Medan, 23/1 (Antara) - Pengusaha kecil khususnya pemula di Sumatera Utara hingga kini masih kesulitan mendapatkan kredit dari perbankan sehingga tetap terjerat praktik rentenir.

"Kesulitan mendapatkan kredit itu tentunya membawa berbagai dampak negatif terhadap pengusaha kecil seperti tetap terjerat dengan rentenir dan tidak bisa berkembang menjadi pengusaha menengah apalagi besar," kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumut, Firsal Ferial Mutyara di Medan, Kamis.

Dia mengatakan itu di sela acara memasuki kantor baru HIPMI di kawasan Jalan Sudirman dan dihadiri Dino Patti Jalal calon presiden konvensi Partai Demokrat.

Menurut Firsal yang akrab dipanggil Dida, kesulitan pengusaha kecil mendapatkan kredit itu tetap saja soal tidak adanya agunan.

"Agunan tetap saja menjadi syarat mutlak termasuk untuk memperoleh KUR (Kredit Usaha Rakyat). Makanya program KUR itu juga dipertanyakan," katanya.

Dengan permodalan yang masih saja mengandalkan modal sendiri, tentu saja tidak mengherankan kalau faktanya bisnis pengusaha kecil "jalan di tempat".

Padahal pemerintah memprogramkan pertumbuhan wirausahawan baru setiap tahun dan sudah merasakan dukungan kuat pengusaha itu dalam pertumbuhan ekonomi di tengah terjadi krisis global.

Di Sumut jumlah pengusaha anggota HIPMI lebih dari 10 ribuan dan ditambah 2.500 pengusaha dari perguruan tinggi.

"Kredit semakin dirasakan sulit karena perbankan juga awal tahun ini sedang memperketat kredit dampak mengetatnya likuiditas," katanya.

Deputi Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah Regional IX Sumut dan Aceh, Mikael Budisatrio menyebutkan penyaluran kredit perbankan di Sumatera Utara hingga Oktober 2013 naik 19, 01 persen atau mencapai Rp148,41 triliun.

Diakui peningkatan kredit terutama pada sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran yang artinya pengusaha besar dan menengah.

"Tapi kredit untuk UMKM juga naik walau belum seperti yang diharapkan," katanya.

Kredit perbankan untuk usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM Sumatera bagian utara tahun 2013 misalnya naik 11,44 persen menjadi Rp45,9 triliun.

Kenaikan kredit UMKM itu dari realisasi tahun 2012 menunjukkan kepedulian perbankan meningkat dan potensi UMKM itu masih cukup besar," katanya.

Penyaluran kredit itu sendiri sebagian besar atau 94,96 persen disalurkan oleh perbankan konvensional.

Mengenai adanya penahanan kredit di awal tahun ini, menurut dia, terjadi karena perekonomian juga belum stabil.

Dia menyebutkan, perkembangan perbankan mengikuti pertumbuhan ekonomi sehingga kalau ekonomi melambat maka bank juga harus mengimbanginya.

"Kredit macet harus dihindari apalagi kalau sedang terjadi inflasi tinggi karena bisa menggangu perekonomian,"katanya. ***2***
(T.E016/B/T. Susilo/T. Susilo)

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014