Pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto yang menyatakan Wali Kota Medan Bobby Nasution tak boleh mendaftar Pilkada Sumut lewat PDIP terus menjadi isu menarik.
Terbaru, Founder Indobarometer M Qodari yang juga pengamat politik nasional menyebutkan ada tiga analisisnya terkait sikap PDIP menolak Bobby Nasution.
"Yang pertama, itu merupakan hak dari PDI Perjuangan ya. Mas Hasto sebagai Sekjen PDI Perjuangan memilih siapa kandidat didukung atau tidak didukung pilkada nanti, termasuk Provinsi Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara," kata Qodari dalam rilis Medan, Rabu (17/4).
Terkhusus untuk Bobby Nasution, tak didukung PDIP tentu saja bukan akhir segalanya. Sebab dengan prestasinya dan elektabilitas yang masih tinggi, banyak partai lain yang siap mengusung.
"Tapi, yang kedua bukan berarti Bobby tidak akan bisa maju sebagai calon gubernur. Pasti banyak yang mau mendukung ya, terutama ketika Bobby punya elektabilitas yang baik," tuturnya.
Pihaknya melanjutkan, punya dukungan masyarakat luas dan punya peluang untuk menang dalam Pilgub Sumut 2024, dan pasti partai politik yang lain juga berminat untuk mengajukan namanya.
Bahkan, Qadari menilai sudah ada langkah hampir pasti dari sejumlah partai yang akan mengusung Bobby Nasution maju di Pilgub Sumut mendatang.
"Golkar, Gerindra atau mungkin partai-partai politik yang lainnya saya rasa siap mengusung Bobby," lanjut alumni UI tersebut.
Dengan telah menyatakan sikap tidak mendukung Bobby Nasution, Qodari balik bertanya, apakah PDIP punya calon yang lebih kuat dari Bobby Nasution.
Qodari juga menyebut jika PDIP mengusung misalnya Edy Rahmayadi, maka akan sangat mungkin terjadi penolakan dari konstituen. Maka kalau PDIP sampai salah pilih calon, maka kekalahan sudah di depan mata.
"Nah, yang ketiga, sebetulnya PDI Perjuangan juga Jangan sampai salah memilih atau mendukung kandidat," tuturnya.
Bila PDIP mengajukan nama Edy Rahmayadi, maka pertanyaannya apakah konstituen PDIP setuju atau tidak setuju dengan pencalonan tersebut.
"Itu saya kira kita semua sudah tahu dan belajar dalam pemilihan langsung, kalau terjadi ketidaksesuaian antara kandidat yang dipilih partai dengan konstituen atau basis data, maka bukan kemenangan. Tapi malah kekalahan," pungkas Qodari yang menyelesaikan studi S2 bidang political behavior di University of Essex, Inggris itu.