mulai bencana tsunami, gunung meletus, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, cuaca ekstrem, banjir rop, gempa bumi, karhutla, wabah epidemi, konflik sosial, termasuk kegagalan teknologi (jatuhnya pesawat).
"Oleh karenanya, mau tidak mau suka tidak suka masyarakat Sumatera Utara khususnya Tapanuli Selatan harus sudah siap menghadapi kemungkinan bencana tersebut,"katanya.
Dia menyatakan, tak seorang pun yang dapat meniadakan bencana yang datangnya tiba-tiba. Hanya saja masyarakat dapat mengurangi resiko dari bencana itu sendiri atau beriktihar.
"Cara mengurangi resiko tersebut dengan memperbanyak sosialisasi ke masyarakat baik dengan melibatkan pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya,"katanya.
Dia juga mengatakan, tanda tanda alam mau terjadi bencana terkadang bisa dibaca. Dia mencontohkan hewan keong maupun semut-semut besar yang tiba tiba ramai naik ke permukiman warga itu bisa pertanda akan ada kejadian seperti banjir atau longsor.
"Dengan adanya tanda-tanda alam yang sejak orang orang tua kita dulu seyogianya masyarakat juga sudah bersiaga, nah contoh kearifan lokal seperti inilah yang sudah terabaikan, dan perlu disosialisasikan,"harapnya.
Dia mengisahkan kejadian banjir bandang menimpa Desa Gunung Manaon Penyabungan beberapa waktu silam yang memporak porandakan desa itu.
"Sebelum kejadian keong - keong naik ke permukiman dan memasuki rumah rumah warga, ternyata tidak bebrapa lama banjir datang terjadi,"katanya mengisahkan pengakuan seorang tua kepadanya.
Selain itu upaya lain memperkuat kapasitas mengurangi resiko bencana dengan membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) melibatkan pemangku kepentingan. Karena, BPBD memiliki keterbatasan personil maupun sarana mengahdapi bencana.
"Lebih ampuhnya lagi dibentuk Destana (desa tangguh bencana) sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Karena Destana sudah melibatkan langsung masyarakat,"usulnya.
Destana sudah mengetahui siapa yang berbuat apa disitu, karena personil Destana telah dibekali ilmu menghadapi bencana tanpa harus berharap bantuan orang lain datang lebih dahulu.
Kita tidak bisa meniadakan bencana kita hanya bisa mengurangi resiko atau ikhtiar. Ibarat sebuah penyakit tak bisa dielakkan tetapi kalau mau sembuh harus berobat ke rumah sakit, katanya.
Di Sumatera Utara sendiri katanya sudah ada 114 Destana yang terbentuk yang tersebar di 14 Kabupaten di 59 Kecamatan, diantaranya Dua desa di Tapanuli Selatan yaitu Desa Batu Godang dan Desa Bandar Tarutung di Kecamatan Angkola Sangkunur sebagai daerah langganan bencana banjir.
"Keberadaan Destana yang SK-nya dibuat Kepala Desa sudah tahu tugasnya masing - masing ketika menghadapi bencana. Baik untuk dapur umum, mengevakuasi dan lainnya,"sebutnya.
Sehingga kehadiran Destana cukup dapat membantu aparat lain seperti BPBD. TNI, Polri yang kerap mengadapi saat bencana tiba.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018