Medan, 29/5 (Antara) - Kenaikan tarif air yang dilakukan PDAM Tirtanadi dinilai cacat hukum karena diberlakukan tanpa pembahasan dengan DPRD Provinsi Sumatera Utara dan memiliki keanehan jika disesuaikan dengan Permendagri 71/2016.

Dalam rapat dengar pendapat di Medan, Senin, anggota Komisi C DPRD Sumut Muchrid Nasution mengatakan, cukup banyak keanehan dari aspek hukum dan legalitas atas kenaikan tarif tersebut.

Manajemen PDAM Tirtanadi diminta tidak melanggar Perda Nomor 10 tahun 2009 sebagai legal standing operasional dan manajemen PDAM Tirtanadi.

Dalam Pasal 26 Perda itu, disebutkan PDAM Tirtanadi perlu berkonsultasi dengan DPRD Sumut dalam menetapkan kenaikan tarif air bersih.

Meski telah memiliki landasan berupa SK Gubernur, tetapi kebijakan untuk menaikkan tarif air bersih tersebut ilegal dan cacat hukum karena belum dibahas dan dikonsultasikan dengan DPRD Sumut.

"Jangan anggap kami ini tidak ngerti. Gubernur tidak bisa mengeluarkan SK tanpa konsultasi. Tanpa itu, kenaikan tarif itu ilegal karena tanpa prosedur dan cacat hukum," katanya.

Selain cacat hukum, alasan kenaikan tarif air bersih tersebut juga dinilai aneh, apalagi jika disandarkan dengan Permendagri 71/2016 tentang Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum.


Muchrid menjelaskan, dengan mengacu Permendagri 71/2016, manajemen PDAM Tirtanadi menaikkan tarif air berdasarkan SK Gubernur Sumut Nomor 188.44/732/KPTS/2016 tertanggal 20 Desember 2016.


Padahal dalam Permendagri itu, ada tahapan yang harus dijalankan, mulai dari evaluasi dewan pengawas, lalu hasilnya dikonsultasikan dengan forum pelanggan. Setelah itu, hasil konsultasi tersebut diajukan secara tertulis kepada gubernur.


"Bayangkan, September permendagrinya, Desember sudah dinaikkan," kata politisi Partai Golkar sambil meminta agar kenaikan tersebut ditunda.


Dirut PDAM Tirtanadi Sutedi Raharjo mengatakan, kenaikan tarif itu salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan dengan memanfaatkan dana yang didapatkan untuk membangunan fasilitas yang dibutuhkan.


Apalagi jika dikaitkan dengan sektor lain yang juga naik seperti upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan tarif tenaga listrik (TTL).


Kondisi yang ada saat ini menyebabkan masalah tersendiri, termasuk dalam meningkatkan gaji pegawai. "Pegawai kami tidak naik gaji sejak tahun 2013," katanya.


Anggota Komisi C DPRD Sumut Meilizar Latif menolak alasan PDAM Tirtanadi dalam menaikan tarif air bersih tersebut yang dikaitkan dengan biaya operasional.


Selain itu, politisi Partai Demokrat tersebut juga mempertanyakan analisis mengenai kepuasan pasar atas layanan air bersih yang dilakukan PDAM Tirtanadi.


Pihaknya merasa kecewa dengan tindakan PDAM Tirtanadi yang terlebih dulu menaikkan tarif tanpa diikuti fakta kuat atas alasan kenaikan tersbeut.


Selama ini, pihaknya justru banyak mendengar keluhan atas kinerja PDAM Tirtanadi. "Jangankan puas, mengalir saja tidak, banyak sekali kekecewaan masyarakat," katanya.


Ketua Komisi C DPRD Sumut dari Partai Hanura Ebenezer Sitorus juga tidak setuju masalah penggajian pegawai PDAM Tirtanadi menjadi salah satu alasan kenaikan tarif air bersih. ***3***





(T.I023/B/A029/A029) 29-05-2017 21:25:06

Pewarta: Irwan Arfa

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017