Medan (ANTARA) - Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), Saiful Abdi dituntut satu tahun enam bulan (18 bulan penjara), di kasus suap seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahun 2023.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Saiful Abdi dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nurul Walida di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (3/7).
Selain terdakwa Saiful, JPU Kejari Langkat juga menuntut 18 bulan penjara terhadap empat terdakwa lainnya, yakni Eka Syahputra Depari selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Langkat.
Kemudian, terdakwa Rohayu Ningsih dan Awaluddin masing-masing selaku kepala sekolah serta Alex Sander selaku Kepala Seksi (Kasi) Kesiswaan Bidang Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Langkat.
Kelima terdakwa dalam masing-masing berkas terpisah, lanjut JPU, terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Para terdakwa juga dibebankan membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan," tegas JPU Nurul Walida.
Setelah mendengarkan tuntutan dari JPU, Hakim Ketua M. Nazir memberikan kesempatan kepada kelima terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada sidang pekan depan.
"Kepada para terdakwa maupun penasehat hukumnya dipersilahkan membuat pembelaannya, dan dibacakan di sidang selanjutnya pada Kamis (10/7), mendatang,” kata Hakim Nazir.
JPU Nurul dalam surat dakwaan menyebutkan perkara ini bermula dari Keputusan Menteri PAN-RB Nomor 546 Tahun 2023, yang menetapkan kebutuhan ASN di Kabupaten Langkat, termasuk 800 formasi tenaga guru.
Mengetahui hal tersebut, terdakwa Saiful Abdi yang saat itu menjabat Kadis Pendidikan Langkat, memerintahkan terdakwa Alek Sander untuk mencari peserta seleksi PPPK yang bersedia membayar sejumlah uang guna diluluskan dalam seleksi.
“Tarif yang dipatok bervariasi, mulai dari Rp35 juta hingga Rp70 juta per orang,” ujar JPU Nurul.
Dalam kurun waktu April hingga Desember 2023, terdakwa Awaluddin berhasil mengumpulkan 33 calon peserta dengan tarif rata-rata Rp50 juta per orang.
Dari jumlah tersebut, Rp5 juta digunakan sebagai komisi pribadi terdakwa Alek Sander, sementara Rp45 juta diserahkan kepada Saiful Abdi.
JPU juga menyebutkan bahwa terdakwa Rohayu Ningsih turut diminta mencari calon peserta. Melalui seorang guru bernama Siti Aisyah, terdakwa Rohayu berhasil mengumpulkan tujuh calon peserta dengan tarif Rp45 juta per orang.
Selain itu, dari seorang guru bernama Legiman, M.Pd, diperoleh lima calon peserta dengan tarif Rp40 juta per orang.
“Seluruh uang tersebut kemudian dibagi oleh terdakwa Saiful Abdi kepada terdakwa Eka Syahputra Depari selaku Kepala BKD Kabupaten Langkat,” kata JPU.
Lebih lanjut, JPU menyebutkan awalnya seleksi PPPK di Langkat menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT), di mana guru honorer yang telah mengabdi minimal tiga tahun menjadi prioritas dalam kelulusan.
Namun, kata JPU menyebut para terdakwa mengubah skema tersebut dengan menambahkan sistem Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT).
Untuk mewujudkan perubahan itu, terdakwa Saiful Abdi dan Eka Syahputra menghadap Plt Bupati Langkat H. Syah Afandin alias Ondim, guna mengusulkan agar hasil seleksi juga mempertimbangkan nilai SKTT.
Setelah disetujui, mereka (para terdakwa), kemudian melobi pemerintah pusat agar sistem penilaian yang telah dimodifikasi tersebut diterima dan diberlakukan.
Akibat perubahan sistem ini, peserta yang sebelumnya memperoleh nilai tinggi melalui CAT dapat dikalahkan oleh peserta yang membayar suap.
“Karena penilaian SKTT bersifat subjektif dan dikendalikan oleh para terdakwa, karena adanya praktik suap dalam seleksi P3K formasi guru tahun 2023 di Langkat, dengan tarif bervariasi antara Rp35 juta hingga Rp70 juta per orang,” jelasnya.
